Marketing

KOL: Pengertian, Jenis, Manfaat, dan Perbedaannya dengan Influencer

KOL adalah
Written by Nandy

KOL adalah – Grameds, pernahkah kamu beli buku gara-gara baca review di book blogger favorit kamu? Atau mungkin kamu pernah membaca tips memilih buku original di blog tersebut? Kalau iya, selamat, berarti kamu sudah terpengaruh oleh seorang Key Opinion Leader (KOL).

Menggunakan jasa KOL adalah hal yang lumrah sekarang, bahkan banyak ahli digital marketing yang mengharuskannya. Pasalnya, keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan sebanding dengan pengeluarannya. Terutama dalam meningkatkan brand awareness.

Terima kasih pada perkembangan teknologi karena sudah ikut mengubah pola dan sistem pemasaran. Sekarang, baliho atau poster yang dipasang di jalan-jalan sudah mulai ditinggalkan. Perusahaan lebih memilih menggunakan KOL di media sosial sebagai teknik pemasarannya.

Meskipun memang kadang-kadang KOL tidak selalu berdampak pada peningkatan penjualan produk. Namun tetap saja, keuntungannya tidak bisa dilupakan. Nah, sebenarnya apa itu Key Opinion Leader? Sepenting apa keberadaannya? Mari kita bahas selengkapnya bersama-sama di sini.

Pengertian KOL

KOL adalah

pixabay.com

Key Opinion Leader alias KOL adalah seseorang yang punya skill, pengetahuan maupun kemampuan di bidang tertentu yang pengaruhnya cukup besar. Setiap pendapatnya akan didengarkan oleh masyarakat. Singkatnya, KOL bisa juga disebut sebagai pakar, profesional, atau spesialis yang dipercaya banyak orang.

Umumnya, seorang KOL dipercaya karena pengetahuan maupun pengalaman dalam satu bidang tertentu. Misalnya seorang penulis buku, fashion designer, dokter anak, psikolog, dan sebagainya.

Ketika orang-orang sekaliber itu menyebut atau merekomendasikan suatu produk, pendapatnya akan lebih dipercaya oleh banyak orang termasuk kamu, bukan? Sebab kredibilitasnya sudah tidak perlu diragukan lagi. Seperti yang ditulis oleh Claire Diaz-Ortiz dalam bukunya yang berjudul Social Media Success for Every Brand.

Perbedaan KOL dan Influencer

KOL adalah

pixabay.com

Tak sedikit orang yang menganggap bahwa KOL sama dengan influencer. Alasannya cukup beragam, namun yang pasti anggapan ini keliru ya, grameds. Soalnya keduanya memang serupa tapi tidak 100% sama.

Key Opinion Leader (KOL) dipercaya banyak orang karena keahlian yang dimilikinya, pengalamannya, serta profesionalitasnya. Selain itu, KOL juga tidak harus selalu muncul di media sosial, tetapi mereka bisa memanfaatkannya sebagai media untuk menyebarkan pesan kepada pengikutnya.

Sedangkan influencer membangun kredibilitasnya sendiri dengan menonjolkan persona di media sosial serta konten-konten yang mereka bagikan. Oleh karena itu, influencer harus selalu aktif “menyapa” pengikutnya di media sosial. Menariknya, mereka bisa dianggap sebagai Key Opinion Leader oleh pengikutnya sendiri.

Pendek kata, tidak semua Key Opinion Leader bisa disebut sebagai influencer and vice versa. Sebab, banyak juga Key Opinion Leaders yang justru aktif di media sosial karena kesibukannya di dunia nyata. Beberapa mungkin menganggapnya sebagai hal yang tidak berguna dan hanya membuang-buang waktu saja. Lagipula, tidak ada tuntutan untuk memiliki media sosial dengan ratusan ribu followers bagi mereka.

Seperti dokter Boyke, misalnya. Tanpa bantuan sosial media, kita sudah tahu bahwa dia adalah seorang yang punya pengetahuan serta keahlian dalam bidang seksolog, kandungan, dan seksualitas manusia. Begitu juga profesor atau guru besar di universitas.

Meski begitu, sekarang cukup banyak experts yang memanfaatkan sosial media untuk mengedukasi masyarakat. Seperti dr. Jiemi Ardian yang aktif membagikan konten-konten tentang kesehatan jiwa di Instagram dan twitter.

Karena eksistensinya di media sosial inilah, dr. Jiemi Ardian bisa juga dibilang sebagai influencer. Sampai bulan Oktober 2022 ini, akun Instagramnya sudah diikuti oleh 221 ribuan orang dan 316 ribuan di twitter.

