Agama

Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha pada Sistem Keagamaan di Nusantara

Written by Shaza Zahra

pengaruh kebudayaan hindu-budha pada sistem keagamaan – Kebudayaan Hindu-Buddha telah meninggalkan jejak mendalam dalam peradaban Nusantara, khususnya dalam sistem keagamaan, Grameds.

Artikel ini akan membahas secara detail bagaimana kebudayaan Hindu-Buddha mengintegrasikan diri dengan kepercayaan lokal, menciptakan bentuk keagamaan yang unik dan khas Indonesia.

Yuk, Grameds, simak untuk penjelasan lengkapnya!

Asal Usul dan Masuknya Hindu-Budha ke Nusantara

Kebudayaan Hindu-Buddha masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan yang menghubungkan India dengan Asia Tenggara. Para pedagang dan pendeta dari India membawa ajaran Hindu dan Buddha, yang kemudian menyebar ke wilayah-wilayah seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Bali.

Salah satu bukti tertua pengaruh ini adalah Prasasti Kutai di Kalimantan Timur, yang menunjukkan adanya kerajaan bercorak Hindu pada abad ke-4 Masehi. Teori masuknya agama ini meliputi teori Brahmana, Ksatria, dan Waisya, yang menekankan peran masing-masing kelompok dalam menyebarkan ajaran tersebut.

Proses akulturasi budaya terjadi karena masyarakat Nusantara tidak sepenuhnya meninggalkan kepercayaan lokal mereka. Sebaliknya, mereka mengintegrasikan unsur-unsur Hindu-Buddha dengan tradisi yang sudah ada, seperti animisme dan dinamisme, sehingga melahirkan bentuk keagamaan baru.

Hal ini tercermin dalam penggunaan candi yang tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai makam raja atau tempat penyimpanan abu jenazah, yang merupakan tradisi asli Nusantara.

Transformasi Sistem Kepercayaan

Hal ini menjadi pemicu utama transformasi sistem keagamaan dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Berikut adalah penjelasan lengkapnya, Grameds.

Dari Animisme-Dinamisme ke Hindu-Budha

Sebelum kedatangan Hindu-Budha, masyarakat Nusantara menganut kepercayaan animisme (keyakinan bahwa benda-benda memiliki roh) dan dinamisme (keyakinan bahwa ada benda-benda yang memiliki kekuatan khusus). Dengan masuknya Hindu-Budha, sistem kepercayaan ini mengalami transformasi.

Masyarakat mulai mengenal konsep dewa-dewa dalam Hindu, seperti Brahma, Wisnu, dan Siwa, serta ajaran Buddha tentang karma, reinkarnasi, dan nirwana. Namun, kepercayaan terhadap roh nenek moyang tidak hilang; justru diintegrasikan dalam praktik baru.

Konsep Ketuhanan dan Filosofi Hindu-Budha

Hindu-Budha memperkenalkan konsep ketuhanan yang lebih terstruktur. Dalam Hindu, konsep Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa) menjadi pusat pemujaan, sementara Buddha menekankan pencapaian pencerahan melalui ajaran Sang Buddha.

Meskipun demikian, kedua agama ini beradaptasi dengan lokalitas Nusantara. Misalnya, dalam Buddha, konsep Bodhisattva (makhluk yang menunda nirwana untuk membantu orang lain) mendapat tempat yang signifikan.

Perbandingan Sistem Kepercayaan Sebelum dan Sesudah Hindu-Buddha

Berikut adalah sistem kepercayaan yang ada di nusantara sebelum dan sesudah terintegrasi dengan kebudayaan Hindu-Buddha.

Aspek Sebelum Hindu-Buddha (Animisme-Dinamisme) Setelah Hindu-Buddha
Objek Pemujaan Roh nenek moyang, benda alam Dewa-dewa (Hindu), Buddha (Buddha)
Konsep Akhirat Tidak terdefinisi jelas Samsara, karma, reinkarnasi, nirwana
Ritual Pemujaan roh, sesajen Upacara keagamaan, meditasi, puja
Struktur Imam Dukun atau shamans Brahmana (Hindu), Bhiksu (Buddha)
Kitab Suci Tradisi lisan Weda, Tripitaka, kitab suci tertulis

Akulturasi dengan Kepercayaan Lokal

Sumber: Pexels

Salah satu faktor unik dari masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara adalah proses akulturasi dengan tradisi setempat. Masyarakat Nusantara tidak sepenuhnya meninggalkan kepercayaan animisme dan dinamisme mereka, melainkan menggabungkannya dengan ajaran baru.

