in

Review Buku “Anak Bajang Menggiring Angin” Karya Sindhunata

Review Buku “Anak Bajang Menggiring Angin” Karya Sindhunata – Sejarah dalam bahasa Yunani berarti historia atau mengusut sebuah pengetahuan yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian. Dalam bahasa Arab, sejarah disebut dengan tarikh yang memiliki arti bahwa sejarah merupakan sebuah waktu atau penanggalan. Kemudian dalam bahasa Inggris sejarah merupakan history.

Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis.

Dalam bahasa Indonesia istilah-istilah seperti sejarah, babad, riwayat, hikayat, tawarik, dan tambo merupakan sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi dan  pernah terjadi sebelumnya pada masa lampau. Peristiwa-peristiwa ini dapat juga terkait mengenai asal-usul silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah pada masa itu.

Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis.

Istilah ini masuk dalam bahasa Inggris pada tahun 1390 yang memiliki arti “hubungan peristiwa”. Dalam bahasa Inggris Pertengahan, itu umumnya berarti “sejarah atau cerita dalam bentuk umum.” Batasan makna “merekam peristiwa masa lalu” muncul pada paruh kedua abad ke-15. Francis Bacon menggunakan istilah itu dalam pengertian Yunani ketika dia menulis tentang “Sejarah Alam” pada akhir abad ke-16. Baginya, sejarah adalah “pengetahuan tentang objek yang ditentukan oleh ruang dan waktu”, semacam pengetahuan disediakan oleh ingatan (sains disediakan oleh akal, puisi disediakan oleh imajinasi).

Menilik pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodisasi.

Dalam sebuah ekspresi linguistik sintetik vs. analitik/isolasi dikotomi, sekarang menunjuk kata yang berbeda untuk sejarah manusia atau bercerita secara umum. Dalam bahasa Jerman, Prancis, dan beberapa bahasa Jerman dan Romania, kata yang sama dan digunakan adalah kata “sejarah” dan “cerita”.

Berbicara mengenai sejarah ini sama seperti buku yang akan diulas pada kesempatan kali ini. Buku yang akan diulas atau di-review adalah buku yang berjudul “Anak Bajang Menggiring Angin” karya Sindhunata. Buku ini berisi mengenai cerita sejarah yang dibumbui dengan percintaan yang dahulu kala pernah terjadi di Indonesia. Mungkin sebagian dari kalian tahu sedikit dari beberapa cerita rakyat yang selama ini telah diceritakan dari mulut ke mulut, namun tentu dalam versi yang berbeda dalam buku ini.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Profil Penulis

Sindhunata
Trenz Indonesia

Dr. Gabriel Possenti Sindunata, atau akrab disapa Romo Sindhu, lahir pada 12 Mei 1952 di Batu, Malang, Jawa Timur. Ia memiliki keturunan Tionghoa dari orang tua. Nama ibunya adalah Koo Soen Ling dan nama ayahnya adalah Liem Swie Bie. Setelah lulus dari Seminarium Marianum di Rawan, Malang pada tahun 1970, Sindhunata pindah ke Jakarta, di mana ia memulai karirnya sebagai jurnalis di majalah Teruna pada tahun 1974 sampai 1977 dan di surat kabar harian Kompas pada tahun 1978. Setelah itu, ia menerima gelar sarjana dari Institut Teologi Kentungan, Yogyakarta. Pada tahun 1992 ia menerima gelar PhD dalam bidang Filsafat dan menerbitkan disertasi tentang harapan mesianik masyarakat Jawa dari Hochschule fur Philosophie, Philosophische Fakultat SJ, Munchen, Jerman.

Romo Sindhu tidak hanya seorang imam, tetapi juga seorang sastrawan, jurnalis, filsuf, redaktur, dosen, dan ilmuwan budaya. Keaksaraannya dimulai sebagai mahasiswa sebagai hasil dari hasratnya untuk membaca buku-buku dalam genre budaya, filsafat, babad, sejarah, novel, dan puisi. Hobi membaca ini telah menghasilkan berbagai karya berupa fiksi, karya ilmiah, filsafat budaya, dan laporan pandangan mata.

Dalam karya fiksi yang ia miliki, Romo Sindhu mulai menulis cerita bersambung di harian Kompas pada tahun 1978 tentang kisah Bharatayudha dan kemudian pada tahun 1981 ia menulis tentang kisah Ramayana. Serial Ramayana ini kemudian diterbitkan sebagai buku “Anak Bajang Menggiring Angin” yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan beberapa modifikasi dan tambahan. Beberapa karya sastra terkenal Sindhunata lainnya, antara lain “Semar Mencari Raga”, “Putri Cina”, serta buku-buku lain yang ditulis dalam bahasa Jawa seperti, “Tak Enteni Keplokmu” dan “Aburing Kupu Kupu Kuning”. Ia juga menerbitkan buku puisi dan buku lainnya berjudul “Air Kata-Kata”.