Kamu bisa melihat kesibukan seorang influencers lebih lengkap lagi dalam buku How to Win Instagram Trik Menjadi Instagram Influencer yang disusun oleh Tim Stiletto Book. Buku ini membeberkan aktivitas selebgram sukses di Indonesia seperti Janine Intansari, Olivia Lazuardy, Ariana Octavia, Susan Emir dan Ayudhya Ghita.

Berdasarkan Pekerjaannya

Salah satu pembeda utama antara Key Opinion Leaders dan influencers adalah pekerjaannya. Seorang yang profesional biasanya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk pekerjaan utamanya, karena itu jika ada tawaran untuk menjadi KOL merupakan pekerjaan sampingan baginya.

Sementara itu, bagi mayoritas influencers, aktivitas mereka di media sosial adalah pekerjaan utamanya. Artinya mereka menghabiskan waktunya untuk membuat konten yang akan diunggah ke media sosial, menulis artikel di blog, atau membuat video Youtube.

Influencers bisa merencanakan satu konten dalam waktu tiga hari atau lebih, sementara KOL biasanya hanya bermain media sosial di waktu senggangnya saja.

Bisa dibilang bahwa influencer mirip seperti guru di sekolah. Mereka punya pengetahuan yang cukup di bidang (niche) nya sendiri dan mereka juga mampu mentransfer pengetahuan tersebut kepada followers-nya di media sosial.

Pasar atau Target Audience

Perbedaan selanjutnya terletak pada pasar atau audience-nya. Influencer biasanya membangun atau mencari audience-nya sendiri agar siap “dimanfaatkan” kapan saja, sedangkan KOL tidak. Hal ini sering kali mengecoh perusahaan yang baru akan menggunakan jasa KOL atau influencer.

Bagi perusahaan yang baru mau terjun cenderung menganggap jumlah followers di media sosial yang dimiliki oleh influencer atau KOL sangat berpengaruh pada kesuksesan kampanye yang dijalankan. Mereka berpikir, semakin banyak jumlah followers-nya, seorang influencer atau KOL akan semakin berpengaruh.

Pada akhirnya, anggapan ini berkembang ke tahap lebih lanjut yaitu mendewakan followers. Bagi mereka, semakin besar angka pada kolom “followers” di media sosial semakin besar keuntungan yang didapatkan.

Padahal nyatanya, strategi pemasaran dengan KOL dan influencer tidak selalu begitu. Banyak kok brand besar yang bekerja sama dengan artis namun masih kalah dengan brand kecil yang memanfaatkan jasa nano-micro influencers. Seperti yang dijelaskan oleh Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, Iwan Setiawan dalam buku Marketing 4.0: Bergerak dari Tradisional ke Digital.

Biasanya, ini terjadi pada brand yang produknya hanya dipromosikan saja tanpa dipakai di kehidupan sehari-hari si artis atau influencer terkenal yang mereka pilih sebagai “wajah” produknya.

Disamping itu, artis atau influencer terkenal yang memiliki jadwal padat biasanya semakin jarang berinteraksi di media sosial. Dalam kasus seperti ini, iklan yang dipasang di akun media sosial mereka hanya sebatas iklan saja. Tidak ada interaksi antara KOL dan pengikutnya yang bisa meningkatkan image brand tersebut.

Berbeda dengan nano-micro influencer yang masih sering berinteraksi dengan followers-nya. Jumlah followers mereka memang tidak terlalu banyak, namun hubungan yang dibangun dengan followers-nya lebih alami dan tidak dibuat-buat. Selain itu, mereka juga bisa menghabiskan waktu seharian untuk membuktikan bahwa produk yang dipromosikan memang benar dipakai sehingga mereka bisa menunjukkan manfaatnya. Hal ini bisa berpengaruh pada kepercayaan masyarakat.

Jenis-Jenis Key Opinion Leader

KOL adalah

unsplash.com

Nah dari tadi kita sudah membahas soal nano-micro influencer, artis, dan jumlah followers. Tapi sebenarnya apa yang dimaksud dengan nano atau micro influencer dan apa hubungannya dengan jumlah followers?

