Sejarah

Asal Usul Persebaran Nenek Moyang di Indonesia

Written by Fandy

Asal Usul Persebaran Nenek Moyang di Indonesia – Banyaknya suku di Indonesia berdampak pada munculnya keberagaman bahasa daerah dan kebudayaan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Kekayaan ini bisa menjadi masalah apabila tidak pandai mengelola keragaman dan perbedaan yang ada. Tentu ini berkaitan pula dengan asal mula kedatangan suku bangsa dan kapan kedatangan mereka di Indonesia.

Di Indonesia, banyak ditemukan jenis-jenis manusia purba dengan ciri-ciri tubuh yang berbeda dengan manusia sekarang. Dalam perkembangannya, jenis-jenis manusia purba tersebut dimungkinkan sudah punah. Sedangkan yang jenis Homo Sapiens telah berevolusi atau perubahan secara lambat. Anak-anak pasti akan bertanya siapa sebenarnya nenek moyangnya.

Dengan motto “Bhinneka Tunggal Ika” yang dimiliki bangsa Indonesia, menyatukan berbagai keberagaman yang ada di dalamnya termasuk suku bangsa. Pada buku Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia oleh Dr. Zulyani Hidayah, kamu dapat mempelajari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia.

beli sekarang

Asal Usul Persebaran Nenek Moyang di Indonesia

beli sekarang

Dalam memahami asal usul nenek moyang di Indonesia, pertama-tama kita harus melihat sejarah kelahiran umat manusia yang dapat Grameds dapat pelajari di buku Sapiens Grafis: Kelahiran Umat Manusia oleh Yuval Noah Harari.

Menurut pendapat Sarasin bersaudara, penduduk asli kepulauan Indonesia adalah ras berkulit gelap dan bertubuh kecil. Pada mulanya mereka tinggal di Asia bagian Tenggara. Ketika zaman es mencair dan air laut naik hingga berbentuk laut Cina selatan dan laut Jawa sehingga memisahkan pegunungan vulkanik kepulauan Indonesia dari daratan utama.

Beberapa penduduk asli kepulauan Indonesia tersisa dan menetap di daerah-daerah pedalaman, sedangkan daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang. Penduduk asli itu disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin. Ras yang masuk dalam kelompok ini adalah suku bangsa Hieng di Kamboja, Miaotse, Yao-Jen di Cina, dan Senoi di Semenanjung Malaya.

Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak yang mendiami Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk tertua di kepulauan Indonesia. Mereka mempunyai hubungan erat dengan nenek moyang Melanesia masa kini dan orang Vedda yang saat ini masih ada di Afrika, Asia Selatan, dan Oceania. Vedda itulah manusia pertama yang datang ke pulau-pulau yang sudah berpenghuni. Mereka membawa budaya perkakas batu. Ras Melanesia dan Vedda hidup dalam budaya mesolitik.

Pendatang berikutnya membawa budaya baru yaitu budaya neolitik. Para pendatang baru itu jumlahnya lebih banyak dari penduduk asli. Mereka datang dalam dua tahap. Mereka disebut oleh Sarasin sebagai Proto Melayu dan Deutero Melayu. Kedatangan Proto Melayu dan Deutero Melayu terpisah diperkirakan lebih dari 2000 tahun yang lalu.

1. Proto Melayu

Proto Melayu diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau paling timur di Pasifik. Mereka diperkirakan datang dari Cina bagian selatan. Ras Melayu ini memiliki ciri-ciri: rambut lurus, kulit kuning kecoklatan dan mata sipit.

Dari Cina bagian selatan (Yunan) mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam kemudian ke kepulauan Indonesia. Mereka pada awalnya menempati pantai-pantai Sumatra Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat.

Ketika datang para imigran baru (Deutro Melayu atau Ras Melayu Muda), mereka ras Proto Melayu berpindah masuk ke pedalaman dan mencari tempat baru ke hutan untuk dijadikan hunian. Kehidupan di dalam hutan menjadikan mereka terisolasi dari dunia luar sehingga memudarkan peradaban mereka. Penduduk asli dan ras Proto Melayu pun kemudian melebur dan kemudian menjadi suku Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan Gayo.

