Sosiologi

Pengertian Kompromi: Jenis, Manfaat, Contoh, dan Penerapannya Sebagai Kunci Budaya Demokrasi

Written by Aris

Pengertian Kompromi Adalah – Grameds pasti sudah tidak asing dong dengan istilah kompromi ini? Yap, istilah ini biasanya digunakan dalam konteks upaya negosiasi antara dua pihak atau lebih supaya permasalahan menjadi lebih mudah terselesaikan. Bahkan tanpa tidak disadari, Grameds pasti sudah sering melakukan upaya kompromi ini untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari.

Apalagi di negara kita yang terkenal akan masyarakat multikulturalisme-nya ini pasti akan selalu terdapat permasalahan sosial yang terjadi. Baik itu terjadi di lingkungan sekolah, lingkungan kerja, maupun lingkungan rumah. Permasalahan-permasalahan tersebut nyatanya dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan atau cara damai, tetapi jika terbukti terdapat pelanggaran berat maka tentu saja harus menempuh jalur hukum. Nah, dari sekian banyaknya alternatif penyelesaian masalah itu dapat juga dilakukan dengan upaya kompromi. Lalu sebenarnya, apa sih kompromi itu? Dalam situasi dan kondisi yang seperti apa kita dapat menggunakan upaya kompromi ini untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi? Apa manfaat yang dapat dirasakan setelah menerapkan upaya kompromi ini dalam sebuah penyelesaian masalah?

Nah, supaya Grameds tidak bingung akan hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://www.pexels.com/

Pengertian Kompromi

Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), istilah “kompromi” ini memiliki definisi berupa ‘persetujuan dengan jalan damai atau saling mengurangi tuntutan (tentang persengketaan dan sebagainya)’. Sementara itu menurut Joko Untoro, kompromi adalah bentuk penyelesaian masalah sosial melalui akomodasi yang bermaksud untuk mendapatkan kesepakatan atas perselisihan yang telah terjadi. Dengan adanya kompromi ini diharapkan dapat mengurangi jumlah tuntutan antar kedua pihak yang bersangkutan.

Tidak hanya itu saja, kompromi juga dapat disebut sebagai konsep untuk mendapatkan kesepakatan bersama melalui komunikasi yang terjadi antara pihak-pihak yang bersangkutan. Kompromi ini dilakukan sebab terjadi perbedaan pendapat atau silang pendapat yang mana harus diselesaikan dengan membuat sebuah kesepakatan baru, yang tentu saja kesepakatan baru tersebut harus menguntungkan dua belah pihak. Kompromi sebagai upaya menyelesaikan masalah ini juga dapat didefinisikan sebagai proses negosiasi atau perundingan yang saling memberikan dan menerima pendapat secara konsisten.

Contoh sederhana dalam penerapan kompromi: terdapat pasangan muda yang hendak menikah dan mereka berdua melakukan kompromi untuk membicarakan mengenai akan tinggal di mana. Sang istri tidak mau jika harus tinggal bersama mertua, begitupun dengan sang suami. Akhirnya, mereka membuat kesepakatan baru yang berupa mencari rumah kontrakan sebagai tempat tinggal mereka sementara.

Kompromi ini termasuk dalam manajemen konflik konstruktif, yang mana merupakan suatu bentuk akomodasi antara pihak-pihak yang terlibat untuk mengurangi tuntutannya supaya penyelesaian terhadap sebuah perselisihan dapat cepat selesai. Manajemen konflik disebut sebagai konstruktif apabila dalam upaya penyelesaiannya tersebut, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang berkaitan masih terjaga dan berinteraksi secara harmonis.

Ciri-Ciri Kompromi

Sebuah upaya penyelesaian masalah atau konflik, dapat disebut sebagai kompromi apabila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut.

  • Kedudukan kedua belah pihak yang terlibat dalam permasalahan adalah sama.
  • Bersifat kekeluargaan dalam upaya mencapai kesepakatan bersama.
  • Dapat dilakukan dengan keadaan kepala dingin alias secara sabar dan tenang.
  • Mengutamakan langkah diskusi dalam proses pemecahan permasalahannya demi mendapatkan solusi terbaik.
  • Dilakukan supaya mengurangi atau bahkan tanpa menimbulkan tuntutan secara hukum.

Syarat Dilakukannya Sebuah Kompromi

Sebuah upaya penyelesaian masalah dapat disebut kompromi apabila melakukan syarat-syarat sebagai berikut.

  • Setiap masing-masing pihak yang terlibat harus menurunkan idealisme supaya mencapai kesepakatan baru.
  • Setiap masing-masing pihak harus mengurangi tuntutan supaya mencapai kata sepakat.
  • Mengingat bahwa masing-masing pihak harus merasa diuntungkan atas adanya kesepakatan baru tersebut. Apabila hanya satu pihak yang merasa sepakat, maka itu bukan kompromi.

