Psikologi

Pengertian IQ, EQ, dan TQ beserta Sejarahnya

Written by Sevilla Nouval

Apa Itu IQ, EQ, dan TQ – Grameds, pasti kalian pernah kan mengalami beberapa hal ini. Kalian didoakan, diharapkan, hingga dipaksa, bahkan diomelin sama orang tua kalian cuma biar jadi pintar. Hal tersebut karena punya seorang anak yang pintar dan cerdas merupakan dambaan setiap orang tua.

Maka dari itu, tak sedikit orang tua yang suka membawa anak-anaknya untuk tes kecerdasan IQ, EQ, dan TQ. Meski begitu, tentunya setiap orang memiliki kecerdasan yang berbeda-beda dan tidak bisa disamakan satu sama lain.

Namun, seiring berkembangnya zaman, hasil tes IQ bukan lagi satu-satunya penentu kecerdasan seseorang. Ada banyak faktor dalam setiap individu yang menentukan kecerdasan maupun kesuksesannya masing-masing.

Akan tetapi, sudahkah Grameds mengetahui apa sih sebenarnya IQ, EQ, dan TQ itu? Bagaimana sejarahnya dan apa perbedaannya?

Sebelum kita lanjut ke pembahasan yang lebih dalam. Yuk, kita ketahui dulu secara singkat tentang ketiganya. IQ adalah kecerdasan intelektual, sementara EQ merupakan kecerdasan emosional. Nah, kalau TQ, yaitu kecerdasan transendental.

Dari namanya, ketiganya memang mirip. Namun, IQ, EQ, dan TQ memiliki perbedaan yang signifikan. Satu-satunya persamaan antara ketiganya, yakni digunakan sebagai ukuran kecerdasan seseorang. Lalu, apa saja perbedaan IQ, EQ, dan TQ? Yuk, simak selengkapnya dalam artikel ini.

https://pixabay.com/

Pengertian Intelligent Quotient (IQ)

Intelligence Quotient atau yang biasa kita sebut dengan IQ merupakan suatu indikator untuk mengukur kecerdasan seseorang. Kecerdasan yang dimaksud, yaitu kecerdasan yang terbentuk atas proses pembelajaran dan pengalaman hidup.

IQ menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir, mengingat, memahami, mengevaluasi, mengolah, menguasai lingkungan, dan bertindak secara terarah. Biasanya, IQ memiliki kaitan yang erat dengan intelektual, logika, kemampuan menganalisis, pemecahan masalah matematis, dan strategis.

Selain itu, IQ juga memiliki keterkaitan dengan keterampilan berkomunikasi, merespons atau menanggapi hal-hal yang ada di sekitarnya, serta kemampuan mempelajari materi-materi bilangan, seperti matematika.

Melalui sekolah, kecerdasan ini diasah dengan berpikir secara rasional. Misalnya, saat kita belajar tentang matematika, kita dilatih untuk memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah dari soal itu.

Sejarah Intelligent Quotient (IQ)

Nah, sebenarnya dari mana sih konsep tes kecerdasan intelektual ini tercipta? Konsep tes IQ ini mulai ada sejak akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1890-an.

Konsep ini diciptakan dan terpikirkan pertama kali oleh Francis Galton (sepupu Charles Darwin sang Bapak Evolusi). Galton mengambil landasan dari teori Darwin mengenai konsep survival individu dalam suatu spesies. Sederhananya, yaitu teori mengenai cara bertahan hidup masing-masing orang, karena keunggulan dari sifat-sifat tertentu yang dimilikinya dan merupakan turunan dari orang tua mereka.

Galton pun menyusun sebuah tes yang mengukur intelegensi manusia dari aspek kegesitan dan refleks otot-ototnya. Baru lah di awal abad ke-20, Alfred Binet, seorang psikolog dari Perancis, mengembangkan alat ukur intelegensi manusia yang sekarang telah dipakai oleh banyak orang.

Di tahun 1983, penelitian mengenai konsep tes intelegensi manusia ini pun berlanjut oleh psikolog Harvard, Howard Gardner. Ia menyebutkan, bahwa kecerdasan manusia bukan merupakan sebuah konsep tunggal atau bersifat umum.

Menurutnya, kecerdasan tersebut merupakan beberapa set kemampuan yang spesifik dan berjumlah lebih dari satu. Semua itu merupakan fungsi dari bagian-bagian dari otak yang terpisah, serta merupakan hasil dari evolusi manusia selama jutaan tahun.

Seiring perkembangan zaman, orang-orang mulai sadar akan pentingnya intelegensi dan pengetesannya. Banyak para ahli psikologi yang mulai meneliti dan membuat berbagai hipotesis tentang kecerdasan. Muncullah perbedaan pendapat dengan masing-masing bukti yang dianggap kuat oleh masing-masing pihak.