Kehidupan ras yang terisolasi tersebut kemudian menyebabkan Proto Melayu mendapatkan pengaruh dari kebudayaan Hindu maupun Islam di kemudian hari. Ras Proto Melayu mendapatkan pengaruh Kristen sejak mereka mengenal para penginjil yang masuk ke wilayah mereka untuk memperkenalkan agama Kristen dan peradaban baru dalam kehidupan mereka.

Persebaran suku Dayak hingga ke Filipina selatan, Serawak dan Malaka menunjukkan rute perpindahan mereka dari kepulauan Indonesia. Sementara suku Batak yang mengambil rute ke Barat menyusuri pantai Burma dan Malaka Barat. Oleh sebab itu, beberapa kesamaan bahasa yang digunakan oleh suku Karen di Burma banyak mengandung kemiripan dengan bahasa Batak.

2. Deutero Melayu

Ras Deutero Melayu adalah ras yang datang dari Indocina bagian utara. Ras ini membawa budaya baru berupa perkakas dan senjata besi di kepulauan Indonesia atau kebudayaan Dongson. Ada yang menyebut mereka dengan sebutan orang Dongson.

Peradaban mereka lebih tinggi dari ras Proto Melayu. Mereka dapat membuat perkakas dari perunggu. Peradaban mereka ditandai dengan keahlian mengerjakan logam. Perpindahan mereka ke kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute persebaran alat-alat yang mereka tinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia seperti kapak persegi panjang. Peradaban ini dapat dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Malaka, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam hal pengolahan tanah, mereka memiliki kemampuan untuk membuat irigasi pada tanah-tanah pertanian yang telah berhasil diciptakan dengan membabat hutan terlebih dahulu. Ras Deutero Melayu juga memiliki peradaban pelayaran lebih maju dari pendahulunya karena petualangan mereka sebagai pelaut dibantu dengan penguasaan mereka terhadap ilmu perbintangan. Perpindahan ras Deutero Melayu juga menggunakan jalur pelayaran laut. Sebagian dari ras Deutero Melayu ada yang mencapai kepulauan Jepang bahkan hingga sampai Madagaskar.

Kedatangan ras Deutero Melayu di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Mereka kemudian berpindah mencari tempat baru ke hutan sebagai tempat hunian mereka. Pada akhirnya Proto dan Deutero Melayu melebur dan menjadi penduduk di kepulauan Indonesia.

Pada masa berikutnya mereka menjadi sulit dibedakan. Proto Melayu meliputi penduduk di Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara serta Toraja di Sulawesi. Sementara itu, semua penduduk di kepulauan Indonesia kecuali penduduk Papua yang tinggal di sekitar pulau-pulau Papua adalah ras Deutero Melayu.

3. Melanesoid

Ras Melanesoid ini tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah timur yaitu Irian dan benua Australia. Di kepulauan Indonesia mereka tinggal di Papua, bersama dengan Papua Nugini, Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, mereka merupakan rumpun Melanesoid. Seperti dikatakan Daldjoeni, suku Melanesoid sekitar 70% menetap di Papua sedangkan 30% mendiami beberapa kepulauan di sekitar Papua dan Papua Nugini.

Awalnya, kedatangan Melanesoid di Papua berawal saat zaman es terakhir atau pada tahun 70.000 SM. Pada saat itu kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Ketika suhu turun hingga kedinginan maksimal dan air laut menjadi beku. Permukaan laut menjadi lebih rendah 100 m dibandingkan permukaan saat ini. Pada saat itulah muncul pulau-pulau baru. Adanya pulau-pulau itu memudahkan makhluk hidup berpindah dari Asia menuju kawasan Oseania.

Suku Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua kemudian ke Benua Australia yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang berhubungan dengan Papua. Suku Melanesoid saat itu hingga mencapai 100 ribu jiwa meliputi wilayah Papua dan Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan paleotikum.

