Biografi

Perjuangan RA Kartini: Pelopor Pendidikan dan Emansipasi Perempuan Indonesia

Written by Shaza Zahra

RA Kartini – Selain menjadi pelopor pendidikan untuk perempuan Indonesia, RA Kartini juga menjadi simbol perlawanan terhadap sistem sosial yang mengekang kebebasan perempuan. Di zamannya, wanita tidak bisa banyak berperan dalam masyarakat karena budaya patriarki yang kental.

Kartini lalu memaparkan semua gagasannya dalam surat-suratnya yang terkenal–misalnya tentang bagaimana perempuan harus memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menempuh pendidikan dan kariernya.

Yuk simak artikel ini untuk mengenal bagaimana Kartini memengaruhi dunia pendidikan dan memperjuangkan hak perempuan dan cara kita meneruskan semangat perjuangannya di zaman modern ini!

Latar Belakang RA Kartini dan Akses Pendidikan

Kartini merupakan anak dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang pejabat asal Jepara. Meskipun berasal dari keluarga bangsawan, ayahnya mendukung pendidikan semua anaknya–termasuk Kartini.

Ia diperkenalkan dengan dunia Barat sejak usia muda, mempelajari bahasa Belanda, dan mengakses buku-buku yang memperluas wawasan pemikirannya. Sayangnya, Kartini harus menjalani tradisi pingitan di usia 12 tahun. Tradisi ini membuat ia harus menunggu untuk menikah dan tidak bisa melanjutkan pendidikannya.

Kartini rajin menulis surat kepada sahabat-sahabat penanya di Belanda. Melalui surat-surat ini, ia memaparkan pandangan-pandangan cerdasnya tentang ketidaksetaraan sosial yang dialami oleh perempuan pribumi.

Selain itu, ia juga menulis tentang betapa pentingnya seorang perempuan memperoleh pendidikan sebagai salah satu cara untuk keluar dari keterbelakangan dan membebaskan mereka dari sistem patriari.

Perjuangan RA Kartini di Bidang Pendidikan

Sumber: Kompas

Kartini yakin bahwa pendidikan adalah hak semua orang–termasuk perempuan. Ia juga menyadari bahwa terbatasnya pendidikan pada perempuan juga memengaruhi kemajuan bangsa Indonesia.

Pada surat-surat yang ditulisnya, RA Kartini mengungkapkan impiannya untuk mendirikan sekolah-sekolah untuk mengajarkan perempuan bagaimana cara mandiri dan berpengetahuan.

Hal ini terwujud pada tahun 1903, di mana Kartini mendirikan Sekolah Kartini untuk para perempuan di Jepara. Sayangnya, sekolah ini hanya beroperasi sebentar sebelum ia meninggal di tahun 1904. Meskipun begitu, semangatnya dalam memperjuangkan pendidikan perempuan tetap dilanjutkan oleh generasi-generasi perempuan berikutnya.

Kartini juga memandang bahwa pendidikan bagi perempuan bukan hanya tentang mengajarkan keterampilan dasar–tetapi lebih pada pengembangan cara berpikir kritis dan kesadaran sosial.

Ia ingin perempuan tidak hanya menjadi bagian dari rumah tangga, namun juga memiliki posisi yang lebih kuat dalam kehidupan sosial dan publik.

Pemikiran Emansipasi Perempuan

Kartini juga memperjuangkan hak perempuan untuk memperoleh kebebasan dan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan. Pada masa itu para perempuan terpaksa menjalani hidup dengan peran terbatas di rumah tangga.

Kartini mengkritik sistem sosial yang membatasi kebebasan perempuan, terutama dalam hal pernikahan. Ia menulis tentang ketidaksetujuannya terhadap pernikahan paksa dan poligami–dua hal yang sering menjadi beban bagi perempuan.

Dalam surat-suratnya, Kartini menyuarakan keinginannya agar perempuan diberi kebebasan untuk memilih pasangan hidupnya serta berkesempatan untuk berkarya di luar rumah.  Baginya, emansipasi perempuan mencakup pendidikan dan kesetaraan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Pemikiran Kartini tentang emansipasi perempuan ini jauh melampaui zamannya. Dapat kita simpulkan, ia memandang perempuan sebagai individu dengan hak yang sama dengan laki-laki dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial.

Warisan Pemikiran: Habis Gelap Terbitlah Terang

Setelah Kartini wafat pada 17 September 1904, pemikirannya ini tidak hilang begitu saja. Surat-surat yang ditulisnya kemudian dikumpulkan dan diterbitkan oleh J.H Abendanon menjadi buku “Door Duisternis tot Licht” (“Habis Gelap Terbitlah Terang”).