Saat ini, Romo Sindhunata tinggal di Yogyakarta dan mengabdikan hidupnya kepada Tuhansebafai gembala umat Katolik. Ia juga aktif sebagai penulis di beberapa surat kabar, redaktur untuk Majalah Basis, dan dosen di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Detail Buku Anak Bajang Menggiring Angin

beli sekarang

Buku yang berjudul “Anak Bajang Menggiring Angin” ini karya dari Sindhunata yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1983. Buku ini memiliki halaman dengan jumlah 488 halaman. Buku dengan halaman sebanyak itu memiliki ukuran berat 0.52 kg, panjang 21 cm, dan lebar 14 cm. Buku ini ditulis menggunakan bahasa Indonesia. Buku ini juga telah memiliki nomor ISBN yaitu, 9786020312521.

Sinopsis Buku Anak Bajang Menggiring Angin

“Apakah artinya samudra yang luas dan dalam, bila cinta ingin mengarungi dan terjun di dalamnya, Kawanku?” tanya Anila dalam lagunya. Serentak para kera berhenti, sambil menari-nari mereka pun menjawab nyanyian Anila.

“Samudra itu akan menjadi telaga, dan cinta akan menjadi sepasang golek kencana di permukaan airnya. Hilanglah kedalaman lautan, musnahlah luas samudra, dan mandilah sepasang golek-kencana, bersiram-siraman dengan air telaga.”

“Apa artinya kedua daratan yang jauh terpisah, bila cinta hendak mempersatukannya, Kawanku?” tanya Cucak Rawun.

“Daratan itu akan menjadi sejengkal tanah karena sayap cinta. Siapakah yang dapat terbang seperti sambaran halilintar kecuali cinta? Jangankan daratan di dunia, surga pun dalam sekejap akan disentuhnya , bila cinta sudah terbang dengan sayapnya,” sahut para kera menyambut nyanyian Cucak Rawun.

Inilah hari-hari cinta yang dikhayalkan para wanita. Pencuri hati seakan sudah dalam hatinya. Bunga-bunga rangin menderita sakit cinta akan lebah-lebah yang sedang mendengung-dengung di atas pohon beringin. Merak betina memanggil-manggil, suaranya bagaikan penderita cinta yang memetik gending dengan curing.

Itulah sepenggal ekspresi tentang makna cinta yang dengan sangat indah dilukiskan dalam karya sastra ini. Tak banyak karya sastra Indonesia yang dicetak ulang berkali-kali seperti buku Anak Bajang Menggiring Angin ini. Banyak pembaca mengaku telah menemukan pegangan yang menguatkan dan mencerahkan hidupnya. Beberapa penggal kisah dan dialognya telah menyadarkan mereka akan arti penderitaan yang singgah dalam hidup mereka, akan kekuasaan atau jabatan yang mereka emban, persahabatan dan kebersamaan yang mereka jalin, keadilan dan kerendahan hati di tengah segala kepalsuan hidup.

Para pengamat sastra mengatakan bahwa kisah buku ini merepresentasikan perlawanan mereka yang lemah dan tak berdaya menghadapi absurditas nasib dan kekuasaan. Dengan imajinasi simbolik yang sangat kaya disertai penggalian makna-makna filosofis yang sangat dalam, buku ini mampu menghidupkan kembali kisah klasik Ramayana dalam bentuk sebuah karya sastra yang indah namun sangat enak untuk dinikmati.

Review Buku

Kekalahan moralitas manusia melawan godaan keinginan adalah akar dari semua kesengsaraan. Mengadaptasi kisah legendaris Ramayana, buku “Anak Bajang Menggiring Angin” berhasil menekankan nilai-nilai kemanusiaan dengan cara yang luar biasa. Anak Bajang Menggiring Angin adalah buku karya Sindhunata.

Kisah epik yang ada pada “Anak Bajang Menggiring Angin” dimulai dengan kisah Prabu Danareja yang jatuh cinta pada Sukesi, putri raja Kerajaan Alengka. Ayah Danareja, Begawan Wisrawa yang mengetahui isi hati anaknya, pergi ke Alengka untuk melamar Sukeshi. Sayangnya, dia tidak dapat memenuhi permintaan Sukesi, sehingga perjalanannya harus berakhir dengan bencana.

