Hukum

Apa Itu UU ITE ,Dampak Pelaksanaan, Isi Pasal, dan Polemiknya

Apa Itu UU ITE
Written by Pandu

Apa Itu UU ITE- Jejaring sosial media menjadi sumber utama banyak terjadinya pelanggaran yang mengarah pada UU ITE hal ini disebabkan oleh banyaknya ujaran kebencian yang timbul lewat interaksi para penggunanya di sosial media.

Walaupun tidak semua orang yang bermain sosial media menjadi pelaku dari jerat pasal ujaran kebencian yang ada di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik namun sebagian besar memang terjadi oleh para penggunanya karena interaksi yang sangat bebas di sosial media.

Di berbagai sosial media seperti twitter, facebook, instagram dll memang banyak sekali diakses oleh semua orang terutama para kaum muda-mudi yang sebagian besar kesehariannya dihabiskan untuk berselancar di sosial media tersebut. Tidak heran mengapa banyak sekali yang menjadi terduga penyebar hoax, ujaran kebencian, ataupun pencemaran nama baik yang terjadi.

Namun kehadiran pasal ujaran kebencian, hoax, atau pencemaran nama baik pada UU ITE turut menuai polemik di kalangan masyarakat disebabkan ada beberapa isinya yang cenderung seperti pasal karet. Karena di ruang publik yang bebas seperti sosial media siapapun bisa mengaksesnya dengan mudah dan siapapun bebas berekspresi melalui sosial media tersebut.

Namun pada kenyataanya kehadiran dari pasal karet dalam UU ITE menyebabkan seseorang jadi dibatasi dalam berpendapat bahkan terhadap pendapat yang mengkritik kinerja pemerintahan yang tidak sesuai.

Untuk itu pada pembahasan kali ini kami akan menyajikan informasi terkait UU ITE dan apa saja isi pasalnya yang dikatakan sebagai pasal karet agar sobat grameds sekalian dapat memahaminya dengan baik.

Selanjutnya pembahasan mengenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut dapat disimak di bawah ini!

Apa Itu UU ITE?

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (disingkat UU ITE) atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 adalah undang-undang yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik atau teknologi informasi secara umum.

Undang-Undang ini mempunyai yurisdiksi terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan hukum yang diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah kedaulatan Indonesia maupun di luar wilayah kedaulatan Indonesia, dan yang menimbulkan akibat hukum di wilayah kedaulatan Indonesia dan/atau di luar wilayah kedaulatan Indonesia. Daerah teritorial Indonesia, dan merugikan kepentingan Indonesia.

Jadi, UU Informasi dan Transaksi Elektronik adalah undang-undang yang mengatur tentang informasi elektronik dan transaksi elektronik. Di sini, data elektronik adalah satu atau lebih data elektronik, tetapi tidak terbatas pada tulisan.

Ini termasuk suara, peta, gambar, denah, pertukaran data elektronik atau PDE, foto, e-mail atau surel, teleks, telegram, huruf, tanda, simbol, kode akses atau perforasi yang diproses dan memiliki arti serta dapat digunakan oleh orang yang mengerti. mereka yang bisa mengerti. Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan melalui komputer, jaringan komputer dan sarana elektronik lainnya.

Dampak Positif UU ITE

Salah satu aspek dalam penyusunan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah pemerintah harus mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan regulasi agar penggunaan teknologi informasi aman untuk mencegah penyalahgunaannya, dengan mempertimbangkan agama dan masyarakat, serta nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.

Secara keseluruhan, keberadaan UU ITE memiliki beberapa nilai positif bila dilaksanakan dengan baik. Sebagai undang-undang yang mengatur informasi dan transaksi elektronik di Indonesia, beberapa dampak positif UU ITE adalah:

  • Menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi elektronik
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
  • Salah satu upaya pencegahan kejahatan yang dilakukan melalui internet
  • Melindungi masyarakat dan pengguna internet lainnya dari berbagai kejahatan dunia maya.

Dampak negatif UU ITE

Menurut penelitian Pusat Kajian Badan Kompetensi DPR RI, Vol. XII No.16/II/Puslit/Agustus/2020, sedikitnya 271 kasus dilaporkan ke polisi sesuai UU No. 16/2020. 16 Tahun 2016, dimana UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Adanya multitafsir terhadap suatu pasal menjadi salah satu alasan utama maraknya pemberitaan.

Ada tiga pasal yang paling sering diberitakan, yakni Pasal 27, 28, dan 29. Pasal-pasal tersebut mengandung bahasa yang tidak jelas yang dapat membatasi kebebasan berekspresi masyarakat dan digunakan secara dendam untuk melemahkan tujuan hukum. UU ITE Menurut situs pendaftaran Mahkamah Agung, ada 508 persidangan berdasarkan UU ITE antara tahun 2011 dan 2018. Sebagian besar kasus merupakan delik terkait penghinaan dan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 (3) UU ITE. Berikut adalah kasus ujaran kebencian berdasarkan Pasal 28(2) UU ITE.

Pasal-pasal ini disebut pasal karet. Pasal karet dimaknai sebagai barang yang penafsirannya dari sudut pandang penegak hukum atau pihak lain sangat subyektif, sehingga dapat timbul penafsiran yang berbeda atau multitafsir. Akhirnya kebebasan berekspresi rakyat Indonesia terancam. Berikut beberapa dampak negatif dari UU ITE:

  • Pembatasan kebebasan berpendapat, khususnya menyatakan pendapat dan kritik
  • Menciptakan kesewenang-wenangan bagi aparat penegak hukum untuk memutuskan bahwa oknum yang melanggar UU ITE bersalah dan pantas dihukum tanpa menentukan dan menyeleksi bagian mana dari pasal yang dilanggar.
  • Ia menjadi alat balas dendam bagi sebagian kelompok, bahkan senjata bagi lawan politik
  • Tidak menjamin kepastian hukum, karena putusan terhadap pasal-pasal yang ambigu itu berbeda bahkan kontradiktif
  • Ini menciptakan keresahan dan perselisihan publik, yang mudah dilaporkan ke penegak hukum dan menciptakan konflik antara otoritas dan anggota masyarakat.
  • Tidak efektif karena beberapa pasal tumpang tindih dengan ketentuan KUHP, seperti Pasal 27 (3) UU ITE yang mengatur tentang penghinaan dan pencemaran nama baik dan diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP.
  • Itulah penjelasan lengkap mengenai apa itu UU ITE. Meskipun direvisi dengan UU No. 19 Tahun 2016, dimana UU No. November 2008 masih terdapat beberapa kekurangan dan dampak negatif yang harus dibenahi secara permanen untuk mencegah penyalahgunaan UU ITE oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Apa Itu UU ITE

Perbuatan yg Dilarang UU ITE

UU No. 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 mengenai Informasi & Transaksi Elektronik menyebutkan secara rinci apa saja perbuatan yg tidak boleh. Bagi mereka yg melanggar UU ITE berpotensi menerima sanksi berupa hukuman sampai kurungan penjara. Berikut beberapa perbuatan yg tidak boleh UU ITE:

1. Menyebarkan Video Asusila

Perbuatan pertama yg tidak boleh pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan orang yg menggunakan sengaja & tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan atau menciptakan bisa diaksesnya liputan elektronika atau dokumen elektronika yg mempunyai muatan yg melanggar kesusilaan. Ini diatur pada pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Setiap orang yg melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud pada pasal 27 ayat (1) dipidana menggunakan pidana penjara paling usang 6 tahun &/atau hukuman paling poly Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Judi Online

Selanjutnya, pasal 27 ayat (2) UU ITE memuat embargo perbuatan yg bermuatan perjudian. Hukuman buat mereka yg melanggar merupakan dipidana menggunakan pidana penjara paling usang 6 tahun &/atau hukuman paling besar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3. Pencemaran Nama Baik

Pasal 27 ayat (3) UU ITE pula mengatur mengenai pencemaran nama baik. Pelaku yg dijerat menggunakan pasal ini bakal dipidana menggunakan pidana penjara paling usang 4 tahun &/atau hukuman paling poly Rp750.000.000,00 (tujuh ratus 5 puluh juta rupiah). Selanjutnya dalam revisi UU No. 19 Tahun 2016, dijelaskan bahwa ketentuan dalam pasal 27 ayat (3) adalah pelanggaran hukum aduan.