Buku ini menjadi karya monumental dalam memperkenalkan ide-ide Kartini kepada publik luas–baik di Indonesia maupun Belanda. Dalam buku tersebut, Grameds akan menemukan pemikiran Kartini tentang pendidikan, emansipasi perempuan, dan kritik terhadap tradisi adat yang mengekang kebebasan perempuan.

Pemikiran-pemikirannya dalam surat-surat ini menggambarkan seorang perempuan yang berani berpikir dan berbicara tentang ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Kartini berhasil memotivasi generasi berikutnya untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan masyarakat yang adil dan setara.

Peran Kartini dalam Membentuk Gerakan Perempuan Modern

Seperti yang tadi disebut, Kartini berhasil membuka jalan bagi perempuan generasi berikutnya. Mereka dapat berpartisipasi lebih aktif dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, politik, hingga dunia profesional.

Nah, ada beberapa tokoh perempuan yang mengembangkan perjuangan RA Kartini, seperti Tuti Alawiyah, Raden Ajeng Kartini Siti Aminah, hingga Dewi Sartika. Merasa terinspirasi dengan perjuangan Kartini, mereka lalu membawa gagasan emansipasi ini lebih lanjut dengan mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan.

Bahkan, di era kontemporer ini gagasan Kartini juga mempengaruhi gerakan feminisme Indonesia yang semakin berkembang. Kartini menjadi figur utama yang menginspirasi para aktivis perempuan untuk menuntut hak-hak mereka–mulai dari hak untuk memilih, hak atas pendidikan, hingga hak atas pekerjaan yang setara.

Semangat Kartini yang terus hidup dan relevan di berbagai konteks zaman menunjukkan bahwa perjuangannya melampaui batas waktu.

Rekomendasi Buku Terkait Perjuangan RA Kartini

Mau mengetahui lebih dalam tentang perjuangan RA Kartini? Berikut Gramin berikan beberapa rekomendasi buku yang membahas tentang tokoh ternama asal Jepara ini!

1. Habis Gelap Terbitlah Terang – RA Kartini

Habis Gelap Terbitlah Terang

Kartini ingin, sebagai seorang wanita, ia dan kaumnya juga sama diperlakukan seperti saudara atau teman-temannya yang pria. Kartini harus dihadapkan dengan masalah adat kebudayaan daerah setempat, yakni seorang wanita tidak bisa menentukan dan mewujudkan kehendak sendiri, harus mengikuti apa kata orang tua. Ini membuat iri Kartini, kenapa seorang perempuan harus dihalang-halangi untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi sedangkan laki-laki tidak. Kartini ingin mendapatkan pendidikan yang tinggi, layaknya kakak keduanya, RMP Sosrokartono, yang pendidikannya cemerlang di TU Delft Belanda dan menguasai 26 bahasa.

Kartini yang mengidolakan kakaknya, dan ingin sekolah ke Belanda, akan tetapi terhalang, lantas membuat Kartini mengkritik dengan berkorespondensi dengan orang-orang Belanda. Buku ini menginspirasi kemajuan wanita-wanita Indonesia sepanjang masa, dari generasi ke generasi yang ternyata isinya masih sangat relevan.

2. Kartini: Surat-Surat Lengkap dan Berbagai Catatan 1898-1904 – Joost Cote

Kartini: Surat-Surat Lengkap dan Berbagai Catatan 1898-1904

Buku ini menekankan peran penting Kartini sebagai pionir gerakan nasionalis di Indonesia. Surat-surat dan petisi yang ia tulis ditujukan untuk memperjuangkan hak rakyat agar memperoleh kemerdekaan nasional, jauh sebelum rekan-rekan prianya melakukannya di hadapan publik. Kartini menggunakan tulisannya untuk memberikan edukasi kepada Belanda dan para kolonial (Belanda) perihal Jawa dan aspirasi masyarakatnya. Seandainya ia hidup lebih lama, ia pasti akan menjadi salah satu penulis terkemuka di era sebelum kemerdekaan, sekaligus juga seorang pendidik yang andal.

Pada 1964, ia mendapat gelar Pahlawan Nasional dari presiden pertama Indonesia, Sukarno. Ia juga telah menjadi salah satu tokoh Asia yang terkenal dalam gerakan perempuan internasional. Buku ini merupakan hasil dari studi beberapa dekade, berdasarkan sumber arsip yang terpercaya. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan pengantar dari seorang tokoh yang memiliki kewenangan dalam pembahasan tentang Kartini. Maka, buku ini bisa menjadi sumber penting bagi akademisi/peneliti juga pelajar di dunia, untuk memahami Kartini dan posisinya dalam sejarah Indonesia, yang bisa digunakan selama bertahun-tahun ke depan.

3. Kartini, Hidupnya, Renungannya, dan Cita-Citanya Jilid II – Wardiman Djojonegoro

Kartini, Hidupnya, Renungannya, dan Cita-Citanya Jilid II

Di dalam buku ini, penulis menyajikan kutipan-kutipan dari dua biografer Kartini, yaitu “Panggil Aku Kartini Saja” karya Pramoedya Ananta Toer dan “Kartini Sebagai Biografi” oleh Sitisoemandari Soeroto. Selain itu, terdapat pula petikan-petikan penting yang menggambarkan kehidupan, pemikiran, dan cita-cita Kartini, yang disarikan dari 57 surat atau sekitar 237 halaman yang telah dipotong oleh J.H. Abendanon, serta 74 surat yang tidak dimuat dalam buku Door Duisternis Tot Licht (DDTL).

Buku jilid II ini memiliki peranan penting untuk memberikan penjelasan yang lebih objektif mengenai beragam pandangan yang muncul tentang Kartini, yang umumnya didasarkan pada buku DDTL yang terbit pada tahun 1911. Karena buku tersebut hanya mencakup 105 surat Kartini, banyak aspek kehidupan, pemikiran, dan cita-cita Kartini yang tidak tercakup dengan lengkap dan objektif.

Perlu dicatat bahwa edisi lengkap surat-surat Kartini baru diterbitkan pada tahun 1987 oleh F.G.P. Jaquet dalam bahasa Belanda, diikuti dengan terjemahan bahasa Inggris oleh Joost Coté pada 2014, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada 2022. Pada 2024, Wardiman Djojonegoro juga menerbitkan terjemahan 179 surat Kartini dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia.

4. Seri Tempo Kartini 2022 – Tempo

Seri Tempo Kartini 2022

Kartini adalah sosok yang penuh kontradiksi: cerdas namun rentan, terinspirasi oleh ide Barat namun menentang adat, feminis yang dianggap terkooptasi oleh kolonialisme. Meskipun demikian, ia tetap menjadi sumber inspirasi bagi gerakan nasionalisme dan perjuangan perempuan di Indonesia. Meskipun hidupnya singkat, hanya 25 tahun, gagasan progresifnya tetap relevan. Kartini memperjuangkan perubahan, membawa perjuangan perempuan ke fase baru, bukan hanya menuntut pengakuan tetapi juga menegaskan keberadaan mereka dalam kehidupan bangsa.

Buku Seri Tempo Kartini 2022 adalah jilid pertama dari seri Perempuan-perempuan Perkasa, yang diangkat dari liputan khusus Majalah Tempo pada April 2013. Buku ini memberikan gambaran lebih mendalam tentang kehidupan Kartini, menampilkan kecerdasannya yang menginspirasi perubahan bagi perempuan Indonesia. Dengan fakta-fakta menarik yang dikemas oleh tim redaksi Tempo, buku ini bertujuan untuk mengungkap sisi lain kehidupan Kartini yang penuh makna dan memberikan inspirasi kepada pembaca.

Dampak Jangka Panjang: Pendidikan Perempuan di Indonesia Kini

Itulah ulasan singkat tentang kisah perjuangan RA Kartini yang harus kamu ketahui. Ternyata, perjuangannya berhasil mempengaruhi dunia pendidikan di Indonesia. Meskipun sekolahnya hanya beroperasi dalam waktu singkat, Kartini berhasil membuka kesempatan agar perempuan Indonesia dapat menempuh pendidikan.

Perjuangannya pun membuahkan hasil karena perempuan Indonesia bisa mendapatkan akses pendidikan yang setara dengan laki-laki, berhasil menempuh pendidikan tinggi, dan berkarir di berbagai bidang.

Keberadaan pendidikan bagi perempuan di Indonesia kini telah berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya organisasi dan lembaga yang mendukung pemberdayaan perempuan, seperti Komnas Perempuan, serta program-program pemerintah yang mendukung kesetaraan gender.

Bahkan, sekolah-sekolah yang mengedepankan pendidikan inklusif dan setara juga semakin banyak. Ini tentu memudahkan para perempuan mengakses berbagai jenis pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Mari terus gali inspirasi dan semangat perjuangan RA Kartini dengan membaca buku-buku terbaik tentang beliau yang tersedia di Gramedia.com! Dengan mengenal lebih dalam tentang pemikiran dan perjuangan Kartini, kita telah memberikan kontribusi terhadap kesetaraan dan kemajuan bangsa.

Tunggu apalagi? Yuk, temukan buku-buku tentang RA Kartini dan perjuangan perempuan hanya di Gramedia.com dan jadilah bagian dari perubahan yang terus hidup hingga kini!

About the author

Shaza Zahra

Gramedia Literasi