Hubungan Internasional Politik Ekonomi Sejarah

Sejarah Terbentuk dan Runtuhnya Uni Soviet

Written by Fandy

Sejarah Terbentuknya Uni Soviet – Banyak orang salah kaprah dengan menyebut Uni Soviet sebagai negara Rusia, padahal hal itu tidaklah benar. Sebenarnya, Uni Soviet itu adalah wilayah yang terbentang di sepanjang Eurasia dan merupakan suatu kesatuan dari 15 negara.

Mungkin penyebab salah kaprah tersebut adalah karena Uni Soviet kala itu kebetulan memiliki ibukota yang terletak di wilayah Moskow, Rusia. Selain itu, wilayah Uni Soviet juga didominasi oleh RSFS Rusia sebagai republik yang terbesar dan terkuat.

Lalu jika bukan Rusia, apa sebenarnya Uni Soviet itu? Bagaimana pula sejarah terbentuknya? Apakah hingga saat ini Uni Soviet masih ada?

Yuk simak ulasan berikut ini supaya Grameds dapat memahami akan hal tersebut!

https://wikimedia.org/

Mengenal Uni Soviet

Uni Soviet adalah sebuah gabungan atau federasi negara-negara yang memiliki paham sosialis-komunis dan berdiri dari tahun 1922 sampai 1992. Federasi tersebut bernama Republics Sosialist Soviet (RSS). Awalnya, federasi RRS ini hanya terdiri atas empat negara saja, yakni Russian Soviet Federated Socialist Republic atau Rusia SFSR, Transcaucasia SFSR, Ukrainian SSR, dan Belorussian SSR.

Berawal dari empat negara, kemudian Uni Soviet berkembang menjadi 15 negara (pada tahun 1956) yang terdiri dari Armenia, Azerbaijan, Byelorussia, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgizstan, Latvia, Lithuania, Moldavia, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan.

Uni Soviet ini menganut sistem politik satu partai, yakni Partai Komunis, hingga tahun 1990. Meskipun sebenarnya, Uni Soviet adalah suatu kesatuan politik dari beberapa negara republik Soviet, tetapi ternyata sistem pemerintahannya sangat terpusat dan menerapkan sistem ekonomi terencana.

Beli Buku di Gramedia

Sejarah Terbentuknya Uni Soviet

Era Kepemimpinan Tsar Nicholas II

Sebelum Uni Soviet terbentuk, ada cikal bakal atau pendahulunya yakni Kekaisaran Rusia. Kerajaan Rusia ini dipimpin oleh seorang kaisar yang dijuluki dengan Tsar. Pada kala itu, pemimpin Tsar kerap bertindak semena-mena kepada rakyatnya.

Pada tahun 1984, yakni pada kepemimpinan Tsar Nicholas II, telah mencapai perkembangan industri secara pesat.Industri yang dikembangkan tersebut meliputi pertambangan, minyak, batu bara, besi, hingga senjata. Bahkan, perkembangan industri mereka tak kalah pesat dengan industri di wilayah Eropa Barat.

Dari perkembangan industri yang pesat ini menyebabkan berkembang pula golongan buruh atau proletar. Kala itu, para buruh justru dijadikan budak bagi para kaum borjuis sehingga menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakat Rusia. Akhirnya, pergerakan sosialisme terus bermunculan.

Pergerakan sosialis yang menentang kapitalis di Rusia ini terus berjuang hingga akhirnya mereka mendirikan Partai Sosial Demokrat pada tahun 1898, yang dicetuskan oleh George Plekhanov. Bersama para kaum buruh lainnya, mereka memperjuangkan persamaan dalam hukum, pers, kemerdekaan, hingga perbaikan nasib supaya sejahtera.

Sayangnya, pada tahun 1903, Partai Sosial Demokrat ini terpecah menjadi Partai Sosialis yang dipimpin oleh George Plekhanov dan Partai Komunis yang dipimpin oleh Vladimir Lenin.

Pada kepemimpinan Tsar II tersebut tidak hanya terjadi perkembangan industri saja, tetapi juga perang antara Rusia dengan Jepang, tepatnya pada 1904-1905 dan kemudian dimenangkan oleh negara Jepang. Hal tersebut mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap Tsar Nicholas II menjadi menurun secara drastis. Nah, baik pendukung Partai Sosialis dan Partai Komunis menuntut perubahan terhadap Kerajaan Rusia.

Perlu diketahui bahwa kekaisaran Tsar Nicholas II ini runtuh disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah Peristiwa Minggu Berdarah yang terjadi pada 22 Januari 1905.

Kala itu, seorang pendeta bernama Georgy Apollonovica Gapon memimpin kaum buruh untuk menuju istana guna menyampaikan petisi berisi tuntutan akan perubahan nasib, terutama pada kaum buruh dan tani. Namun, para pengawal di istana Tsar II tersebut menanggapi kedatangan mereka dengan tembakan senjata api, sehingga menimbulkan kemarahan besar bagi masyarakat Rusia.

Setelah melakukan pemogokan besar-besaran di kota St Petersburg dan pemberontakan, akhirnya perjuangan kaum buruh ini mencapai puncaknya pada tahun 1917. Pada tahun itulah juga terjadi Revolusi Februari yang menyebabkan Tsar Nicholas II menjadi tawanan sehingga harus turun tahta. Pada bulan Februari-Oktober 1917, Rusia dipimpin oleh kaum liberal.

Tepat pada Oktober 1917, revolusi yang dicita-citakan oleh kaum buruh ini dapat terwujud. Para kaum Partai Komunis menjanjikan harapan dan janji kepada kaum buruh dan tani, yakni dengan menyarankan para kaum tani untuk merebut tanah yang kemudian dibagi-bagi, sementara para buruh menyita pabrik. Namun ternyata, saran tersebut justru menjadi pertumpahan darah kembali, yakni antara pendukung Tsar Nicholas II (Tentara Putih) dengan kaum komunis (Tentara Merah).

Konflik tersebut menjadikan kaum komunis atau Tentara Merah menang, sehingga kekuasaan jatuh pada Vladimir Lenin. Selanjutnya, Vladimir Lenin bersama Leon Trotsky dan Joseph Stalin membentuk triade untuk menjadi pemimpin baru bagi Kerajaan Rusia. Nah, Uni Soviet pun resmi dideklarasikan.

Beli Buku di Gramedia

Berdirinya Uni Soviet

Uni Soviet berdiri tepat setelah terjadinya Revolusi Oktober, yakni pada 25 Oktober 1917. Pasca revolusi, Uni Soviet yang awalnya memiliki paham sosialisme berkembang menjadi paham komunisme.

Kala itu juga, Uni Soviet di bawah kepemimpinan Vladimir Lenin mengukuhkan diri sebagai negara komunis. Kemudian pada tahun 1919, Vladimir Lenin bahkan membentuk Komintern (Komunis Internasional) yang nantinya bertugas menyebarkan paham komunisme di seluruh dunia.

Pada masa kepemimpinan Vladimir Lenin, pemerintah berusaha mematahkan sistem patriarki keluarga, yakni dengan memberikan kebebasan hak politik kepada para wanita. Bahkan Vladimir Lenin juga menjalankan adanya New Economic Policy (NEP), dimana para petani dibebaskan dari segala pungutan dan memperbolehkan mereka untuk menjual kelebihan produknya di pasar terbuka. Sistem NEP tersebut tentu saja menguntungkan pihak petani dan bahkan mampu menghidupi perekonomian Uni Soviet.

Namun, setelah Vladimir Lenin meninggal dunia, kepemimpinan Uni Soviet kemudian digantikan oleh Joseph Stalin. Berbeda dengan kepemimpinan sebelumnya, Joseph Stalin justru membuat Rencana Lima Tahun, yakni dengan berupa penghapusan sistem NEP, adanya industrialisasi besar-besaran, kolektivisasi pertanian, hingga mengontrol seluruh aktivitas ekonomi.

Pada masa kepemimpinan Joseph Stalin ini justru kekejaman pemerintahan komunis paling dirasakan. Bahkan dirinya tak sungkan untuk menindas hingga melenyapkan para saingan politiknya. Joseph Stalin mengadopsi langkah Adolf Hitler, yakni dengan mendirikan kamp khusus bagi para pembangkangnya yang diberi nama Gulag. Kamp tersebut didirikan untuk mencegah adanya upaya berbahaya yang mengancam kedudukan Joseph Stalin.

Bahkan, Joseph Stalin melakukan “pembersihan” dengan menerapkan deportasi besar-besaran bagi para etnis minoritas yang menempati kawasan Asia Tengah dan Siberia. Sekitar tahun 1936-1952, upaya “pembersihan” tersebut berhasil mendeportasi sekitar tiga juta manusia.

Setelah Joseph Stalin meninggal, kepemimpinan terus berlanjut hingga Mikhail Gorbachev. Pada era kepemimpinan ini, Mikhail Gorbachev merumuskan sebuah kebijakan tentang perestroika dan glasnost.

Kebijakan Perestroika (restrukturisasi) ini berkaitan dengan mengubah kebijakan sosial dan ekonomi demi kemajuan Uni Soviet. Di bidang sosial yakni dengan meningkatkan disiplin kader partai dan pekerja, juga adanya kampanye anti konsumsi alkohol.

Lalu di bidang ekonomi, yakni perdagangan internasional dan investasi asing yang ketat, akan dikurangi sedikit demi sedikit. Selain itu, adanya pengurangan kontrol negara pada perusahaan-perusahaan.

Sementara itu, kebijakan Glasnost (transparansi/keterbukaan), ini berkaitan dengan kemudahan publik dalam mengakses informasi secara bebas dan menghilangkan sensor yang sebelumnya telah diberlakukan.

Puncaknya adalah ketika Mikhail Gorbachev melakukan amandemen Undang-Undang Pemilu pada tahun 1998. Dalam amandemen tersebut menyatakan bahwa kandidat di luar Partai Komunis mempunyai hak untuk mencalonkan diri untuk menjadi pejabat tingkat nasional dan lokal. Hal tersebut tentu saja disambut baik oleh para masyarakat Uni Soviet.

Pada pasal 72 konstitusi Uni Soviet (yang merupakan “produk” dari Mikhail Gorbachev), berisi tentang “negara bagian memiliki kebebasan untuk melepaskan diri”. Atas dasar pasal tersebut menjadikan satu persatu negara bagian menjadi lepas.

Beli Buku di Gramedia

Runtuhnya Uni Soviet

Akibat adanya pasal 72 konstitusi Uni Soviet yang telah dijelaskan sebelumnya, menjadikan satu per satu negara bagian melepaskan diri dan membentuk negara merdeka sendiri. Sebenarnya, runtuhnya Uni Soviet ini tidak semata-mata disebabkan oleh pasal 72 Konstitusi Uni Soviet tersebut. Ada banyak faktor penyebab yang menjadikan Uni Soviet runtuh.

Bahkan pada kebijakan Glasnost yang berkaitan dengan kebebasan masyarakat untuk mengakses informasi tersebut justru membuat Uni Soviet mengalami perubahan, misalnya meredanya perselisihan antara blok timur (Uni Soviet) dengan blok barat (Amerika Serikat).

Meskipun kebijakan kebebasan dan keterbukaan tersebut membuat perselisihan blok timur dan blok barat mereda, ternyata dalam kelompok masyarakatnya malah muncul pertentangan sosial.

Para kelompok masyarakat ini bersaing untuk memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Ada kelompok moderat yang menyetujui adanya reformasi tetapi paham komunisme harus tetap dijalankan. Ada kelompok konservatif yang menentang reformasi dan ingin paham komunisme tetap dipertahankan. Ada pula kelompok radikal yang mendukung adanya reformasi dan ingin meninggalkan paham komunisme.

Hingga akhirnya pada 19 Agustus 1991, kelompok konservatif yang kala itu dipimpin oleh Wakil Presiden Gennady Yanayev, melancarkan aksi kudeta terhadap kepemimpinan Mikhail Gorbachev. Aksi kudeta tersebut berhasil digagalkan oleh kelompok radikal, yakni Boris Yeltsin.

Meskipun Mikhail Gorbachev selamat dari aksi kudeta, tetapi dirinya harus menghadapi kesulitan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet. Selain itu, kelompok militer juga mulai terpecah belah, bahkan negara-negara bagian juga banyak yang menuntut kemerdekaan.

Akhirnya, Mikhail Gorbachev mengundurkan diri dan menyebabkan kekosongan pemerintahan. Kemudian, Boris Yeltsin selaku pemimpin kaum radikal mengambil alih kekuasaan. Namun, tindakan tersebut tidak didukung oleh beberapa negara bagian, terutama Latvia, Georgia, Lithuania, Estonia, dan Maldova, yang kemudian negara-negara bagian tersebut memisahkan diri dari Uni Soviet dan memperoleh kemerdekaannya.

Atas adanya berbagai konflik tersebut, akhirnya pada 6 September 1991 Uni Soviet dibubarkan. Uni Soviet yang runtuh tersebut kemudian terbagi menjadi beberapa negara yang berdaulat dan menjadikan Federasi Rusia sebagai “pewaris” kebesaran dari Uni Soviet. Negara-negara yang sebelumnya berada di bawah Uni Soviet (kecuali negara Balkan), kemudian membentuk organisasi Commonwealth of Independent States (CIS) di bawah pimpinan Rusia.

Beli Buku di Gramedia

Faktor Penyebab Runtuhnya Uni Soviet

1. Kegagalan Paham Marxisme-Komunisme dan Dampak Perang Dingin

Pada tahun 1946, terjadi Perang Dingin yang antara kedua belah pihaknya lebih mengarah pada perang antar teknologi. Kala itu, Uni Soviet berhasil menjadi negara pertama yang menerbangkan manusia ke luar angkasa sehingga mendapatkan pandangan positif di dunia internasional.

Namun ternyata, Perang Dingin tersebut justru memberikan dampak buruk bagi kelanjutan ekonomi di Uni Soviet. Mulai dari inefisiensi (pemborosan) kerja hingga lemahnya infrastruktur menyebabkan rakyat Uni Soviet mengalami kesulitan dan segala kebijakan tidak memiliki mana yang berarti.

Nah, hal itulah yang menjadi awal dari kegagalan paham Marxisme-Komunisme, yang mana ternyata tidak memiliki kontrol efektif di bidang politik dan ekonomi. Paham tersebut dinilai tidak mampu membuat Uni Soviet menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan zaman.

2. Kebijakan Perestroika dan Glasnost

Pada tahun 1980-an, Uni Soviet mengalami krisis ekonomi dan politik yang meningkat setiap tahunnya. Adanya krisis tersebut tentu saja meningkatkan tindakan kriminalitas dan korupsi. Nah, untuk mengatasinya, Mikhail Gorbachev berusaha membangun kembali Uni Soviet dengan kebijakan Perestroika dan Glasnost.

Sayangnya, kebijakan-kebijakan tersebut justru menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan. Dampak dari kebijakan tersebut adalah dengan penurunan tingkat kehidupan masyarakat. Mulai dari terjadinya pemogokan, aksi demonstrasi, hingga tindakan kriminalitas yang terus meningkat.

Bahkan dampak dari kebijakan Glasnost yang paling terlihat adalah dengan kebebasan media dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Media perlahan mulai mengungkap segala permasalahan sosial dan ekonomi yang selama ini telah ditutupi oleh pihak pemerintah Uni Soviet, salah satunya adalah upaya “pembersihan” yang dilakukan oleh Joseph Stalin. Hal tersebut tentu saja membuat keyakinan publik terhadap sistem komunis Uni Soviet menjadi menurun secara drastis.

Beli Buku di Gramedia

3. Pemisahan Diri Negara Bagian dari Uni Soviet

Buntut dari kebijakan Perestroika dan Glasnost tersebut ternyata berpengaruh pada gerakan separatisme (gerakan memisahkan diri dan mendirikan negara sendiri). Terutama pada Konstitusi Uni Soviet Pasal 72 yang secara langsung mendukung legalitas gerakan separatisme, karena memiliki bunyi “Setiap Republik Uni berhak secara bebas keluar dari USSR”.

4. Bubarnya Pakta Warsawa

Pakta Warsawa adalah sebuah organisasi internasional di bidang pertahanan terutama untuk negara-negara Blok Timur. Organisasi ini dicanangkan oleh Nikita Khrushchev selaku politikus yang sebelumnya pernah memimpin Uni Soviet pada masa awal Perang Dingin.

Atas runtuhnya Uni Soviet juga secara tidak langsung membuat Pakta Warsawa juga ikut runtuh tepat pada 1 Juli 1991. Semua mantan anggota organisasi ini, kecuali Rusia, segera bergabung dengan aliansi “musuh” lama mereka, yaitu NATO.

Mikhail Gorbachev telah melepaskan kontrol atas urusan anggota dari Pakta Warsawa ini. Beliau berpendapat bahwa aliansi ini masih dapat melayani tujuan politik, tetapi tidak dengan militer. Namun, pandangan tersebut seolah “tidak berlaku”.

Beli Buku di Gramedia

Dampak Runtuhnya Uni Soviet

Secara tidak langsung, runtuhnya Uni Soviet jelas memberikan dampak besar terhadap situasi dunia. Hal tersebut karena Uni Soviet merupakan negara adidaya sehingga tentu saja dalam keruntuhannya pun memberikan pengaruh kepada negara-negara lain.

Nah, berikut adalah dampak dari runtuhnya Uni Soviet:

  • Berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat (Amerika Serikat) dengan Blok Timur (Uni Soviet)
  • Negara-negara komunis berubah menjadi negara demokrasi
  • Berkurangnya kecemasan dunia akan kemungkinan terjadi Perang Dunia III
  • Amerika Serikat “tampil” sebagai negara adidaya
  • Tumbangnya paham komunisme di beberapa negara Eropa Timur

Beli Buku di Gramedia

Nah, itulah penjelasan mengenai sejarah terbentuk hingga runtuhnya Uni Soviet. Jika ada pertanyaan apakah Uni Soviet itu masih ada, jawabannya ada tidak karena telah resmi dibubarkan. Namun, negara yang menjadi “pewaris” kebesaran dari Uni Soviet masih ada, yakni negara Rusia.

Sumber:

https://www.academia.edu/ 

Baca Juga!

  1. Memahami Perang Dunia II dan Dampaknya Bagi Indonesia
  2. Pengertian Imperialisme dan Kolonialisme
  3. Perang Dunia I dan Negara yang Terlibat
  4. Mengenal Apa Itu Kerja Sama Internasional
  5. Memahami Sistem Ekonomi Sosialis
  6. Apa Itu Ideologi?
  7. Bagaimana PBB Terbentuk?

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.