Pada saat masa es berakhir dan air laut mulai naik lagi pada tahun 5000 SM, kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah seperti yang dapat dilihat saat ini. Pada saat itu jumlah penduduk mencapai 0,25 juta dan pada tahun 500 SM mencapai 0,5 jiwa.

Asal mula bangsa Melanesia yaitu Proto Melanesia yang merupakan penduduk pribumi di Jawa. Mereka ialah manusia wajak yang tersebar pada bagian timur dan menduduki Papua sebelum zaman es berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada saat itu. Di Papua manusia wajak hidup berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara sungai.

Mereka hidup dengan menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan. Tempat tinggal mereka berupa perkampungan yang terbuat dari bahan-bahan yang ringan. Rumah-rumah itu sebenarnya hanya berupa kemah atau tadah angin yang sering didirikan menempel pada dinding gua yang besar. Kemah-kemah dan tadah angin itu hanya digunakan sebagai tempat untuk tidur dan berlindung sedangkan aktivitas lainnya dilakukan di rumah.

Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh bangsa Melayu. Mereka yang belum sempat mencapai kepulauan Papua akhirnya melakukan percampuran dengan ras baru tersebut. Percampuran bangsa Melayu dengan Melanesoid menghasilkan keturunan Melanesoid Melayu. Saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

4. Negrito dan Weddid

Sebelum kedatangan kelompok Melayu tua dan muda, orang-orang Negrito dan Weddid sudah masuk terlebih dahulu ke Indonesia. Negrito merupakan sebutan yang diberikan oleh orang-orang Spanyol karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan jenis-jenis Negro. Sejauh mana kelompok Negrito ini bertalian darah dengan jenis-jenis Negro yang terdapat di Afrika serta kepulauan Melanesia, demikian pula bagaimana sejarah perpindahan mereka juga belum banyak diketahui dengan pasti.

Kelompok Weddid ini terdiri oleh orang-orang dengan kepala mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga nampak seperti berang. Kulit mereka coklat tua dan tinggi untuk laki-lakinya rata-rata 155 cm. Weddid berarti jenis Wedda (bangsa yang terdapat di pulau Ceylon- Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Indonesia cukup luas misalnya di Palembang dan Jambi (Kubu), Siak, dan Sulawesi tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna).

Periode imigrasi berlangsung berabad-abad. Terdapat kemungkinan mereka berasal dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan budaya yang sama pula. Mereka itulah nenek moyang orang Indonesia saat ini.

Sekitar 170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia adalah bahasa Austronesia yaitu Melayu-Polinesia. Bahasa tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi dua oleh Sarasin yaitu bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

Kelompok kedua adalah bahasa Batak, Melayu standar, Jawa dan Bali. Kelompok ini memiliki hubungan dengan bahasa Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon. Persebaran geografis kedua bahasa itu menunjukkan bahwa penggunanya adalah pelaut-pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai peradaban lebih maju.

Di samping bahasa-bahasa itu, ada juga bahasa Halmahera Utara dan Papua yang digunakan di pedalaman Papua dan pulau Halmahera bagian utara.

Teori Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Asal Usul Persebaran Nenek Moyang

kemdikbud.go.id

Beberapa teori mengenai asal-usul  nenek moyang bangsa Indonesia menurut beberapa ahli.

1. Drs. Moh Ali

Menurut Drs. Moh Ali, bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan-Cina. Pendapat ini dipengaruhi oleh pendapat Mens yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak oleh bangsa-bangsa lebih kuat sehingga mereka pindah ke selatan termasuk Indonesia.

Moh Ali mengatakan bahwa leluhur orang Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar yang terletak di daratan Asia dan mereka berdatangan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari 3000 hingga 1500 SM (Proto Melayu) dan gelombang kedua terjadi pada 1500 hingga 500 SM (Deutero Melayu).