Tujuan Kompromi

Tujuan utama dari upaya kompromi adalah untuk menyelesaikan permasalahan atau konflik. Adapun beberapa tujuan lainnya adalah sebagai berikut.

  • Supaya hubungan antar kedua pihak yang terlibat tetap terpelihara secara baik, sehingga dalam proses kompromi dapat berjalan secara damai.
  • Supaya setiap pihak yang terlibat dalam permasalahan mendapatkan win-win solution alias kedua pihak sama-sama mendapatkan keuntungan atas kesepakatan baru.
  • Mengajak pihak-pihak yang sebelumnya bertentangan untuk bersedia bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan.

Bentuk Kompromi

Meskipun kompromi itu tujuan utamanya adalah supaya masalah atau konflik yang terjadi antara kedua belah pihak dapat cepat terselesaikan, tetapi ternyata kompromi ini memiliki dua bentuk yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, yakni sebagai berikut.

1. Pemisahan (Separation)

Yakni pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahan atau konflik dipisahkan terlebih dahulu hingga mereka mencapai persetujuan atau kesepakatan baru.

2. Perwasitan (Arbitrase)

Yakni bentuk penyelesaian konflik di luar pengadilan dengan menggunakan cara perdamaian. Biasanya, akan menggunakan pihak ketiga sebagai “wasit” atau penengah di antara kedua pihak.

Jenis-Jenis Kompromi

Sementara itu, kompromi juga memiliki jenis-jenis tersendiri yang masing-masingnya terdapat karakteristik khusus sebagai pembedanya, yakni sebagai berikut.

1. Konsensus

Yakni jenis kompromi dengan pihak-pihak yang saling konflik tersebut ditemukan di suatu tempat secara bersama. Setelah mereka bertemu, mereka akan mencari penyelesaian terbaik atas masalah yang ada. Namun dengan catatan, bahwa kesepakatan tidak hanya didasarkan pada satu pihak saja.

2. Konfrontasi

Yakni jenis kompromi dengan pihak-pihak yang saling konflik tersebut berhadapan secara langsung dan menyatakan pendapatnya satu sama lain. Dalam jenis kompromi ini, harus terdapat seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan terampil supaya penyelesaian konflik dapat berjalan secara rasional.

3. Kompromi Distributif

Yakni jenis kompromi dengan pihak-pihak yang terlibat memiliki waktu untuk berdiskusi tentang penyelesaian masalah. Biasanya, menggunakan cara berupa membagi beberapa keuntungan dan kerugian yang dialami oleh kedua belah pihak, alias split the difference.

Manfaat Kompromi Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Kompromi ini sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan atau konflik, sebab memuat beragam manfaat. Manfaat tersebut secara langsung dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat, yakni:

  1. Menyelesaikan konflik dengan dasar kekeluargaan.
  2. Dianggap mampu menuntaskan permasalahan dengan solusi yang tidak merugikan dua belah pihak.
  3. Tidak menyebabkan adanya korban jiwa, sebab dilakukan secara damai.
  4. Mencegah terjadinya pertentangan berkelanjutan di antara kelompok sosial masyarakat.
  5. Meredakan permasalahan yang terjadi.

Contoh Penerapan Kompromi Dalam Kehidupan

Tanpa disadari, kompromi ini sering dilakukan oleh semua orang, bahkan tak terkecuali oleh Grameds. Masalah atau konflik yang harus diselesaikan dalam kompromi ini tidak harus bersifat berat, tetapi juga hal-hal yang ringan. Nah, berikut adalah penerapan kompromi dalam kehidupan sehari-hari.

1. Kompromi Antara Pekerja dan Atasan

Biasanya, sebelum memulai pekerjaan baru, seorang pekerja akan menerima kontrak kerja yang mana di dalam isinya tak jarang dapat diubah sesuai kesepakatan bersama. Baik itu pada sistem kerja, upah yang diterima, durasi kerja, dan lain-lain. Jika kesepakatan yang diberikan di dalam kontrak tersebut cocok, maka pekerja dapat mulai melakukan pekerjaan tersebut secara baik.

2. Kompromi Antara Pasangan Suami Istri yang Baru Menikah

Terdapat pasangan muda yang hendak menikah dan mereka berdua melakukan kompromi untuk membicarakan mengenai akan tinggal di mana. Sang istri tidak mau jika harus tinggal bersama mertua, begitupun dengan sang suami. Akhirnya, mereka membuat kesepakatan baru yang berupa mencari rumah kontrakan sebagai tempat tinggal mereka sementara.