Sukesi meminta kepada yang ingin melamarnya untuk menerjemahkan pengetahuan sejati dari Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, pengetahuan yang dapat membalikkan tatanan alam semesta. Tanpa mengetahui itu, hasrat masih mendera keduanya, mereka gagal. Kegagalan ini akhirnya mengakibatkan tiga raksasa kuat, Kumbakarna, Sarpakenaka, dan sang angkara murka Rahwana.

Secara bergantian, tokoh-tokoh utama dari cerita “Anak Bajang Menggiring Angin” mulai diperkenalkan. Setiap orang memiliki kebijaksanaan, rasa malu, dan dosa mereka sendiri. Perjuangan hati nurani yang abadi untuk melawan hawa nafsu karakter wayang akan menjadi garis utama dari keseluruhan cerita. Namun, buku karya Sindhunata ini dapat memberikan porsi yang cukup untuk aspek-aspek lainnya juga.

Misalnya, nilai pengabdian kepada seorang ibu digambarkan dengan baik oleh kisah Kumbakarna, yang akan memasuki perang. Menjelang akhir panggung, raksasa sebesar gunung yang sangat kuat akan melawan pasukan Rama. Kumbakarna adalah raksasa berbentuk telinga ketika ia lahir, yang merupakan simbol kebijaksanaan. Ukuran dan kekuatannya tidak membuatnya sombong. Ia masih menyempatkan diri untuk meminta restu dan doa dari ibunya, Sukesi.

Sensasi mencekam dan kemewahan berhasil dibangun dengan konsisten menggunakan gaya bahasa dari awal hingga akhir karya sastra “Anak Bajang Menggiring Angin” ini. Pembaca dipaksa untuk menggunakan imajinasi mereka untuk merasakan emosi karakter di setiap paragraf dan halaman. Anehnya, terlepas dari kata-katanya yang unik, dia tidak pernah kehilangan cara untuk (kembali) menceritakan kisah paling menakjubkan di alam semesta dalam dunia pewayangan.

Pada intinya, cerita Ramayana dari buku ini, “Anak Bajang Menggiring Angin” tidak mengalami perubahan. Monyet putih Anoman mampu menaklukkan Rahwana dengan mantra paling kuat yang disebut Aji Wundri, yang konon sebanding dengan cinta tulus ibunya kepada anak-anaknya. Dia tampaknya menjadi tokoh utama dari cerita Ramayana versi Sindhunata. Ternyata sihir saja tidak bisa mengalahkan Rahwana, namun hanya bisa dilawan dengan sihir yang berasal dari kasih sayang dan cinta.

Di akhir cerita, Shinta yang disandera oleh Rahwana berhasil dibawa kembali oleh Rama. Sayangnya, setelah pertempuran sengit dengan raksasa, hati Rama dipenuhi keraguan. Ia tidak yakin Shinta masih mencintainya. Kisah cinta mereka akhirnya telah terdampar dalam api.

Kelebihan Buku Anak Bajang Menggiring Angin

Dengan membaca buku ini, pembaca didorong untuk bisa mengembangkan imajinasi pementasan wayang. Buku ini ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang indah dan puitis, bukan menggunakan bahasa Jawa yang tidak semua orang dapat mengerti artinya. Kata-kata yang dipilih untuk membentuk kalimat puitis, sederhana, tidak bertele-tele, dan sangat menyenangkan untuk dibaca. Pada awalnya, membaca cerita yang berbentuk prosa membuat pembaca merasa sedikit tidak nyaman, tetapi mungkin ini salah satu pilihan penulis untuk menciptakan suasana seperti wayang yang dipimpin oleh dalang.

Kekurangan Buku Anak Bajang Menggiring Angin

Buku ini mengandung beberapa unsur wanita yang sangat kuat, tentunya hal-hal yang bersingungan dengan apa sebelumnya diperjuangkan oleh feminis. Jika para pegiat feminis membaca buku ini, pastinya akan menerima banyak kritik. Hal itu banyak ditemukan pada bagian akhir cerita. Selanjutnya isi cerita dari buku ini terlihat seperti menggantung begitu saja.

Grameds, demikianlah review buku “Anak Bajang Menggiring Angin” karya Sindhunata yang diberikan oleh Gramedia. Kamu dapat membeli dan membacanya jika tertarik. Namun, jika kalian ingin mempelajari ilmu-ilmu lainnya, kalian juga bisa membeli dan membaca buku lain yang ada di Gramedia. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas menyediakan buku-buku berkualitas dan juga bermanfaat untuk kamu. Yuk Grameds, beli bukunya sekarang juga!

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy