Sejarah

Pengertian Politik Etis: Program, Latar Belakang, dan Tokoh yang Terlibat

Written by Fandy

Apa Itu pengertian politik etis? Politik etis adalah kebijakan yang pernah diterapkan di Indonesia. Kebijakan ini disebut-sebut sebagai balas budinya bangsa Belanda kepada bangsa Indonesia. Hal itu karena diterapkannya sistem tanam paksa.

Namun, apa itu pengertian politik etis? Artikel ini akan membahas mengenai pengertian politik etis, latar belakang politik etis, program politik etis dan siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat di dalam politik etis.

Pengertian Politik Etis

Illustration of a Public buildings on the Esplanade in Bombay

Pengertian politik etis adalah salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Politik etis ini disebut juga sebagai politik balas budi. Politik etis atau politik balas budi adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Kebijakan politik etis ini diterapkan pada tahun 1901. Kebijakan ini adalah gagasan dari Van Deventer. Pemerintah Belanda memiliki keharusan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.

Caranya adalah dengan melalui 3 program yang diusung. Ketiga program tersebut adalah irigasi, edukasi dan emigrasi. Dengan demikian, politik etis adalah salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Belanda di Indonesia. Politik etis ini menekankan pada kewajiban moral mensejahterakan masyarakat Hindia Belanda, atau Indonesia.

Hindia Belanda 1930

Hindia Belanda 1930

Beli Buku di GramediaBuku ini memberikan banyak sekali informasi berharga seputar Hindia Belanda (Indonesia) pada tahun-tahun sekitar 1930 dan tahun-tahun sebelumnya. Mulai dari keadaan flora-fauna, populasi, pendidikan, kesehatan, pelayanan transportasi publik, pemerintah, perundangan agraria, hukum, bank, pertanian dan holtikultura, pengolahan hutan, tambang, hukum perdagangan, pelayaran, jalan, turisme, hingga sejarah. Plus, bagaimana Hindia Belanda dikelola dan diatur dalam sebuah sistem pemerintahan, administrasi, hukum, dan layanan publik yang begitu modern.

Latar Belakang Politik Etis

Antique photograph of the British Empire: Annexation of the territory of the king of Ado

Di dalam sejarah bangsa Indonesia, tercatat bahwa Indonesia sudah dijajah oleh pemerintah Belanda. Lama jajahannya adalah sekitar 350 tahun. Selama masa-masa penjajahan tersebut, pemerintah kolonial Belanda menerapkan sebuah sistem

Sistem tersebut bernama sistem tanam paksa. Di dalam sistem tanam paksa, masyarakat Indonesia mengalami kesengsaraan. Selain itu, masyarakat Indonesia juga mengalami berbagai kerugian.

Bahkan kerugiannya terbilang cukup besar. Kerugian itu meliputi materiil maupun tenaga. Rakyat Indonesia merasakan penderitaan yang luar biasa.

Hal itu terjadi karena adanya berbagai penindasan. Serta penekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial kepada rakyat Indonesia. Tanam paksa ini memiliki nama lain yaitu sistem kultivasi atau cultuurstelsel.

Pada saat diberlakukannya sistem tanam paksa ini, masyarakat diatur untuk menyisihkan sebagian hartanya. Sistem tanam paksa membuat suatu aturan yang mewajibkan setiap desanya menyisihkan sekitar 20% sebagian tanahnya. Hal tersebut digunakan untuk menanami komoditas ekspor.

Komoditas tersebut seperti tebu, kopi, teh dan tarum. Hasil panen dari tanaman-tanaman tersebut nantinya akan dijual. Harga penjualan hasil panennya juga sudah ditetapkan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Sementara itu, bagi masyarakat yang tidak mempunyai lahan perkebunan atau lahan pertanian dialihkan. Mereka diwajibkan untuk bekerja pada perkebunan milik pemerintah. Waktu pelaksanaan kerjanya selama 75 hari dalam setahun.

Aturan tersebut ditetapkan oleh gubernur jenderal Johannes Van Den Bosch. Terjadi pada tahun 1830. Sistem tanam paksa atau cultuurstelsel ini sebenarnya mendapat banyak protes dari warga. Selain itu, sistem tanam paksa ini juga mendapat berbagai kecaman dari warga Belanda.

Hal itu terjadi karena mereka menganggap bahwa sistem tanam paksa ini adalah kebijakan yang tidak berkemanusiaan. Kemudian pada tahun 1890, tokoh politik bernama C. Th. Van Deventer mengemukakan politik etis. Politik etis digunakan untuk menyelamatkan hak-hak rakyat Indonesia. Selain itu, politik etis juga dijadikan sebagai desakan golongan liberal kepada parlemen kolonial Belanda.