Untuk gelombang pertama dan kedua ini dapat dibedakan melalui bentuk perahu yang digunakan. Ciri-ciri gelombang pertama adalah kebudayaan Neolitikum dengan jenis perahu bercadik satu, sedangkan gelombang kedua menggunakan perahu bercadik dua.

2. Prof. Mohammad Yamin

Prof. Mohammad Yamin mengatakan bahwa orang Indonesia adalah asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Moh Yamin meyakini bahwa ada sebagian bangsa atau suku di luar negeri yang berasal dari Indonesia.

Mohammad Yamin mengatakan bahwa temuan fosil dan artefak lebih banyak dan lengkap di Indonesia daripada daerah lain di Asia, seperti temuan fosil Homo atau Pithecanthropus Soloensis dan Wajakensis yang tidak ditemukan di daerah Asia lain termasuk Asia Tenggara.

3. Willem Smith

Menurut pandangan Willem Smith, asal-usul bangsa Indonesia melalui penggunaan bahasa oleh orang-orang Indonesia. Willem Smith mengkategorikan bangsa-bangsa di Asia atas dasar bahasa yang dipakai yakni bangsa yang berbahasa Togon, bangsa yang berbahasa Jerman dan bangsa yang berbahasa Austria.

Kemudian bahasa Austria dibagi menjadi dua yaitu bangsa yang menggunakan bahasa Austro Asia dan bangsa yang menggunakan bahasa Austronesia. Bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia ini mendiami wilayah Indonesia (Melanesia dan Polinesia).

Dalam teori Out of Afrika dan Out of Taiwan menerangkan tentang asal usul nenek moyang Indonesia yang terlihat bahwa betapa eratnya keterkaitan dinamika sejarah Melanesia dengan bumi nusantara. Kata Melanesia diperkenalkan pertama kali oleh Dumot d’urville seorang penjelajah berkebangsaan Prancis untuk menyebut wilayah etnik penduduk yang berkulit hitam dan berambut keriting di kawasan Pasifik.

Menurut Harry Truman pada sekitar 60000 tahun yang lalu terdapat sekelompok orang yang dengan semangat keberaniannya melintasi selat-selat dan laut hingga mencapai kepulauan Indonesia.

Mereka adalah Homo Sapiens yang dalam buku literatur disebut sebagai manusia modern awal. Ketika berangkat dari tanah asalnya yaitu Afrika, mereka tidak memiliki tujuan. Teori ini menurut para ahli disebut teori Pout of Africa. Dalam pemikiran mereka yang ada hanyalah bagaimana mereka dapat menemukan ladang kehidupan baru yang lebih menjanjikan.

Mereka beruntung dalam pengembaraannya dapat mengatasi segala rintangan alam, dari generasi ke generasi mereka mencapai wilayah-wilayah penghidupan yang baru dalam asal-usul dan persebaran nenek moyang bangsa Indonesia.

Di tempat baru, mereka mengeksplorasi sumber daya lingkungan yang tersedia untuk mempertahankan hidup. Mereka meramu dari berbagai buah-buahan, umbi-umbian yang ada di wilayah tersebut. Hewan-hewan juga diburu oleh mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk keperluan itu maka dibuatlah peralatan dari batu dan bahan organik seperti dari kayu dan bambu.

Dalam mempelajari ilmu sejarah, konsep utama dari ilmu tersebut adalah manusia yang dijelaskan pada buku Manusia dan Sejarah : Sebuah Tinjauan Filosofis oleh Yulia Siska.

beli sekarang

Corak Kehidupan Nenek Moyang Bangsa Indonesia

pola hunian manusia purba

Corak kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia ini meliputi kehidupan agraris, kehidupan bahari, kehidupan sosial,kehidupan seni budaya, dan kehidupan religius.

a. Kehidupan agraris

Nenek moyang bangsa Indonesia hidup dengan bertani. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat khusus pertanian yang berupa beliung persegi dan kapak lonjong. Kehidupan agraris ini hingga saat ini masih kita temukan di beberapa wilayah terutama pedesaan.

b. Kehidupan bahari

Nenek moyang bangsa Indonesia telah mampu mengarungi laut. Mereka juga memiliki pengetahuan tentang laut, angin, musim, dan astronomi. Mereka juga membuat perahu bercadik, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dari laut.

c. Kehidupan sosial

Nenek moyang bangsa Indonesia telah hidup dalam masyarakat yang teratur dalam kesehariannya hidup secara gotong royong. Dengan gotong royong, pembangunan yang ada di daerah semakin cepat, misalnya saja ada pembagunan jembatan di suatu desa yang diselesaikan dengan waktu yang relatif singkat karena para warganya saling bergotong royong.

d. Kehidupan seni budaya

Nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal barang-barang perhiasan dari batu, perunggu, manik-manik, dan kaca. Tidak hanya itu, mereka juga pandai melukis, menari, dan lain-lain, sehingga dikenal dengan kehidupan seni budayanya.

e. Kehidupan religius

Nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal bentuk-bentuk kepercayaan seperti: pemujaan terhadap roh nenek moyang, animisme (kepercayaan bahwa suatu benda memiliki roh atau jiwa), dinamisme (kepercayaan bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib), dan monoteisme (kepercayaan bahwa di luar dirinya ada satu kekuatan yang melebihi dirinya yaitu kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa).

Pada dasarnya nenek moyang bangsa Indonesia sudah memiliki kepercayaan yakni mengakui adanya kekuatan luar biasa yang berada di luar diri manusia. Oleh karena itu, sudah sejak zaman dahulu, nenek moyang kita sudah memiliki kehidupan religius.

Dari penjelasan yang sudah dijelaskan di atas dapat dikatakan bahwa asal-usul persebaran nenek moyang di Indonesia hampir didominasi oleh ras Melayu. Selain itu, persebarannya umumnya terjadi melalui jaur laut atau para nenek moyang melakukannya dengan berlayar.

Sobat Gramedia, penjelasan di atas merupakan Asal Usul Persebaran Nenek Moyang di Indonesia. Setelah membaca uraian di atas, semoga semakin menambah pemahaman kita tentang sejarah, ya. Semoga bermanfaat.

Bagaimana asal usul dan persebaran nenek moyang bangsa Indonesia?

Drs. Moh Ali Moh Ali mengatakan bahwa leluhur orang Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar yang terletak di daratan Asia dan mereka berdatangan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari 3000 hingga 1500 SM (Proto Melayu) dan gelombang kedua terjadi pada 1500 hingga 500 SM (Deutero Melayu).

Dari mana ras Melanesoid?

Ras Melanesoid ini tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah timur yaitu Irian dan benua Australia. Di kepulauan Indonesia mereka tinggal di Papua, bersama dengan Papua Nugini, Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, mereka merupakan rumpun Melanesoid. Seperti dikatakan Daldjoeni, suku Melanesoid sekitar 70% menetap di Papua sedangkan 30% mendiami beberapa kepulauan di sekitar Papua dan Papua Nugini.

Bagaimana proses terjadinya Deutro Melayu dan Proto Melayu?

Proto Melayu Dari Cina bagian selatan (Yunan) mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam kemudian ke kepulauan Indonesia. Mereka pada awalnya menempati pantai-pantai Sumatra Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Deutero Melayu Perpindahan mereka ke kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute persebaran alat-alat yang mereka tinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia seperti kapak persegi panjang. Peradaban ini dapat dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Malaka, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.

Baca juga :

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.

1 Comment

  • Saya suka sejarah. Bersyukur saya bisa menemukan Gramedia Blog melalui browsing dan setelah saya buka sungguh luar biasa isinya sesuai dengan hoby saya di bidang sejarah meskipun saya bukan sejarawan/ahli sejarah.

    Saya belajar sejarah dan selalu ingin tahu sejarah apapun, karena dengan belajar sejarah kita akan menjadi manusia bijak.

    Bravo Gramedia Blog.