Ada yang menganggap bahwa, kecerdasan adalah konsep tunggal yang dinamakan Faktor G (General Intelligence). Ada juga yang menganggap kecerdasan itu pada intinya terbagi jadi dua macam set kemampuan, yaitu fluid (Gf) dan crystallized (Gc). Oleh sebab itu, sepanjang abad ke-20, berbagai macam pengetesan kecerdasan pun akhirnya banyak yang berpatokan ke pandangan-pandangan itu.

Faktor lain yang turut andil dan memiliki peran besar dalam membentuk kecerdasan seseorang, yakni faktor genetik. Ini lah teori yang dimaksud oleh Galton. Maka, umumnya tingkat IQ seseorang tidak jauh berbeda dengan saat mereka masih kecil hingga dewasa.

Namun, tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal lain yang mempengaruhi tingkat kecerdasan intelektual seseorang. Misalnya, seperti lingkungan dan ilmu pengetahuan yang didapat selama proses akademik.

Beli Buku di Gramedia

Jenis-Jenis Intelligent Quotient (IQ)

Mengutip Very Well Mind, menurut Howard Gardner awalnya ada delapan jenis kecerdasan manusia. Kedelapan jenis IQ itu antara lain, sebagai berikut.

  • Kecerdasan linguistik (verbal-linguistic)
  • Kecerdasan matematik atau logika (logical-mathematical)
  • Kecerdasan spasial (visual-spatial)
  • Kecerdasan kinetik dan jasmani (bodily-kinesthetic)
  • Kecerdasan musikal (music-rhythmic and harmonic)
  • Kecerdasan interpersonal (interpersonal)
  • Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal)
  • Kecerdasan naturalis (naturalistic)

Nah, seiring berjalannya waktu, akhirnya Gardner menambahkan satu lagi aspek kecerdasan kesembilan, yaitu eksistensial (existential). Kecerdasan yang mencakup sisi spiritual dan transendental. Walaupun akhirnya jenis kecerdasan ini mulai populer, tapi teori mengenai eksistensial ini mendapat banyak kritik karena kurangnya bukti empiris.

Oleh karena itu, sampai sekarang para ahli belum sepakat dalam mendefinisikan apa itu kecerdasan, diukur menggunakan alat apa, serta apa arti dari skor kecerdasan seseorang. Di beberapa negara maju, sekarang banyak yang sudah tidak memakai istilah tes IQ lagi. Alih-alih, mereka menyebutnya dengan tes tertentu, seperti tes kemampuan akademik, tes kecerdasan verbal, dan sebagainya.

Pengertian Emotional Quotient (EQ)

Emotional Quotient atau EQ merupakan kecerdasan emosional yang berkaitan dengan karakter. Kecerdasan ini berhubungan dengan kemampuan diri dalam mengontrol perasaan, mengenali perasaan orang lain, adaptasi, disiplin, tanggung jawab, kerja sama, dan juga komitmen. EQ pun terkait dengan kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, dan mengontrol emosi dirinya serta emosi terhadap orang-orang di sekitarnya.

Seseorang yang tidak memiliki EQ yang baik, tidak akan bisa mengontrol amarah, kurang terbuka, sulit bekerja sama dengan orang lain, mudah curiga, susah memaafkan, hingga tidak bisa berempati, dan lain sebagainya.

Banyak hal dalam hidup yang dibangun oleh kecerdasan emosional daripada kecerdasan intelektual. Para peneliti pun mengatakan, bahwa EQ mempunyai posisi lebih penting daripada IQ.

Sebab, IQ tidak sama dengan EQ. Bisa saja seseorang yang memiliki IQ rendah, tapi ia memiliki EQ yang amat tinggi. Di samping itu, EQ juga bukan turunan maupun bawaan sejak lahir. EQ dapat diasah, diperkuat, serta diajarkan kapan saja melalui pendidikan karakter, memahami perasaan orang lain, dan sebagainya

Begitu juga dalam dunia kerja. EQ menjadi satu hal yang sangat penting. Sebab, kamu tentu tidak akan bekerja seorang diri. Kamu akan berhubungan dan berkomunikasi dengan banyak pihak, seperti rekan kerja, atasan, hingga klien. Maka dari itu, kecerdasan emosional yang baik diperlukan agar kamu bisa menjalin kerja sama yang baik pula.

Beli Buku di Gramedia

Sejarah Emotional Quotient (EQ)

Konsep Emotional Quotient pertama kali diciptakan oleh Keith Beasley yang dimuat dalam tulisannya di artikel Mensa pada tahun 1987. Akan tetapi, istilah EQ ciptaanya baru mendunia (dan berubah menjadi EI) setelah Daniel Goleman menerbitkan bukunya pada tahun 1995 yang berjudul “Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ”. Walaupun buku Goleman dianggap bukan sebagai buku akademik, tapi konsep EI yang disusun olehnya membuat para ahli psikologi lagi-lagi berlomba-lomba membuat penelitian tentang hal ini.