BACA JUGA: Tujuan Pembentukan VOC: Sejarah, Dampak, Alasan Pembubaran, dan Tokoh Dibalik VOC

Th. Van Deventer adalah seorang ahli hukum dari Belanda. Ia mengisahkan bagaimana perjuangan dari rakyat Indonesia yang hasilnya justru dinikmati oleh rakyat Belanda. Kisah tersebut dituliskan di dalam majalah De Gids dengan judul Eeu Ereschuld atau Hutang Budi.

Gagasan yang dikemukakan oleh Van Deventer ini mendapatkan dukungan penuh dari Ratu Wilhelmina. Gagasan ini juga pernah disebutkan di dalam pidatonya pada tahun 1901. Dukungan dari Ratu Wilhelmina juga dibuktikan melalui terbitnya kebijakan baru.

Kebijakan baru tersebut berisi mengenai program-program untuk para penduduk wilayah jajahan. Program tersebut dinamakan dengan Trias Van Deventer. Program ini berisi mengenai tiga tujuan. tujuan-tujuan tersebut adalah Edukasi, Irigasi dan Transmigrasi.

​Serdadu Belanda di Indonesia 1945-1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah

​Serdadu Belanda di Indonesia 1945-1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah

Beli Buku di GramediaBuku ini didasarkan atas pelbagai surat, buku harian, buku kenangan, dan memoar mereka. Apa yang terungkap tentang tindak kejahatan perang itu seringkali mengejutkan. Tetapi juga menyangkut tema-tema lain: ketegangan antara misi Belanda dan realita di tempat yang sulit dikendalikan; sikap mengerti atau tidak mengerti tentang orang-orang Indonesia dan perjuangan mereka untuk merdeka; frustrasi-frustrasi terhadap pimpinan militer dan politik; ketakutan, rasa dendam dan malu; kebosanan dan seks; merasa asing di tanah Hindia dan juga di rumah sepulang mereka ke negeri Belanda; kemarahan atas tahun-tahun yang hilang dan rasa kurang dihargai.

Program Politik Etis

Antique illustration of a Uniforming of the protective group for German East Africa.

1. Irigasi

Salah satu program politik etis adalah irigasi. Di dalam program ini, pemerintah Hindia Belanda melakukan beberapa pembangunan fasilitas. Pembangunan-pembangunan tersebut digunakan untuk menunjang kesehatan dari rakyat Indonesia.

Diberikan sarana dan dan prasarana untuk mendukung aktivitas pertanian. meliputi pembuatan waduk, perbaikan dari sanitasi, jalur transportasi untuk mengangkut hasil tani dan lain sebagainya.

2. Edukasi

Program kedua politik etis adalah edukasi. Melalui program edukasi, dilakukannya peningkatan kualitas sumber daya manusia atau SDM di Indonesia. Selain itu, ditingkatkan pula upaya untuk mengurangi angka buta huruf di masyarakat.

Dimulai juga pelaksanaan-pelaksanaan pengadaan sekolah untuk rakyat. Akan tetapi, berdasarkan penjelasan dari Suhartono di dalam Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945 (2001:7), hanya kaum laki-laki saja yang boleh mengenyam pendidikan pada masa itu. Sedangkan kaum perempuan hanya belajar di rumah saja.

  •       Hollandsche Inlandsche School (HIS), adalah sekolah dasar untuk masyarakat pribumi.
  •       Europeesche Lagere School (ELS), adalah sekolah dasar untuk anak Eropa dan para pembesar pribumi.
  •       Hogere Burgerlijk School (HBS), adalah sekolah menengah yang diperuntukkan bagi siswa lulusan ELS.
  •       Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), adalah sekolah menengah bagi siswa lulusan HIS.
  •       Algemeene Middelbare School (AMS), adalah sekolah menengah atas bagi siswa lulusan HBS dan MULO.
  •       School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), adalah sekolah pendidikan dokter Jawa.
  •       Recht Hoge School, adalah sekolah hukum.
  •       Landbouw School, adalah sekolah pertanian .
  •       Technik Hoghe School, adalah sekolah teknik.

3. Emigrasi

Emigrasi adalah program ketiga dari politik etis. Emigrasi ditetapkan dalam rangka memeratakan kepadatan penduduk yang terjadi di Indonesia atau Hindia Belanda, pada saat itu. Pada tahun 1900, Jawa dan Madura sudah dihuni oleh 14 juta jiwa. Melalui kebijakan ini, didirikanlah sebuah pemukiman baru.

Pemukiman-pemukiman tersebut dibuat di Sumatera. Hal ini disediakan untuk tempat perpindahan rakyat dari wilayah-wilayah yang memiliki penduduk yang padat. Kebijakan ini mulai aktif pada tahun 1901.

Tokoh-tokoh yang Terlibat dalam Politik Etis

Engraving From 1882 Of The Signing Of The Declaration Of Independence By The American Founding Fathers.

1. Pieter Brooshooft

Pieter Brooshooft adalah seorang wartawan sekaligus sastrawan asal Belanda. Ia mengelilingi wilayah Jawa pada tahun 1887. Ia juga mendokumentasikan bagaimana kesengsaraan yang dialami oleh rakyat pribumi Hindia Belanda pada saat itu.

