Kesenian

Monolog: Pengertian, Aspek, Ciri, Jenis, dan Buku Rekomendasi

Monolog
Written by Gaby

Monolog – Bicara soal seni pertunjukkan memang banyak sekali macamnya apalagi setiap seni pertunjukkan selalu menampilkan keindahan setiap tampil. Biasanya seni pertunjukkan ini dilakukan di atas panggung dalam ruangan atau panggung di luar ruangan. Selain itu, seni pertunjukkan ada yang gratis untuk dipertontonkan oleh orang banyak dan ada juga yang berbayar.

Seni pertunjukkan yang diselenggarakan di dalam ruangan ini biasanya dilakukan pada gedung pentas seni. Akan tetapi, ada juga yang dilakukan di suatu ruangan hotel yang memiliki ruangan yang cukup luas. Sementara itu, seni pertunjukkan yang diselenggarakan di luar ruangan biasanya dilakukan di area yang luas, seperti lapangan atau lahan parkir. Seni pertunjukkan yang diselenggarakan di dalam atau di luar ruangan pastinya memiliki kenikmatannya tersendir saat menontonnya.

Seni pertunjukkan itu sendiri biasanya dimainkan atau dilakukan oleh orang-orang yang sudah ahli di bidang pertunjukkan tersebut. Misalnya, pertunjukkan menyanyi pastinya akan dilakukan oleh seseorang yang sudah pandai bernyanyi, begitu juga dengan pertunjukkan-pertunjukkan lainnya. Seseorang yang akan melakukan pertunjukkan pastinya akan melakukan latihan terlebih dahulu agar bisa menampilkan tampilan yang maksimal kepada penonton.

Menonton seni pertunjukkan itu ada yang lebih suka sendiri, ada yang lebih suka bersama teman atau bersama keluarga, dan ada juga yang lebih suka menonton pertunjukkan dengan kekasih hati. Jadi, kalau kamu lebih senang menonton pertunjukkan sendiri atau ditemani oleh orang lain?

Setiap seni pertunjukkan pastinya memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing. Selain itu, penikmat atau pengamat dari seni pertunjukkan juga beragam. Salah satu seni pertunjukkan yang banyak disukai oleh banyak orang adalah seni teater. Jika bicara soal seni teater, pasti akan melekat dengan drama dan monolog. Meskipun kedua hal itu berada di dalam seni teater, tetapi pada dasarnya berbeda.

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas lebih dalam tentang seni pertunjukkan monolog. Bisa saja setelah mengetahui apa itu monolog, kamu menjadi lebih tertarik untuk ikut serta dalam pertunjukkan monolog. Jadi, simak ulasan ini sampah habis, Grameds.

Pengertian Monolog

Monolog

pixabay.com

Monolog berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari kata mono dan legein. Mono artinya satu sedangkan legein artinya berbicara. Jadi, monolog adalah hanya satu orang saja yang berbicara. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa monolog ini termasuk bagian dari seni teater. Maka dari itu, monolog dapat dikatakan sebagai suatu seni peran yang dipertunjukkan oleh seorang diri saja.

Pendek kata, monolog dapat dikatakan sebagai seseorang yang berbicara sendiri. Monolog artinya ilmu yang mempelajari tentang seni peran. Jadi, monolog adalah suatu adegan yang hanya diperankan oleh satu orang saja. Selain itu, monolog ada yang hanya berupa gerakan dan ada juga yang dikombinasikan dengan naskah yang sudah dibuat.

Proses komunikasi yang terjadi pada monolog dilakukan secara bertahap yang dimana setiap tahapan-tahapan itu berupa suatu peristiwa yang diperankan oleh seorang diri hingga bisa menghadirkan suatu  cerita yang dapat dipahami oleh penonton. Maka dari itu, beberapa orang mengatakan bahwa dalam melakukan monolog harus terdiri dari suatu unsur komunikasi. Unsur ini harus ada agar pemeran monolog dapat menyampaikan makna dari suatu cerita melalui seni peran yang dilakukan oleh seorang diri.

Secara sederhana, dapat dikatakan kalau Monolog adalah salah satu cara untuk menyampaikan suatu pesan dengan satu pembicara saja dalam gerak yang disesuaikan dengan isi pernyataan. Hal ini senada dengan pengertian monolog  berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), monolog adalah adegan sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri.