  • Pemujaan roh leluhur tetap dilestarikan, bahkan digabungkan dengan konsep pemujaan dewa-dewa Hindu atau Bodhisattva dalam Buddha. Misalnya di Bali, upacara ngaben (pembakaran mayat) mencerminkan kepercayaan lama tentang penghormatan arwah, tetapi dalam bingkai Hindu.
  • Tradisi megalitikum seperti punden berundak menjadi inspirasi arsitektur candi. Struktur berundak yang melambangkan tingkatan dunia roh disesuaikan dengan konsep kosmologi Hindu-Buddha, seperti Bhurloka, Bhuvarloka, dan Svarloka pada bangunan candi.
  • Ritual sesajen dan doa kepada alam tetap dijalankan, namun dikaitkan dengan ajaran Hindu-Buddha. Contohnya, upacara Tawur Agung Kesanga di Bali mempersembahkan sesajen kepada roh jahat sekaligus mengajarkan keseimbangan kosmos ala Hindu.
  • Seni pertunjukan lokal seperti wayang kulit menyerap kisah Ramayana dan Mahabharata, tetapi disesuaikan dengan budaya Jawa. Tokoh-tokoh pun diberi karakter khas Jawa, menunjukkan perpaduan dua budaya yang harmonis.

Peran Kerajaan Hindu-Buddha dalam Penyebaran Agama

Grameds, penyebaran Hindu-Buddha di Nusantara tidak terlepas dari peran kerajaan-kerajaan besar yang berdiri sejak abad ke-4 Masehi. Para raja dan bangsawan berperan sebagai pelindung sekaligus penyokong utama perkembangan agama ini.

  • Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur (abad ke-4) menjadi bukti pertama pengaruh Hindu dengan ditemukannya Prasasti Yupa. Dalam prasasti tersebut, raja Mulawarman disebutkan mempersembahkan korban suci kepada para Brahmana, yang menunjukkan awal praktik ritual Hindu di Nusantara.
  • Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat (abad ke-5) juga meninggalkan jejak kuat melalui Prasasti Ciaruteun yang memuja Dewa Wisnu. Dari sini terlihat bahwa Hindu menjadi legitimasi politik raja sebagai penguasa yang dilindungi dewa.
  • Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 hingga ke-13) berperan penting sebagai pusat agama Buddha di Asia Tenggara. Catatan Tiongkok menyebut banyak pelajar dari Asia datang ke Sriwijaya untuk mempelajari ajaran Buddha Mahayana.
  • Kerajaan Mataram Kuno dan Majapahit di Jawa membangun candi-candi megah seperti Borobudur, Prambanan, dan Penataran. Selain sebagai pusat ritual, candi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, tempat menyalin naskah, dan simbol kejayaan agama serta politik.

Dengan dukungan para raja, agama Hindu-Buddha tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang pesat hingga menjadi dasar struktur sosial, budaya, dan politik di Nusantara.

Pengaruh pada Ritual dan Praktik Keagamaan

Berikut adalah contoh pengaruh kebudayaan Hindu-Budha pada ritual dan praktik keagamaan yang ada di Nusantara.

  • Upacara dan Ibadah

Hindu-Buddha memperkenalkan ritual yang lebih terstruktur daripada ritual yang ada sebelumnya. Dalam Hindu, upacara dipimpin oleh kaum Brahmana dan melibatkan pembacaan kitab Weda, sementara dalam Buddha, meditasi dan pembacaan Tripitaka menjadi inti ibadah. Namun, unsur lokal tetap hidup. Contohnya, upacara Tawur Agung dalam Hindu Bali menggabungkan unsur pemujaan roh leluhur dengan konsep karma.

  • Candi sebagai Pusat Keagamaan

Candi menjadi simbol akulturasi yang paling nyata dari integrasi kedua kebudayaan ini . Candi Borobudur (Buddha) dan Candi Prambanan (Hindu) tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga representasi kosmologi keagamaan.

Arsitektur candi di Nusantara mengadopsi konsep punden berundak (struktur berundak dari zaman megalitikum) yang disinergikan dengan simbolisme Hindu-Buddha. Misalnya, bagian candi Hindu-Buddha terdiri dari:

  • Bahasa dan Sastra Keagamaan

Penggunaan bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa dalam prasasti dan kitab suci memperkaya khazanah literatur keagamaan. Kitab-kitab seperti Kakawin Ramayana dan Nagarakretagama Menjadi dasar untuk penyebaran ajaran Hindu-Buddha, sementara juga menginspirasi karya sastra lokal.

Bahasa Sanskerta banyak diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti kata “durhaka” (dari drohaka), “bahagia” (dari bhagya), dan “istana” (dari astana).

Dampak pada Struktur Sosial dan Kepemimpinan

Grameds, berikut adalah dampak kebudayaan Hindu-Budha pada struktur sosial dan kepemimpinan yang ada di nusantara.

  • Sistem Kasta

Grameds, dampak utama dari masuknya kebudayaan ini terhadap nusantara adalah sistem kasta. Hindu memperkenalkan sistem kasta yang membagi masyarakat menjadi empat kelompok antara lain Brahmana, Kshatriya, Vaishya, dan Shudra.

Sistem ini mempengaruhi stratifikasi sosial di kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, meskipun tidak seketat di India. Masyarakat Nusantara mengadaptasinya dengan nilai-nilai lokal, seperti penghormatan kepada orang tua dan pemimpin.

  • Konsep Dewa-Raja (Devaraja)

Dalam sistem pemerintahan, raja dianggap sebagai titisan dewa atau dewa-raja (devaraja), yang memberikan legitimasi religius bagi kekuasaan politik.

Konsep ini diterapkan di kerajaan-kerajaan seperti Majapahit dan Sriwijaya, di mana raja memerintah dengan kekuasaan absolut yang didukung oleh otoritas keagamaan. Ini merupakan bentuk teokrasi yang memadukan kekuasaan politik dan agama.

Struktur Sosial dalam Masyarakat Hindu-Buddha di Nusantara

Berikut adalah struktur sosial yang ada di Indonesia setelah masuknya kebudayaan Hindu-Buddha.

Kasta Peran dan Fungsi Contoh Posisi dalam Masyarakat
Brahmana Penasihat spiritual, pendeta, ahli kitab suci Pendeta kerajaan, guru agama
Kshatriya Penguasa politik, prajurit, bangsawan Raja, pejabat kerajaan, komandan militer
Vaishya Pedagang, petani, pengusaha Saudagar, pemilik tanah
Shudra Pekerja rendahan, budak Buruh, pembantu, budak

Warisan dan Kelestarian dalam Masyarakat Modern

Berikut adalah warisan yang ditinggalkan kebudayaan Hindu-Buddha ke dalam masyarakat yang masih dilestarikan hingga sekarang.

  • Keagamaan dan Ritual

Pengaruh Hindu-Buddha masih terasa dalam praktik keagamaan modern. Di Bali, agama Hindu tetap hidup dengan ritual seperti Nyepi dan Galungan, yang memadukan unsur lokal dengan ajaran Hindu. Umat Buddha di Indonesia juga melanjutkan tradisi meditasi dan perayaan Waisak.

  • Seni dan Budaya

Berikut adalah beberapa kesenian dan kebudayaan hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-Buddha dengan nusantara yang masih eksis sampai sekarang.

  • Seni Pertunjukan

Wayang kulit dan wayang orang yang memakai cerita Mahabharata dan Ramayana menjadi media penyampai nilai-nilai moral dan spiritual.

  • Arsitektur

Masjid-masjid kuno seperti Masjid Agung Demak dan Masjid Kudus menunjukkan akulturasi dengan arsitektur Hindu-Buddha, particularly dalam penggunaan atap tumpang dan gapura.