4. Pemerasan & Pengancaman

Orang yg melakukan pemerasan & pengancaman pula berpeluang dijerat pasal 27 ayat (4) UU ITE. Hukumannya merupakan dipidana menggunakan pidana penjara paling usang 6 tahun &/atau hukuman paling poly Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

5. Berita Bohong

Berita dusta pula tidak boleh pada pasal 28 ayat (1) UU ITE yg berbunyi bahwa setiap Orang menggunakan sengaja & tanpa hak mengembangkan informasi dusta & menyesatkan yg menyebabkan kerugian konsumen pada transaksi elektronika.

Bagi para pelaku penyebar informasi dusta bakal dipidana menggunakan pidana penjara paling usang 6 tahun &/atau hukuman paling poly Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

6. Ujaran Kebencian

Orang yg mengembangkan liputan menggunakan tujuan buat menyebabkan rasa kebencian atau permusuhan individu &/atau gerombolan rakyat eksklusif menurut atas suku, agama, ras, & antargolongan (SARA) pula adalah perbuatan yg tidak boleh pada pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Hukuman pelaku ujaran kebencian sebagaimana dijelaskan dalam pasal 28 ayat (2) merupakan dipidana menggunakan pidana penjara paling usang 6 tahun &/atau hukuman paling poly Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

7. Teror Online

Pada pasal 29 UU ITE mengatur perbuatan teror online yg tidak boleh. Pasal ini bakal menjerat setiap orang menggunakan sengaja & tanpa hak mengirimkan liputan elektronika &/atau dokumen elektronika yg berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yg ditujukan secara pribadi.

Hukuman bagi pelaku teror online yg bersifat menakut-nakuti orang lain menggunakan merupakan pidana penjara paling usang 4 tahun &/atau hukuman paling poly Rp750.000.000,00 (tujuh ratus 5 puluh juta rupiah).

Perbuatan Lain yg Dilarang UU ITE

  • Mengakses, mengambil, & meretas sistem elektronika milik orang lain menggunakan cara apapun (pasal 30)
  • Melakukan intersepsi atau penyadapan terhadap sistem elektronika milik orang lain menurut publik ke private & sebaliknya (pasal 31)
  • Mengubah, merusak, memindahkan ke pemilik alat elektronik yang tidak berhak, menyembunyikan liputan atau dokumen elektronika, dan membuka dokumen atau liputan rahasia (pasal 32)
  • menghambat sistem elektronika (pasal 33)
  • Menyediakan perangkat keras atau perangkat lunak, termasuk sandi personal komputer & kode akses buat pelanggar embargo yg sudah disebutkan (pasal 34)
  • Pemalsuan dokumen elektronika menggunakan cara manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, & pengrusakan (pasal 35).

Apa Itu UU ITE

Polemik Dalam UU ITE

Hal itu dikatakan karena Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat sejumlah pasal “karet” yang berpotensi mengkriminalkan. Menurut data, setidaknya ada sembilan produk karet yang dituntut banyak orang di bawah UU ITE. Tercatat, ada 381 korban sejak UU ITE diundangkan pertama kali antara 2008 dan 2018. Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil menemukan bahwa kasus-kasus yang dituntut berdasarkan Pasal 27, 28 dan 29 UU ITE termasuk 96,8% (744 kasus) di atas dan 88% (676 kasus) dari kasus luar biasa, memiliki tingkat penahanan yang tinggi.

Berdasarkan data di atas, pemerintah harus segera merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pemerintah harus memasukkannya ke dalam Prolegnas Prioritas. Selain itu, kontribusi masyarakat sipil terhadap legislasi ITE hingga saat ini harus diperhatikan. Ini termasuk kontribusi dari penghapusan produk isi pasal karet hingga peran pemerintah dalam memprioritaskan pendekatan restoratif.

Berikut beberapa polemik yang terjadi dalam UU ITE:

1. PEMBATASAN KEBEBASAN BERBICARA

Yang terpenting, kita tidak ingin UU ITE menjadi tonggak pembatasan kebebasan berbicara. Sejarah melaporkan bahwa pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang membatasi kebebasan berbicara. JadI, hal ini bukanlah hal yang baru di ITE.