Aspek Penilaian Monolog

Monolog

pixabay.com

Jika ingin memerankan monolog, sebaiknya memerhatikan beberapa aspek monolog. Hal ini perlu dilakukan agar makna dan pesan monolog dapat tersampaikan sekaligus penonton merasa kagum terhadap pembawaan ceritanya. Berikut ini aspek penilaian monolog, antara lain:

1.  Kesesuaian Tema

Aspek pertama dalam melakukan monolog adalah kesesuaian tema. Setiap penyelenggaraan seni pertunjukkan pasti memiliki tema yang sudah ditentukan. Oleh sebab itu, cerita yang ingin disampaikan oleh seorang monolog harus sesuai dengan tema yang sudah ditentukan. Misalnya, ketika ingin membawa tema kemerdekaan, maka cerita yang dibawakan harus berkaitan dengan kemerdekaan, seperti perjuangan.

Monolog yang sesuai dengan tema membuat penonton menjadi lebih mudah dalam memahami jalan cerita dan mengambil makna dari pentas monolog. Jadi, jangan selalu ingat untuk menyesuaikan tema ketika ingin memerankan monolog.

2. Penguasaan Karakter

Aspek monolog yang kedua adalah penguasaan karakter. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa monolog merupakan bagian dari seni peran, sehingga sudah seharusnya untuk menguasai peran yang akan dimainkan. Maka dari itu, pemeran monolog akan berlatih selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan sebelum melakukan teater monolog.

Dalam menguasai karakter ini, ada yang dilakukan secara mandiri dan ada juga yang dilakukan dengan pembimbing. Kedua hal itu, sama-sama bagus dan sebaiknya disesuaikan dengan karakter dan kemampuan diri sendiri.

3. Penguasaan Panggung

Monolog yang merupakan seni yang diperankan atau dibawakan di atas panggung, sehingga ketika memainkannya, pemeran harus menguasai panggung. Dalam hal ini, penguasaan panggung dapat diartikan sebagai pemeran sudah paham harus bergerak ke arah mana saja ketika memerankan monolog.

4. Properti dan Kostum

Dalam seni peran tidak bisa dilepaskan dari yang namanya properti dan kostum. Kedua aspek itu harus ada karena dapat mendukung jalannya cerita, sehingga penonton memahami cerita apa yang ingin disampaikan oleh pemeran monolog. Biasanya, properti dan kostum ini sudah ditentukan oleh sutradara dari pertunjukkan teater monolog, sehingga pemeran monolog hanya tinggal memakai kostum tersebut.

5. Dekorasi

Selain properti dan kostum, dalam mementaskan monolog harus memerhatikan aspek dekorasi. Benar sekali, dekorasi harus sangat diperhatikan karena memiliki aspek yang cukup penting karena tanpa adanya dekorasi, suatu pementasan monolog akan terasa biasa aja dan akan mengurangi rasa kagum para penonton.

Untuk pengerjaan dekorasi itu sendiri sudah ada timnya sendiri, sehingga pemeran monolog dapat fokus terhadap gerakan dan dialog yang akan dibawa ke atas pentas. Dekorasi ini juga harus disesuaikan dengan tema yang sudah ditentukan.

6. Vocal atau Intonasi

Dalam pementasan monolog, pemeran akan mengeluarkan dialog yang akan membentuk suatu cerita. Oleh sebab itu, dalam memerankan monolog harus memerhatikan aspek vocal atau intonasi. Hal ini dikarenakan kedua hal itu dapat menyentuh perasaan penonton dan menjadi lebih mudah dalam memahami makna dari monolog yang diperankan.

Ciri-Ciri Monolog

  1. Bentuk dari pendapat seseorang dikolaborasikan dengan kalimat atau dialog bisu. Dimana untuk bisa mensinkronkan dibutuhkan perencanaan yang matang. Namun, ada pengecualian terhadap beberapa orang yang memiliki keterampilan dalam membuat seni monolog secara spontan tanpa ada rencana.
  2. Pelaku monolog hanya satu orang, tidak ada lawan atau partner.
  3. Menggunakan pesan narasi deskriptif. Tentu saja menggunakan tema tertentu yang sudah ditetapkan. Sebagai dukungan narasi tersebut, dibutuhkan dokumen pendukung, bisa berbentuk presentasi, gambar ataupun yang lain.
  4. Monolog lebih sering digunakan untuk seni teater dan seni peran. Jarang digunakan dalam drama, sinetron ataupun FTV.
  5. Monolog bisa mengajak audiens berinteraksi sekadar memberikan kesan terhadap aksi mereka.
  6. Lebih tepat dan cocok digunakan untuk dialog bisu, atau dalam bahasa umumnya, pertunjukan pantomime yang hanya memadukan komunikasi lewat gerakan dan sendirian.
  7. Menjabarkan secara konsisten tetapi saling berinteraksi dengan pesan satu dengan yang lain.

Jenis-Jenis Monolog

1. Monolog Naratif Biografis

Monolog naratif biografis adalah seorang narator yang dituntut untuk menceritakan kembali peristiwa aktual yang pernah dirasakan di masa lampau. Hal yang ditekankan di sini, narator tidak boleh menonjolkan karakter tokoh lain di dalam ceritanya. Dengan kata lain, murni hanya menceritakan dirinya sendiri.

2. Monolog Fictional Character-Driven

Monolog fictional character-driven adalah salah satu monolog yang memberikan narator kebebasan untuk menceritakan berdasarkan daya imajinatifnya. Dengan jenis monolog ini, kamu juga bisa menonjolkan lebih dari satu karakter dan bebas mengekspresikannya.

Maksud imajinatif di sini adalah tidak semata-mata khayalan narator saja. Bisa juga si narator menceritakan imajinatif sewaktu dulu masih kecil. Jadi, tidak melulu si narator berimajinasi di masa sekarang, melainkan lebih luas lagi bentuk imajinatif yang dimaksudkan.

3. Monolog Topical

Monolog topical merupakan salah satu monolog yang menekankan pada peristiwa sehari-hari. Dimana monolog tidak sekadar menceritakan cerita keseharian yang dialami saja. tetapi monolog juga boleh menceritakan hasil pengamatan yang sudah dilakukan. Tentu saja berdasarkan observasi lewat pengamatan.

Jika dilihat secara sepintas, bisa dibilang kalau monolog topical mirip seperti stand-up comedy. Namun, keduanya sebenarnya memiliki kesamaan, yaitu. kesamaan di antara keduanya memiliki selera humor yang di mana selera humor tersebut diambil dari menggabungkan anekdot.

4. Monolog Storytelling

Sesuai dengan jenisnya, monolog storytelling lebih memfokuskan pada cerita naratif. Narator sebagai pendongeng yang menceritakan dengan mengikuti perubahan ekspresi yang diceritakan. Kemudian, sang narrator bisa menirukan karakter si tokoh yang diceritakan.

5. Monolog Berbasis Realitas

Jadi, perbedaan monolog berbasis realitas dengan monolog yang lain adalah dari bentuk inti atau suguhan monolog itu sendiri. Di monolog jenis ini seorang narator mengacu pada pengalaman, cerita nyata yang pernah digunakan.

Bentuk monolog berbasis realitas tidak melulu disampaikan dalam bentuk cerita saja. Namun, juga dapat disuguhkan dalam bentuk jepretan foto, teks, atau dalam bentuk video. Bahkan, bisa juga disampaikan dalam bentuk sebuah cerita.

6. Monolog Karakter Biografi

Perbedaan yang paling menonjol dari monolog biografi adalah menonjolkan dialog daripada ceritanya. Nah, jenis monolog ini, narator bisa menceritakan lebih dari satu karakter tokoh. Bahkan, bisa mementaskan lebih dari 10 karakter tokoh sekaligus.

Pada dasarnya, untuk memerankan suatu monolog sangat tidak mudah, sehingga dibutuhkan kemampuan khusus. Tidak hanya itu, pemeran monolog juga harus berlatih secara rutin agar bisa memberikan pertunjukan yang membuat rasa kagum penonton.

Nah, seperti itulah penjelasan mengenai monolog. Jadi, apakah kamu mulai tertarik untuk mendalami peran monolog?

Jika Grameds memiliki ketertarikan untuk tahu lebih mengenai monolog, kamu bisa mempelajarinya dengan membaca referensi-referensi yang ada di internet maupun buku yang hanya bisa kamu dapatkan di gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Rekomendasi Buku Terkait Monolog

1. Monolog Politik

Monolog

Dalam buku Monolog Politik ini dihadirkan lima monolog yang ditulis Putu Fajar Arcana dengan cara yang tidak biasa dalam mencermati realitas.

Monolog memang tidak begitu populer sebagai metode pengungkapan berbagai fenomena yang terjadi di sekitar kita. Namun, karya-karya ini membuktikan betapa tuturan dan pemeranan seorang tokoh, bisa menjadi jangkar untuk pelan-pelan memasuki hutan raya dunia politik, yang centang-perenang.

Buku Monolog Politik ini memberi bukti bahwa dunia politik yang keras dan banal, juga bisa didekati dengan cara halus, tetapi tetap menukik sampai ke inti persoalan, yaitu moralitas manusia!

2. Monolog Angin

Monolog

Monolog Angin adalah kumpulan sajak Bagus Burham. Baginya dirinya, menulis puisi bukan untuk menjadi apa-apa. Puisi yang ditulisnya kemudian dibukukan seperti ziarah dalam menghormati para pendahulu di dunia sastra, upaya meniru keteladanan dan kebaikan, juga sebagai cara memuseumkan diri.

Puisi-puisi Bagus Burham yang lembut dan kadang-kadang juga hampa bahkan keras, seperti angin yang tak terduga.

Bagus Burham, lahir di Kudus 1992. Kini tercatat sebagai mahasiswa jurusan PGSD di Universitas Muria Kudus dan aktif di Komunitas Sastra Jenang. Karya-karya Bagus Burham banyak muncul di berbagai buku antologi puisi para penyair di wilayah Jawa Tengah dan timur. Bahkan, puisinya juga muncul di berbagai media, baik cetak maupun media online yang memuat karya-karya terpilihnya.

3. Monolog Aldy: Kisah Inspiratif Atistika Lukisan Penyandang Autisma

Monolog

Aldy atau Raynaldy Halim, kelahiran 1997, menderita autisma sejak berusia 16 bulan. Berbagai cara penyembuhan telah diupayakan oleh ayah dan ibunya, dengan melibatkan banyak dokter, psikiater, psikolog, agamawan, ahli pengobatan tradisional sampai ahli kebatinan dari berbagai kota dan negara.

Aldy akhirnya membaik lewat terapi seni lukis, dan kini ia menjadi pelukis. Keindahan nuansa karyanya hadir fenomenal, sehingga mengundang perhatian panitia pameran internasional. Buku ini menceritakan penderitaannya, perjuangannya, prestasinya, dan kebahagiaannya.

Agustinus mengatakan: deus intimeor intimo meo, Tuhan lebih dekat dengan diriku daripada aku dengan diriku. Aldy melalui guratan lukisannya telah berhasil mengejawantahkan cerita kehadiran kasih Tuhan yang tersembunyi dalam hidupnya.

Lukisan Aldy tidak hanya kaya dalam warna, tapi juga dihiasi pesan-pesan kasih, walaupun semuanya tergambar dalam corak abstrak. Lukisan Aldy juga sering membawa pesan alam, sehingga karyanya bisa jadi inspirasi seluruh umat manusia.”

Lukisan Aldy mengandung banyak detail nuansa yang sangat indah. Karya Aldy adalah bentuk dari dorongan energi dan imajinasi yang tumbuh dari kemurnian kalbu, bertolak dari talenta yang tersembunyi. Semuanya mengalir dan bermuara di kanvas yang semarak dengan warna yang beraura.

4. 25 Monolog Karya Arswendo Atmowiloto

Monolog

Arswendo Atmowiloto mempunyai waktu satu setengah bulan untuk menuliskan 25 naskah monolog. Angka 25, sekaligus menyambut ulang tahun ke- 25, London School of Public Relation (LSPR), Jakarta, tempatnya mengajar mata kuliah Creative Writing dan Directing.

Sejak tahun 2015, bersama para murid dari konsentrasi studi Performing Arts Communication (PAC), ia mempunyai program menulis naskah, melatih, mementaskan, dan mendiskusikan yang diwujudkan dalam produksi dengan judul “Kami Berteater” (PAC Batch 17, 2015), “Kisah Ruang Tunggu” (PAC Batch 18, 2016), serta “Parade 25 Monolog Karya Arswendo Atmowiloto” (PAC Batch 19, 2017).

Dua puluh lima naskah monolog pada buku ini dipersembahkan untuk LSPR Jakarta, sekolah tinggi komunikasi terfavorit se-Indonesia, yang mempunyai tradisi pementasan dan festival seni pertunjukan setiap semester.

Demikian ulasan mengenai monolog. Grameds bisa membaca buku-buku terkait monolog lainnya yang telah direkomendasikan di Gramedia.com. Gramedia selalu memberikan produk-produk terbaik agar kamu memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

BACA JUGA:

  1. Pengertian Drama: Ciri, Unsur, Jenis, Struktur, dan Contohnya
  2. Apa Itu Akting? Pahami Sejarah dan Unsur-Unsur Penting Akting
  3. 7 Jenis Naskah Drama dalam Dunia Sastra
  4. Mengenal Struktur Drama Lengkap dengan Ciri dan Jenisnya
  5. Cabang-Cabang Seni: Pengertian dan Contohnya 

About the author

Gaby

Hai, saya Gabriel. Saya mengenal dunia tulis menulis sejak kecil, dan saya tahu tidak akan pernah lepas dari itu. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya untuk bisa turut memberikan informasi melalui tulisan saya. Saya juga sangat menulis dengan tema kesenian. Dengan seni, hidup akan jadi lebih berwarna.

Kontak media sosial Instagram saya Gabriela