Kesengsaraan yang dialami oleh rakyat pribumi terjadi akibat kebijakan tanam paksa. Selain itu, perkebunan swasta juga menjadi alasan dari kesengsaraan rakyat pribumi. Kemudian Pieter Brooshooft melaporkan hal tersebut pada 12 polisi Belanda.

Salah satunya dalam bentuk buku. Buku tersebut berjudul Memorie Over den Toestand in Indie, atau bermakna Catatan Mengenai Keadaan di Hindia. Di dalam buku tersebut, berisi sebuah kritik mengenai para bandar dan pajak.

Meskipun kebijakan politik etis ini sudah berhasil dirumuskan, tetapi ia tetap kecewa. Ia menyayangkan mengenai penerapannya. Hal itu karena menurutnya, penerapan dari politik etis ini penuh dengan sebuah penyimpangan.

Kemudian ia pulang ke Belanda. Kepulangannya terjadi pada tahun 1904. Tulisan dari Pieter Brooshooft ini adalah salah satu inspirasi utama dalam terbitnya politik etis. Selain karya yang lain seperti Max Havelaar yang dibuat oleh Multatuli.

2. Conrad Theodore van Deventer

Van Deventer adalah seorang ahli hukum dari Belanda. Ia datang ke Indonesia menjadi seorang pengusaha perkebunan. Hal itu membuatnya dapat menikmati kekayaannya.

Akan tetapi, meskipun ia menikmati kekayaannya, ia juga berpendapat bahwa perlu adanya perlakuan yang lebih baik. Perlakukan baik tersebut ditujukan untuk masyarakat pribumi Hindia Belanda. Kemudian van Deventer menulis Een Eereschuld yang berarti kehormatan.

Tulisan tersebut ditulis pada tahun 1899. Tulisan tersebut berarti Belanda memiliki sebuah hutang kehormatan. Hutang kehormatan tersebut juga harus dibayar.

Terlebih atas kekayaan-kekayaan yang diterima dari penderitaan masyarakat pribumi. Sebagai anggota parlemen, ia juga menyelesaikan laporannya. Laporan tersebut mengenai kondisi Hindia Belanda.

Ia menyerahkan laporannya pada Menteri Daerah Jajahan Idenburg. Selain itu ia juga mempermasalahkan kebijakan pemerintah atas kondisi yang terjadi tersebut.

3. Edward dan Ernest Douwes Dekker

Edward Douwes Dekker memiliki nama lain Multatuli. Ia adalah orang yang menulis sebuah buku bernama Max Havelaar. Buku tersebut menjelaskan tentang bagaimana masyarakat terlihat terhimpit.

Ia menilai bahwa masyarakat terhimpit di antara kepentingan kolonial belanda, sekaligus dari penguasa lokal. Keduanya sama-sama ingin mempertahankan kekuasaannya. Ia juga mempermasalahkan pemerintah yang seharusnya lebih tegas lagi kepada penguasa lokal. Sekaligus membangun sistem pemerintahan yang berpihak pada kesejahteraan para rakyatnya.

Ernest Douwe Dekker atau Setiabudi adalah keturunan dari Edward Douwes Dekker. Ia memperjuangkan kalangan Indo, atau golongan campuran. Pada saat itu, kalangan Indo memang terabaikan di dalam kebijakan politik etis.

Kalangan Indo tidak termasuk ke dalam orang-orang yang diprioritaskan untuk pendidikan politik etis. Akan tetapi, biasa pendidikan ke luar negeri juga terlalu mahal untuk mereka. Ernest Douwes Dekker berharap bahwa pendidikan adalah hal yang dapat diakses oleh semua golongan atau kalangan.

Itulah ulasan mengenai pengertian politik etis sampai siapa saja tokoh yang terlibat di dalam kebijakan politik etis ini. Temukan informasi lainnya di www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.

Sistem Politik Indonesia Pemahaman Secara Teoretik & Empirik Edisi Kedua

Sistem Politik Indonesia Pemahaman Secara Teoretik & Empirik Edisi Kedua

Beli Buku di GramediaBuku ini menjelaskan sistem politik di Indonesia yang tidak semata-mata hanya bersifat teoritis namun juga secara empirik. Artinya dalam pembahasannya diberikan pula ulasan yang disesuaikan dengan konteks di mana sistem politik itu pernah diberlakukan di Indonesia, yakni masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Buku yang disusun secara sistematis, mudah dicerna dan dipahami ini merupakan acuan utama bagi mahasiswa yang mendalami mata kuliah Sistem Politik Indonesia. Juga merupakan referensi wajib bagi para praktisi organisasi politik, partai politik, elite politik, anggota legislatif, lembaga swadaya masyarakat, dan para birokrat, baik di pemerintahan pusat maupun daerah.

Penulis: Wida Kurniasih

Sumber: dari berbagai sumber

BACA JUGA:

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.