Pada masa Orde Lama, Soekarno melarang beberapa surat kabar yaitu Pedoman, Abadi dan Indonesia Rajah. Soekarno berpendapat bahwa media kontra-revolusioner saat itu. Saat itu, Indonesia sedang mengalami revolusi sosialis.

Sejarah juga mencatat bahwa bangsa-bangsa membungkam suara-suara kritis ketika Orde Baru berkuasa. Banyak aktivis “terbuka” berakhir di penjara, diasingkan, atau bahkan “menghilang” di bawah Undang-undang Pembalikan (Perintah Eksekutif No. 11 Tahun 1963). Pada akhirnya, hal ini membuat semua orang takut untuk menyuarakan pendapatnya.

Tak hanya para aktivis, media juga menjadi sasaran bungkamnya pemerintah Orde Baru. Seperti yang Anda ketahui, surat kabar adalah salah satu media paling populer untuk menyampaikan kritik dan pendapat. Sayangnya, setahun setelah berkuasa, Soeharto memberlakukan undang-undang pers baru yang membatasi kebebasan media cetak. Penerbit yang memiliki pandangan bertentangan dengan pemerintah dapat dicabut izinnya. Hal itu dibuktikan dengan dicabutnya 46 izin surat kabar dari 163 penerbit surat kabar. Tempo adalah salah satu media yang dilarang pada tahun 1994.

2. Pembatasan Freedom 4.0?

Setelah Reformasi, Liberty mulai merebut kembali ruangnya. Semua orang sudah berani membicarakan hal-hal yang dulu dianggap tabu. Namun sebagaimana dijelaskan di atas, pada masa Orde Baru dan Orde Lama, banyak pembatasan kebebasan berekspresi yang dirumuskan oleh kebijakan (Orde Eksekutif Anti Subversif, Undang-Undang Pers Orde Baru) dan diarahkan terutama kepada pers. Menjelang reformasi, UU ITE menjadi kebijakan yang sangat kontroversial karena bisa dikatakan membungkam kebebasan berpendapat.

UU ITE lahir dari kekosongan hukum di media baru yang banyak digandrungi masyarakat: media digital (Internet). Minimnya produk hukum yang dapat diatur dengan ekspos media baru menjadi salah satu pendorong lahirnya undang-undang ITE.

UU ITE memiliki niat baik untuk melindungi masyarakat dalam media digital, khususnya yang berkaitan dengan transaksi elektronik. Hal ini terlihat pada Pasal 4 UU ITE yang mengatur tentang pemanfaatan teknologi informasi dan perdagangan elektronik.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya, dan UU ITE justru banyak digunakan untuk mengkriminalkan. UU ITE sebenarnya menunjukkan pola yang sama dengan dua rezim sebelumnya (Orde Lama dan Orde Baru): pemberlakuan kembali pembatasan kebebasan berekspresi.

Apa Itu UU ITE

Kesimpulan

Sekian pembahasan singkat mengenai apa itu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Tidak hanya mengetahui apa itu UU ITE saja namun juga membahas dampak baik dan buruk, isi pasalnya, dan polemik terhadap isinya.

Mengetahui apa itu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan pengetahuan kepada kita sebagai warga Indonesia untuk lebih mengetahui tentang hukum yang berlaku dan bisa mengkritisi beberapa pasal yang kontroversial serta merugikan diri kita sebagai warga negara Indonesia. Dan, membantu kita lebih bijak dalam berselancar di sosial media untuk tidak mudah terkena informasi hoax, melakukan penghinaan pada orang lain, dan menebar kebencian yang tidak perlu.

Demikian ulasan mengenai apa itu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Buat Grameds yang mau memahami tentang UU ITE serta ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum lainnya, kamu bisa mengunjungi Gramedia.com untuk mendapatkan buku-buku terkait.

Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu memberikan produk terbaik, agar kamu memiliki informasi terbaik dan terbaru untuk kamu. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Pandu Akram

Artikel terkait:

Apa Itu Hukum Karet? Perjalanan Pasal Karet dan Problematikanya

Pengertian Denda Hingga Pasal-Pasal Tentang Denda

Definisi Sosiologi Hukum: Sejarah dan Ruang Lingkupnya

Apa itu Sosiologi Hukum? Definisi, Karakteristik, dan Contohnya

Pengertian Penggelapan Dana: Hukum dan Contoh Kasusnya

 

About the author

Pandu