Begini, berdasarkan jumlah followers-nya KOL maupun influencer bisa dibedakan menjadi lima kategori, yaitu Nano, Micro, Mid-tier, Macro, dan Mega influencers (KOL). Seperti ini kira-kira pembagiannya:

Jenis Jumlah Followers
Nano Influencers 1.000 s.d 10.000 followers
Micro Influencers 10.000 s.d 50.000 followers
Mid-tier Influencers 50.000 s.d 500.000 followers
Macro Influencers 500.000 s.d. 1.000.000 followers
Mega-influencers >1.000.000 followers
KOL adalah

Influencer Marketing Hub

Percaya tak percaya, menurut laman Influencer Marketing Hub, kebanyakan influencer yang sukses datang dari kategori micro dan mid-tier influencers. Sementara itu, nano influencers biasanya cukup populer di bidan (niche) yang mereka pilih.

Bagi influencers, mengumpulkan followers sebanyak mungkin adalah kewajiban sekaligus target yang harus dipenuhi. Sebab, ini jadi “nilai jual” dan ukuran kredibilitas mereka.

Namun bagi pakar, expert, atau spesialist, cara kerjanya tidak selalu seperti itu. Jika nama mereka sudah terkenal di dunia “offline”, mereka bisa lebih mudah mengumpulkan pengikut saat terjun ke dunia online. Tak jarang jumlahnya bisa mencapai kategori macro atau mega.

Misalnya seperti Chef Renata yang jumlah followers Instagram nya mencapai 2,5 juta orang atau Chef Juna dengan 1,6 juta followers. Singkatnya, kalau mau, para pakar atau expert di bidangnya bisa menjadi KOL dalam waktu yang relatif singkat.

Akan tetapi, KOL dengan jumlah pengikut yang banyak kadang rate card-nya tidak masuk di budget perusahaan kalau tidak mau dibilang tidak masuk akal. Misalnya, untuk satu kali posting di Instagram, perusahaan harus membayar hingga puluhan juta. Di sisi lain, harga yang fantastis itu, kadang-kadang tidak diikuti dengan interaksi bersama followers-nya. Namun, KOL seperti ini memang manusia super sibuk, bahkan kemungkinan dia membayar asisten untuk mengelola akun media sosialnya sendiri.

Manfaat Key Opinion Leader

Setelah membaca uraian tentang pengertian dan jenis-jenis Key Opinion Leader tadi, kamu mungkin bertanya-tanya tentang manfaat dari para KOL ini. Well, terlepas dari siapa dan berapa jumlah followers atau bayarannya, KOL merupakan hal yang penting di era pemasaran digital seperti sekarang. Soalnya mereka punya beberapa manfaat, diantaranya:

1. Membantu aktivitas promosi brand atau produk

Yup, seorang KOL bisa membantu aktivitas promosi sebuah brand atau produk, caranya dengan mengunggah konten di media sosial, blog, hingga Youtube pribadinya.

Jumlah followers yang mereka miliki dapat membantu brand atau produk yang dipromosikan semakin dikenal banyak orang. Sekian persen dari pengikutnya mungkin membuka akun bisnis, searching di google, atau membeli produk tersebut jika memang tertarik.

2. Menaikkan kredibilitas brand

Ingat, KOL bukan orang random yang tiba-tiba viral lalu dikenal banyak orang. Mereka ada orang yang berpengalaman dan ahli dalam bidangnya masing-masing. Jadi ketika sebuah brand menggunakan KOL dalam strategi marketing-nya, kredibilitas brand tersebut bisa naik.

Ya coba siapa yang tidak percaya saat Chef Renata bilang bahwa kompor yang diproduksi oleh Brand A bagus, panasnya merata, dan sebagainya? Bahkan dengan menggunakan strategi yang tepat, image sebuah brand bisa lebih positif setelah menggunakan KOL.

Pada akhirnya, tak sedikit orang yang lebih percaya pada brand yang disebut oleh Chef Renata dibanding kompetitornya, bukan?

3. Meningkatkan followers dan pelanggan

Manfaat yang ketiga merupakan tahap selanjutnya dari manfaat yang kedua. Maksudnya, setelah kredibilitas sebuah brand naik karena memakai KOL dalam pemasarannya, jumlah followers dan pelanggannya akan mengalami peningkatan.

Alasannya bervariasi, bisa karena pengaruh dari KOL tersebut atau bisa juga dari cara yang lebih tradisional seperti mouth-to-mouth marketing alias satu pelanggan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya untuk menggunakan produk atau brand yang dipromosikan oleh KOL.