Alasan Goleman mengubah istilah EQ menjadi EI karena lebih tepat penggunaannya untuk menjelaskan konsep kecerdasan emosional yang dimaksud. Dari situ lah, akhirnya para ahli juga lebih milih istilah Emotional Intelligence (EI).

Namun, walau konsep EI ini sudah diterima di kalangan umum. Masih banyak ilmuwan dan praktisi psikologis yang tetap skeptis dengan konsep kecerdasan emosional. Mereka sering sekali mengkritik cara pengetesannya.

Pasalnya, ilmuwan harus bekerja berdasarkan bukti. Jika seorang ilmuwan di bidang apapun membuat suatu hipotesis, maka harus didukung dengan pengukuran yang akurat.

Jenis-Jenis Emotional Quotient (EQ)

Goleman pun membagi kemampuan-kemampuan emosional ini menjadi lima jenis. Kelima jenis EQ itu antara lain, sebagai berikut.

  • Kesadaran diri,
  • Kontrol diri,
  • Kemampuan sosial,
  • Empati,
  • Motivasi.

Menurut Goleman, orang yang memiliki IQ tinggi tanpa kelima kemampuan ini, akan terhambat dalam kegiatan akademik serta pekerjaannya.

Beli Buku di Gramedia

Pengertian Transcendental Quotient (TQ)

Transcendental Quotient atau TQ merupakan kecerdasan transendental yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memaknai hidup dan kehidupannya melalui perspektif agama. TQ juga bisa kita sebut sebagai kecerdasan ruhaniah/ilahiyah, yaitu pengembangan dari kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan transendental ini memiliki konsep visioner yang jauh ke depan.

TQ berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memahami dan melaksanakan aturan transendental itu sendiri. Bagi umat Islam, aturan trasendentalnya adalah Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW.

Sementara bagi umat lain, aturan trasendentalnya adalah peraturan-peraturan yang ada dalam kitab-kitab agama mereka masing-masing. Meski begitu, konsep kecerdasan transendental ini lebih ditujukan untuk umat Islam.

Kecerdasan transendental pada dasarnya harus tercermin pada perilaku manusia. Pemahaman filosofis terhadap kecerdasan transendental dan penerapannya secara konsekuen dan konsisten, memberikan banyak terhadap perilaku manusia di dalam berbagai kondisi. Selain perilaku dalam menjalankan ibadah, perilaku seseorang dengan kecerdasan transendental tinggi juga tercermin pada akhlak mereka yang mulia.

Sejarah Transcendental Quotient (TQ)

Konsep kecerdasan yang satu ini merupakan konsep paling baru yang mulai diterima sama banyak orang. Lebih mengejutkannya lagi, konsep kecerdasan transendental ini diciptakan oleh orang Indonesia lho, Grameds.

TQ dipelopori oleh pemikiran Toto Tasmara yang diterbitkan dalam buku berjudul Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence) pada tahun 2001. Kemudian diteliti lebih lanjut oleh Syahmuharnis dan Harry Sidharta di tahun 2006 dengan menerbitkan buku Transcendental Quotient: Kecerdasan Diri Terbaik.

Pada bagian pengantar Toto menyampaikan, bahwa penggunaan kata kecerdasan ruhaniah atau Transcendental Intelligence dimaksudkan agar orang-orang lebih mudah memahami perbandingan konsep buatannya dengan konsep kecerdasan spiritual negara Barat. Konsep yang ia tawarkan banyak merujuk pada Al-Quran dan hadis yang diyakini sebagai sumber pemikiran yang bersifat universal dan juga sebagai cara hidup manusia (way of life).

Dalam menyajikan konsep kecerdasan transendental, Toto banyak mengaitkannya dengan ajaran mahabbah dan akhlak. Menurutnya, kecerdasan ruhaniah adalah kecerdasan yang berpusatkan pada hati yang diliputi rasa cinta (mahabbah) kepada Allah SWT. Toto pun menggunakan taqwa sebagai indikator pengukurannya.

Melalui pemikiran Toto, Syahmuharnis dan Harry Sidharta mencoba penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan berbagai pandangan ilmiah tentang spiritualisme dan konsep kehidupan menurut aturan transendental. Menurut keduanya, konsep kecerdasan ini sangat perlu dipahami agar meresap ke dalam akal budi manusia, sehingga melandasi seluruh perilakunya sehari-hari.

Konsep TQ dalam buku mereka pun sama dengan konsep TI ciptaan Toto. Hanya saja, TQ yang merupakan pengembangan lanjutan dari TI ciptaan Toto ini lebih jelas lagi, terutama dalam penjabaran cara pengukuran dan kaitan TQ dengan konsep kecerdasan lainnya yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu, seperti IQ, EQ, SQ, dan lainnya.