  • Bahasa dan Sastra

Kata-kata Sanskerta masih digunakan dalam bahasa Indonesia, dan karya sastra klasik seperti Arjunawiwaha tetap dipelajari.

Kesimpulan

Grameds, pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha pada sistem keagamaan di Nusantara merupakan contoh akulturasi yang sukses dan berkelanjutan. Melalui integrasi dengan kepercayaan lokal, Hindu-Buddha tidak hanya menggantikan budaya asli, tetapi justru memperkaya dan membentuk identitas keagamaan yang unik dan baru.

Dari segi keyakinan, ritual, hingga struktur sosial, warisan yang ditinggalkan kebudayaan Hindu-Buddha dengan nusantara tetap relevan dan eksis hingga sekarang.

Mulai dari candi, upacara, dan sastra keagamaan bukan hanya peninggalan sejarah, tetapi juga menjadi living traditions yang terus menghidupkan nilai spiritualitas Nusantara.

Pemahaman akan pengaruh ini tidak hanya penting untuk melestarikan budaya, Grameds, tetapi juga untuk menghargai keragaman yang menjadi pondasi utama bangsa Indonesia.

Rekomendasi Buku Terkait

1. Survei Prasasti Zaman Hindu Buddha Di Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2023

Survei Prasasti Zaman Hindu-Buddha di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2023

Penelitian bersama BRIN dan EFEO pada 2023 menelusuri prasasti Hindu-Buddha di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, baik yang masih in situ maupun yang tersimpan di museum. Penelitian ini bertujuan mengumpulkan data untuk Inventaris Daring Epigrafi Nusantara Kuno (idenk.net) dan membuat reproduksi visual dengan fotogrametri. Laporan ini juga memuat bacaan baru atas prasasti yang belum pernah atau perlu dibaca ulang, lengkap dengan terjemahan bahasa Indonesia.

Hasil survei memperkaya pemahaman sejarah Jawa abad VIII hingga awal abad X, terutama masa pemerintahan Raja Lokapala dan Raja Balitung. Meski belum sempurna, laporan ini diharapkan menjadi kontribusi penting bagi studi prasasti Hindu-Buddha di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

2. Seri Pengayaan Pembelajaran Sejarah Indonesia: Masa Hindu-Buddha

Seri Pengayaan Pembelajaran Sejarah Indonesia: Masa Hindu-Buddha

Masuknya pengaruh Hindu–Buddha menjadi tonggak penting dalam sejarah Indonesia, dipicu oleh posisi strategis Indonesia di jalur perdagangan dan kekayaan alamnya yang menarik pedagang India dan Tiongkok. Interaksi ekonomi ini berkembang menjadi pertukaran budaya, di mana masyarakat Indonesia mulai mengenal agama Hindu–Buddha serta konsep-konsep baru dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.

Buku ini membahas secara menyeluruh sejarah masa Hindu–Buddha di Indonesia, mulai dari awal masuknya pengaruh budaya tersebut, perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu–Buddha, hingga dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Ditujukan bagi pembaca yang berminat pada sejarah, buku ini diharapkan menumbuhkan kebanggaan terhadap warisan budaya bangsa.

3. Survei Prasasti Zaman Hindu-Buddha di Provinsi Jawa Timur

Survei Prasasti Zaman Hindu-Buddha di Provinsi Jawa Timur

Penelitian BRIN dan EFEO pada 2023 menelusuri prasasti Hindu-Buddha di Jawa Timur, khususnya di wilayah Pasuruan, Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, dan Nganjuk. Survei mencakup prasasti in situ maupun yang disimpan di museum, dengan tujuan mengumpulkan data untuk Inventaris Daring Epigrafi Nusantara Kuno (idenk.net) dan membuat reproduksi visual lewat fotogrametri.

Hasil penelitian ini memperkaya pemahaman sejarah Jawa abad VIII–XIV, terutama masa sebelum Raja Balitung, zaman Sindok, dan Kerajaan Kadiri. Publikasi ini diharapkan memberi kontribusi dan sudut pandang baru dalam studi prasasti Hindu-Buddha di Jawa Timur.

About the author

Shaza Zahra

Gramedia Literasi