3. Tawar-Menawar di Pasar Antara Penjual dan Pembeli

Dalam hal ini, sesuatu yang harus diselesaikan tidak berkaitan dengan permasalahan atau konflik berat, melainkan pada penetapan harga belaka. Meskipun begitu, tetap saja membutuhkan kompromi yang jelas sama-sama menguntungkan antara pihak-pihaknya. Ketika seorang penjual telah menetapkan harga tertentu untuk sebuah barang, tetapi seorang pembeli ingin membelinya dengan harga yang lebih murah. Kemudian, terjadilah kompromi antara kedua belah pihak dan memberikan kesepakatan baru yang akhirnya dapat disetujui.

4. Kompromi Antara Dosen dan Mahasiswa

Biasanya sebelum melaksanakan pembelajaran, dosen dari suatu mata kuliah tertentu akan memberikan kesepakatan kepada mahasiswanya mengenai bagaimana sistem penilaian, sistem pembelajaran, hingga sistem ujiannya. Nah, pihak mahasiswa dapat “menawar” atas kesepakatan tersebut hingga mencapai kesepakatan baru. Kompromi yang terjadi di antara kedua belah pihak tersebut dilakukan supaya menghindari adanya permasalahan di waktu kedepannya.

Kompromi Sebagai Kunci Budaya Demokrasi

Berdasarkan artikel jurnal penelitian yang berjudul tentang “Kompromi Sebagai Kunci Budaya Demokrasi” oleh Irena Novarlia, menyatakan bahwa kompromi menjadi cara terbaik sekaligus elegan terutama dalam upaya menyelesaikan berbagai perbedaan kepentingan yang ada. Tidak hanya itu saja, kompromi juga termasuk dalam bagian budaya demokrasi sebab menjunjung tinggi persamaan, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, membudayakan sikap adil dan bijak, dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa.

Apabila membicarakan mengenai demokrasi, itu sebenarnya bukanlah konsep yang mudah dipahami sebab memiliki beragam makna. Apabila diselidiki menurut asal katanya, kata “demokrasi” berasal dari Bahasa Yunani yakni demos yang berarti ‘rakyat’ dan kratos yang berarti ‘kekuasaan atau berkuasa’. Nah, dari situlah dapat disimpulkan bahwa demokrasi ini memiliki definisi berupa “rakyat yang memiliki kekuasaan”. Konsep demokrasi ini telah diterapkan di negara kita Indonesia ini yakni dengan menempatkan rakyat pada posisi yang sangat strategis dalam sistem ketatanegaraan, meskipun dalam implementasinya sering berbeda terutama dengan negara lain yang sama-sama menggunakan konsep tersebut.

Menurut Affan, makna dari budaya demokrasi ini dapat dilihat secara normatif dan empirik. Apabila secara normatif, demokrasi yang secara ideal hendaknya dilakukan oleh sebuah negara. Sementara secara empirik, maka demokrasi ini merupakan perwujudan dari dunia politik. Demokrasi secara empirik ini dianggap telah diterima oleh masyarakat, sebab norma-normanya telah sesuai dengan apa yang terjadi di dalam masyarakat.

Dalam sebuah budaya demokrasi tentu saja memiliki prinsip-prinsipnya. Menurut Miriam Budiarjo, prinsip-prinsip dari budaya demokrasi adalah sebagai berikut.

  • Adanya perlindungan konstitusional, yakni keberadaan konstitusi tidak hanya menjamin hak-hak individu, tetapi juga menentukan prosedur untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijaminnya.
  • Terdapat badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
  • Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil.
  • Kebebasan untuk menyatakan pendapat pada setiap warga negaranya.
  • Kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi.
  • Adanya pendidikan kewarganegaraan yang diterapkan di lembaga pendidikan.

Sementara itu, Henry B. Mayo juga pernah berpendapat mengenai prinsip-prinsip dalam berjalannya sistem demokrasi di suatu negara, antara lain.

  • Menyelesaikan perselisihan atau konflik secara damai dan melembaga.
  • Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
  • Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai yang terjadi di dalam suatu masyarakat.
  • Membatasi adanya penggunaan kekerasan.
  • Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
  • Menjamin tegaknya keadilan.

Nah, dari prinsip-prinsip tersebut terdapat prinsip yang menyatakan bahwa harus menyelesaikan perselisihan atau konflik dengan cara damai, salah satunya adalah dengan kompromi ini. Kompromi menjadi suatu hal yang normal untuk dilakukan di dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, maupun bernegara sebagai cara jitu untuk menemukan solusi. Kompromi ini juga dianggap sebagai kunci atas adanya budaya demokrasi, jika mampu melahirkan pengalaman, dimana lembaga-lembaga yang berpartisipasi dapat mematuhi kesepakatannya.

Kompromi yang dilakukan secara cerdas, ternyata terbukti mampu menjadi satu syarat akan sebuah demokrasi. Semua warga negara akan memiliki dasar yang solid mengenai kesadaran akan pentingnya mengembangkan kompromi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bahkan jika keputusan-keputusan yang ada ini diambil tanpa adanya kompromi terlebih dahulu, maka seringkali menimbulkan hal-hal yang tidak stabil terutama pada pihak-pihak yang terlibat.

Prinsip-Prinsip Kompromi Dalam Budaya Demokrasi

Keberadaan prinsip-prinsip kompromi memang perlu dikembangkan sebagai kunci budaya demokrasi, yakni berupa:

1. Menjunjung Tinggi Persamaan

Kompromi disebut sebagai kunci budaya demokrasi sebab mengandung makna bahwa setiap orang memang harus bersedia untuk berbagi dan terbuka dalam menerima perbedaan pendapat, kritik, dan saran dari orang lain. Dengan demikian, melalui kompromi ini juga sekaligus mengajarkan bahwa setiap manusia itu memiliki persamaan harkat dan derajat yang mana sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

2. Menjaga Keseimbangan Antara Hak dan Kewajiban

Kompromi disebut sebagai kunci budaya demokrasi sebab dalam kehidupan bermasyarakat ini, terdapat batas-batas yang harus dihormati bersama yakni berupa hak milik orang lain. Penerapan hak-hak tersebut bukanlah sesuatu yang mutlak dan tanpa batas, melainkan suatu bentuk untuk mewujudkan tatanan kehidupan sehari-hari yang bertanggung jawab kepada Tuhan selaku pencipta, diri sendiri, dan orang lain secara sebaik-baiknya.

Maka dari itu, melalui upaya kompromi, setiap manusia yang ada di muka bumi ini tetap menerima fitrah hak asasi dari Tuhan Yang Maha Esa berupa hak hidup, hak kebebasan, dan hak memiliki sesuatu.

3. Membudayakan Sikap yang Adil dan Bijak

Kompromi disebut sebagai kunci budaya demokrasi apabila di dalam masyarakat mampu mengembangkan budaya bijak dan adil, terutama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang saling menghormati harkat dan martabat orang lain. Tidak hanya itu saja, setiap manusia juga tidak boleh bersikap diskriminasi dan tetap menjaga persatuan serta kesatuan di lingkungan masyarakat sekitar.

Sikap adil dalam hal kompromi bermakna bahwa semua pihak yang terlibat harus rela mengorbankan separuh kemauannya demi “memenangkan” kesepakatan bersama.

4. Musyawarah dan Mufakat

Kompromi disebut sebagai kunci budaya demokrasi terjadi apabila dalam upaya pengambilan keputusan, dilakukan melalui musyawarah dan mufakat yang mana merupakan bentuk nilai dasar dari budaya bangsa Indonesia yang sudah ada sejak lama. Yap, dalam kegiatan musyawarah dan mufakat ini ternyata mengandung makna bahwa pada setiap kesempatan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan, haruslah didahului dengan kompromi serta bersedia untuk mendengarkan pendapat dari berbagai pihak. Kompromi dalam kegiatan musyawarah dan mufakat ini tentunya akan menghasilkan sebuah keputusan yang mampu memuaskan pihak-pihak terkait sekaligus menghindari munculnya konflik.

5. Mengutamakan Persatuan dan Kesatuan Nasional

Kompromi disebut sebagai kunci budaya demokrasi terjadi apabila dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini, kita lebih mengutamakan kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Dari adanya kesadaran setiap warga negara akan hal tersebut, ternyata dapat menjadi wujud cinta terhadap bangsa dan negara.

Nah, itulah ulasan mengenai apa itu kompromi dan bentuk kompromi yang ternyata merupakan bagian penting dari sistem demokrasi di negara kita ini. Apakah Grameds pernah melakukan upaya kompromi ini untuk menyelesaikan suatu permasalahan?

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Sumber: 

Novarlia, Irena. (2015). Kompromi Sebagai Kunci Budaya Demokrasi. SOSIO DIDAKTIKA, Vol 2 No. (2). 

Baca Juga!

About the author

Aris

Saya sangat dengan dunia menulis karena melalui menulis, saya bisa mendapatkan banyak informasi. Karya yang saya hasilkan juga beragam, dan tema yang saya suka salah satunya adalah sosiologi. Tema satu ini akan selalu melekat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan selalu menarik untuk dibicarakan.

Kontak media sosial Twitter saya M Aris