Beli Buku di Gramedia

Jenis-Jenis Transcendental Quotient (TQ)

Menurut Syahmuharnis dan Harry, indikator perilaku manusia dengan kecerdasan transendental (TQ) yang tinggi dapat diperhatikan dari dua jenis perilaku, yaitu dalam beribadah dan kehidupan sehari-hari. Berikut daftar perilaku manusia yang termasuk dalam dua jenis TQ.

Perilaku dalam beribadah mencakup dua hal, yaitu:

  1. Hanya menyembah Allah SWT.
  2. Menjalankan kewajiban agama.

Dalam perilaku sehari-hari mencakup 22 hal, antara lain:

  1. Menyayangi kedua orang tua.
  2. Memiliki integritas yang tinggi.
  3. Bertanggung jawab.
  4. Berlaku adil.
  5. Disiplin dan sungguh-sungguh.
  6. Cerdas dan berilmu.
  7. Tahan terhadap cobaan.
  8. Selalu mensyukuri nikmat.
  9. Terpercaya (amanah).
  10. Tidak sombong.
  11. Produktif, inovatif, dan kreatif.
  12. Selalu berpikir positif dan termotivasi.
  13. Selalu berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran.
  14. Menjaga kebersihan diri.
  15. Percaya diri dan berusaha konsisten.
  16. Tidak pemarah dan suka memberi maaf.
  17. Tidak boros dan kikir.
  18. Bersatu dan menjaga silaturahmi.
  19. Peduli dan menghargai.
  20. Selalu menjaga ucapannya.
  21. Selalu berusaha untuk lebih baik.
  22. Memiliki toleransi yang tinggi tanpa mengorbankan aqidah.

Bagi para pencipta konsep kecerdasan transendental ini, manusia yang memiliki TQ tinggi maka secara otomatis memiliki EQ, SQ, dan Quotient lainnya dengan tingkat yang tinggi pula. Namun, manusia itu belum tentu memiliki IQ yang tinggi, tapi termasuk orang yang cerdas.

Orang-orang yang memiliki TQ tinggi telah memahami dan mengamalkan aturan transendental secara sungguh-sungguh. Tata aturan bagi manusia untuk menjalankan hidup, yaitu memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Aturan tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam menjalankan ibadah maupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Mereka menjalankan kehidupan dengan selalu mengerahkan akal-budi, menjaga kesadaran diri, mengedepankan etika dan moral, dilandasi iman dan takwa, mengacu kepada aturan trasendental, dan selalu mengiringi perjuangan hidupnya dengan doa dan ibadah. Semua perilaku di atas adalah komponen kecerdasan transendental (TQ).

Beli Buku di Gramedia

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas, tentunya Grameds bisa menarik kesimpulan dari perbedaan IQ, EQ, dan TQ. Ketiganya memiliki perbedaan yang sangat jauh. IQ digunakan untuk mengukur kecerdasan intelektual, EQ mengukur kecerdasan emosional seseorang, sedangkan TQ adalah ukuran kecerdasan dari sudut pandang agama.

Ketiganya memiliki aspek atau jenisnya masing-masing. Grameds pun bisa mengembangkan aspek-aspek tersebut untuk meningkatkan tiga jenis kecerdasanmu. Grameds dapat menemukan banyak sekali buku-buku cara meningkatkan IQ, EQ, dan TQ di Gramedia kesayangan mu atau melalui Gramedia.com.

Nah, itulah penjelasan singkat dan sederhana mengenai IQ, EQ, dan TQ. Sekarang Grameds sudah lebih paham, bukan?

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Penulis: Indah Utami

Baca Juga!

  1. Contoh Soal Psikotes dan Trik Untuk Menjawabnya
  2. Mengenal Apa Itu Perkembangan Kognitif dan Tahapannya
  3. Pengertian Kurikulum dan Fungsinya Dalam Pendidikan
  4. Memahami Apa Itu Teori Psikoanalisis
  5. Kemampuan Kognitif Untuk Berpikir
  6. Tipe Kepribadian Berdasarkan Golongan Darah
  7. Mengenal Sistem Syaraf pada Manusia
  8. Cara Menghafal dengan Cepat dan Mudah

About the author

Sevilla Nouval

Saya hampir selalu menulis, setiap hari. Saya mulai merasa bahwa “saya” adalah menulis. Ketertarikan saya dalam dunia kata beriringan dengan tentang kesehatan, khususnya kesehatan mental. Membaca dan menulis berbagai hal tentang kesehatan mental telah membantu saya menjadi pribadi yang lebih perhatian dan saya akan terus melakukannya.

Kontak media sosial Instagram saya Sevilla