Hal Penting yang Harus Dimiliki untuk Menjadi Seorang KOL

KOL adalah

unsplash.com

Saat ini, bisa dibilang, kesempatan untuk menjadi Key Opinion Leader cukup terbuka lebar bagi siapa saja, termasuk kamu. Namun prosesnya bisa jadi lebih sulit dibanding menjadi Influencers.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, KOL adalah seseorang yang mempunyai profesi, pengalaman atau pengetahuan khusus di dalam suatu bidang. Bahkan, bisa dibilang KOL adalah ahli di bidangnya sendiri.

Jadi kalau kamu mau menjadi seorang KOL, sebaiknya tunjukkan bahwa kamu punya pengalaman maupun pengetahuan yang kuat di bidang yang kamu geluti. Misalnya seperti Muhammad “Lemon” Ikhsan yang namanya terkenal setelah skill main game mobile-nya diakui banyak gamer di Indonesia.

Dengan skill-nya, Lemon bisa menjadi Key Opinion Leader di bidang game mobile dan membantu promosi game yang dia mainkan. Ketika dia membuat konten review game tersebut, maka pendapat pribadinya jauh lebih dipercaya oleh masyarakat luas.

Jadi, kalau dibandingkan antara game yang bekerja sama dengan Lemon dan tidak, game yang dimainkan Lemon akan lebih banyak diunggah oleh gamers Indonesia.

Kamu bisa menemukan cara lain untuk menjadi influencer dalam buku The Magic Of Influencer : Bagaimana Memberi Nilai Pada Diri yang ditulis oleh Alam Bachtiar. Buku ini membicarakan dengan jelas tentang apa itu Influencer dan bagaimana caranya agar seseorang bisa menjadi Influencer.

Key Opinion Leader Bisa “Lahir” Karena Bantuan dari Brand

Beberapa tahun terakhir, strategi menggunakan micro influencers dalam pemasaran produk atau brand sedang populer. Nah, terkadang kondisi seperti ini justru bisa membantu lahirnya KOL pendatang baru.

Micro influencers, meskipun jumlah followers nya tidak terlalu banyak, tetapi engagement rates yang mereka dapatkan jauh lebih baik dibanding mega influencers. Khususnya dalam niche yang dia pilih sendiri.

Lambat laun, popularitas micro influencers ini akan terus meningkat seiring dengan kemunculannya di berbagai channel marketing brand yang bekerja sama dengannya.

Saat dia mulai banyak dilihat oleh masyarakat, kemungkinan besar orang-orang akan meminta pendapat, komentar, atau saran darinya soal bidang yang sama dengan brand yang dia promosikan.

Misalnya katakanlah, ada seorang influencer yang sering membagikan konten tentang desain lalu dia bekerja sama dengan salah satu perusahaan software desain terkenal di Indonesia.

Selama kerjasama berlangsung, dia sering muncul di video Youtube, media sosial, bahkan hingga mengisi materi dalam webinar online yang diadakan oleh perusahaan tersebut. Lama kelamaan, orang yang melihatnya akan berpikir bahwa si influencer ini memang punya keahlian di bidang desain. Ujungnya, mereka mulai mempercayai perkataan si influencer tersebut. Sekian persen dari mereka mungkin akan memakan jasanya.

Ada juga influencer yang melebarkan sayap menjadi selebritis yang sering wara-wiri di acara televisi. Seperti Keanu a.k.a keanuagl yang sempat bermain di salah satu program televisi setelah namanya tenar di Instagram dan twitter lewat “sambatan” khasnya.

Kalau mau, kamu juga bisa belajar cara mempengaruhi orang lain dari buku How to Win Friends And Influence People In The Digital Age (Edisi Revisi) yang ditulis oleh Dale Carnegie & Associates.

Nah Grameds, itulah serba-serbi Key Opinion Leader atau KOL yang banyak digunakan oleh brand dan perusahaan dalam strategi pemasaran mereka dan kadang-kadang menggoda kita untuk membeli produk yang mereka promosikan. Semoga informasi di artikel ini bermanfaat, ya. Sampai jumpa di artikel berikutnya!

Jika kamu ingin mencari berbagai macam buku tentang influencer, maka bisa menemukannya di gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Gilang Oktaviana Putra

BACA JUGA:

  1. Apa Itu Influencer? Pengertian, Jenis, dan Pengaruhnya Terhadap Bisnis
  2. Pengertian, Prospek Kerja, dan Cara Menjadi Content Creator
  3. 12 Tips Instagram Banyak Followers yang Perlu Kamu Tahu
  4. 7 Cara Jualan di Instagram Agar Laris Manis, Simak Disini
  5. 12 Contoh Strategi Pemasaran yang Patut Dicoba

About the author

Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya