Kesehatan

Mengenal Penyakit OCD: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Penyakit OCD (Obsessive Compulsive Disorder): Gejalan,
Written by Adinda Rizki

OCD Masa kanak-kanak seharusnya diisi dengan kenangan manis dan bahagia bersama orang tua dan teman-teman. Namun nyatanya, tidak semua anak bernasib beruntung dan bisa merasakan kasih sayang yang berlimpah dari orangtuanya. Sebagian anak justru harus menerima dan menghadapi perceraian kedua orang tuanya di usia yang masih terbilang sangat kecil.

Jangan kira anak yang masih kecil tidak mengerti apa-apa. Nyatanya, peristiwa yang sangat buruk ini bisa menimbulkan trauma yang mendalam yang bisa ia ingat hingga dewasa. Akibatnya, anak bisa tumbuh dengan risiko tinggi mengalami berbagai macam kelainan psikologis. Salah satunya adalah gangguan obsesif kompulsif atau yang dikenal juga dengan OCD. Simak bagaimana trauma masa kecil bisa memicu OCD di sini.

Gangguan obsesif–kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat. Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif–kompulsif datang ke beberapa dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru kemudian mendapat diagnosis yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa dokter selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.

Prevalensi dari gangguan obsesif–kompulsif pada populasi umum adalah 2 -3%. Pada sepertiga pasien obsesif–kompulsif, onset gangguan ini adalah sekitar usia 20 tahun, pada pria sekitar 19 tahun dan pada wanita sekitar 22 tahun. Perbandingan yang sama dijumpai pada laki-laki dan perempuan dewasa, akan tetapi remaja laki–laki lebih mudah terkena daripada remaja perempuan.

Gangguan obsesif-kompulsif berkaitan dengan area tertentu di otak. Penelitian tentang gangguan tersebut diharapkan bisa menemukan kelainan lebih dini sekaligus mengamati perkembangan terapi. Demikian hasil sebuah studi dari University of Cambridge, Inggris. Sebagaimana dilansir jurnal Science, pencitraan otak berguna untuk mendiagnosis gangguan itu. Pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif, menunjukan bahwa bagian orbitofrontal cortex pada orang dengan obsesif-kompulsif tidak bekerja semestinya.

Sebanyak 14 orang dengan gangguan ini menjadi responden. Sebanyak 12 kerabat mereka juga menjalani tes. Pencitraan otak mengukur aktivitas orbitofrontal cortex bagian lateral. Bagian yang seharusnya menjadi pusat pengambil keputusan itu tidak teraktivasi secara komplet. Sedangkan aktivitas otak pada orang tanpa kelainan tersebut tampak normal.

Banyak penelitian yang mendukung adanya hipotesis bahwa disregulasi serotonin berpengaruh pada pembentukan gejala gangguan obsesif–kompulsif, tetapi serotonin sebagai penyebab gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Genetik juga diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesif–kompulsif dimana ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.

Pengertian OCD

Mencuci tangan yang sering dan berlebihan terjadi pada beberapa orang dengan OCD (Lars Klintwall Malmqvist/Public domain).

Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) adalah sejenis gangguan mental. Orang dengan Obsessive-Compulsive Disorder memiliki pikiran dan dorongan yang tidak dapat dikendalikan dan berulang (obsesi), serta perilaku (paksaan) kompulsif. Contoh perilaku kompulsif adalah mencuci tangan 7 kali setelah menyentuh sesuatu yang mungkin kotor. Pikiran dan tindakan tersebut berada di luar kendali pengidap. Meski pengidap mungkin tidak ingin memikirkan atau melakukan hal tersebut, tetapi ia tidak berdaya untuk menghentikannya. Dengan kata lain, OCD dapat memengaruhi secara signifikan kehidupan pengidapnya.

Faktor Risiko OCD

Faktor risiko Obsessive-Compulsive Disorder meliputi faktor keturunan, struktur otak dan fungsinya (masih belum jelas), serta lingkungan hidup. Namun, hal yang paling memengaruhi adalah lingkungan hidup yang tidak mendukung perkembangan psikis pengidap sewaktu kecil, yaitu ketika anak sering direndahkan atau diejek karena ketidaksempurnaannya. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan timbal balik ingin melakukan hal yang sempurna.

psikologi konseling & kesehatan mental - OCD

Penyebab OCD

OCD adalah gangguan umum yang menyerang orang dewasa, remaja, dan anak-anak di seluruh dunia. Kebanyakan orang didiagnosis pada usia 19 tahun, biasanya dalam usia dini pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penyebab Obsessive-Compulsive Disorder belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor di atas berpengaruh terhadap terjadinya gangguan ini.

Penyebab dan faktor risiko OCD lainnya, yaitu:

Selain pengalaman hidup, faktor keturunan juga merupakan pemicu terbesar timbulnya gangguan psikologis OCD. Memiliki orang tua atau saudara yang mengidap OCD bisa membuat seseorang berisiko tinggi mengalami gangguan yang sama. OCD diduga terjadi karena ada gen tertentu yang diturunkan oleh orang tua yang memengaruhi perkembangan otak seseorang. Namun, jenis gen apa yang berpengaruh menimbulkan OCD masih diteliti hingga kini.

Faktor risiko lain yang mungkin juga berpengaruh terhadap timbulnya Obsessive-Compulsive Disorder adalah kepribadian yang dimiliki seseorang. Orang yang rapi, teliti, perfeksionis, serta memiliki disiplin tinggi berisiko lebih besar mengalami OCD.

Gejala OCD

Orang dengan OCD memiliki gejala obsesi, kompulsi, atau keduanya. Gejala-gejala ini dapat mengganggu semua aspek kehidupan, seperti pekerjaan, sekolah, dan hubungan pribadi. Obsesi adalah pikiran yang berulang, dorongan, atau gambaran mental yang menyebabkan kecemasan.

Sementara itu, kompulsi adalah perilaku berulang seseorang dengan Obsessive-Compulsive Disorder merasakan dorongan untuk melakukan dalam menanggapi pemikiran obsesif. Kompulsi umum termasuk pembersihan berlebihan dan/atau mencuci tangan, memesan, dan mengatur sesuatu dengan cara yang khusus dan tepat. Pengidap juga bisa berulang kali memeriksa berbagai macam hal, seperti pemeriksaan berulang kali untuk melihat apakah pintu terkunci atau oven mati.

Gejala bisa datang dan pergi, mereda seiring waktu, atau memburuk. Orang dengan OCD dapat mencegah gejala muncul dengan menghindari situasi yang bisa memicu obsesi mereka, atau mungkin menggunakan alkohol atau obat-obatan untuk menenangkan diri. Meskipun sebagian besar orang dewasa dengan OCD menyadari apa yang mereka lakukan tidak masuk akal, tetapi beberapa orang dewasa dan sebagian besar anak mungkin tidak menyadari bahwa perilaku mereka di luar kebiasaan. Orang tua atau guru biasanya mengenali gejala OCD pada anak-anak.

Berikut contoh-contoh obsesi yang bisa dialami pengidap OCD:

  • Takut kotor, misalnya anti menyentuh barang yang sudah disentuh orang lain atau enggan bersalaman.
  • Sangat memerhatikan keteraturan dan tata letak yang simetris, misalnya menyusun pakaian berdasarkan gradasi warnanya.
  • Perasaan ketakutan yang berlebihan, sehingga pengidap bisa berulang kali memastikan bahwa pintu rumah sudah dikunci.
  • Munculnya pikiran yang tidak diinginkan, biasanya berkaitan dengan sikap agresif, seksualitas, keyakinan, dan agama. Misalnya, pengidap bisa tiba-tiba mengeluarkan sumpah serapah tanpa alasan yang jelas.

Berikut ini adalah beberapa gejala yang umum terjadi pada penderita OCD:

1. Pikiran Obsesif

Obsesif adalah gangguan pikiran yang terjadi secara berulang dan menimbulkan kecemasan. Pikiran obsesif ini bisa muncul secara tiba-tiba ketika penderita sedang memikirkan atau melakukan sesuatu.

Gejala obsesif yang dialami penderita OCD bisa berupa:

  • Cemas atau takut tertular penyakit sehingga menghindari bersalaman atau menyentuh benda-benda.
  • Stres ketika melihat sekumpulan benda tidak selaras atau simetris.
  • Takut melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain, misalnya ragu apakah sudah mematikan kompor atau mengunci pintu.
  • Takut mengatakan sesuatu yang mungkin menyinggung perasaan orang lain.
  • Khawatir membuang barang yang telah dikumpulkan

2. Perilaku Kompulsif

Kompulsif adalah perilaku yang dilakukan berulang-ulang guna mengurangi rasa cemas atau takut akibat pikiran obsesif. Penderita OCD akan merasa lega sesaat setelah melakukan perilaku kompulsif. Namun, gejala obsesif bisa muncul kembali dan membuat penderita OCD mengulangi perilaku kompulsif.

Gejala perilaku kompulsif meliputi:

  • Mandi atau mencuci tangan berulang-ulang sampai lecet.
  • Menyusun benda menghadap ke arah yang sama atau sesuai jenisnya.
  • Memeriksa berulang kali apakah sudah mematikan kompor atau mengunci pintu.
  • Mengulangi kata-kata atau kalimat tertentu dalam hati agar tidak salah mengatakannya.
  • Mengumpulkan atau menimbun barang-barang, seperti surat atau koran yang tidak terpakai.

Pada umumnya, gejala OCD pada anak-anak dan orang dewasa tidak jauh berbeda. Namun, gejala OCD pada anak-anak terkadang kurang jelas. Oleh karena itu, orang tua perlu waspada jika anak-anak menunjukkan sejumlah gejala berikut:

  • Sering berganti pakaian karena dianggap sudah kotor.
  • Meletakkan barang-barangnya di satu bagian rumah dan akan tersinggung bila dipindahkan.
  • Cenderung hanya menggunakan satu toilet tertentu ketika di tempat umum.
  • Menggunakan sabun tangan, sabun mandi, atau tisu toilet secara berlebihan.
  • Menghindari bersosialisasi dengan teman sebaya dan tidak senang berbagi barang miliknya.

Tipe-Tipe OCD

Berikut ini terdapat tipe-tipe penderita Obsessive Compulsive Disorder atau OCD, antara lain:

1. The Checkers

Tipe checkers mengidentifikasikan bahwa penderita OCD adalah orang yang selalu mengecek atau memeriksa sesuatu. Mereka terobsesi untuk selalu memeriksa hal yang mereka lakukan. Misalnya saat ia menutup pintu, ia akan melakukan hal yang sama berulang kali untuk memastikan bahwa ia sudah menutup pintu.

2. Washers and Cleaners

Tipe washers and cleaners merupakan para pengidap OCD yang terobsesi dengan kebersihan. Mereka memiliki ketakutan dengan sesuatu yang kotor dan tidak mau terkontaminasi dengan kuman. Para pengidap OCD dengan tipe ini selalu memperhatikan kebersihan secara berlebihan dan merasa sekitar mereka selalu kotor dan jarang mau menyentuh orang lain karena berpikir orang lain mengandung banyak kuman.

3. Orderers

Tipe orderers adalah orang fokus dengan sesuatu agar tepat tempatnya. Pengidap OCD tipe ini akan sangat tertekan bila melihat atau berada di sekitar benda-benda yang tidak rapi atau tidak sesuai dengan warnanya. Beberapa contoh pengidap OCD tipe ini adalah sering kali merasa mual atau marah ketika sedang memakan sayur yang tercampur, ia secara tidak langsung akan langsung memisahkan wortel dengan wortel, nasi dengan nasi dan lauk lainnya dengan lauk berjenis sama.

4. Obsessionals

Pengidap OCD tipe obsessionals memiliki pemikiran obsesif dan intrusif yang membuat dirinya melakukan hal harus tepat, sesuai dan sempurna. Contoh orang yang mengidap penyakit ini mungkin mempercayai hal-hal seperti tidak akan duduk di kursi berwarna merah karena mitos tertentu atau harus selalu memakai pakaian berwarna putih karena ia tidak bisa melihat dirinya memakai pakaian berwarna lain. Beberapa orang yang mengidap tipe ini selalu memperhatikan detail setiap hal yang ia lakukan, misalnya harus masuk rumah menggunakan kaki kanan, mencuci rambutnya sebanyak 7 kali untuk memastikan rambutnya sudah bersih.

5. Hoarders

Tipe hoarders merupakan orang-orang yang suka mengumpulkan barang-barang yang tidak penting dan tidak berharga.

Mental therapeutics - OCD

Diagnosis OCD

Langkah-langkah untuk membantu mendiagnosis OCD termasuk dalam pemeriksaan fisik. Hal ini dapat dilakukan untuk membantu menyingkirkan masalah lain yang dapat menyebabkan gejala dan untuk memeriksa komplikasi terkait. Selanjutnya, dilakukan tes laboratorium termasuk hitung darah lengkap (CBC), pemeriksaan fungsi tiroid, dan skrining untuk alkohol dan obat-obatan. Evaluasi psikologis, termasuk membahas pikiran, perasaan, gejala, dan pola perilaku. Kriteria diagnostik untuk OCD ada pada Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.

indonesian mental health first aid - OCD

Pengobatan OCD

Sayangnya, OCD tidak bisa disembuhkan. Namun, pengidap bisa meredakan gejala yang mengganggu aktivitas mereka dengan menjalani beberapa perawatan. Pengobatan OCD terdiri dari obat-obatan, psikoterapi, atau kombinasi keduanya. Meskipun sebagian besar pengidap OCD membaik setelah mendapatkan pengobatan, tetapi beberapa pengidap lainnya terus mengalami gejala.

Kadang-kadang orang dengan OCD juga ditemukan memiliki gangguan mental lainnya, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan dismorfik tubuh (gangguan saat seseorang memiliki anggapan keliru bahwa bagian dari tubuh mereka tidak normal). Penting untuk mempertimbangkan gangguan lain ini ketika menentukan pilihan perawatan.

SRI dan SSRIs adalah dua jenis obat yang digunakan untuk membantu mengurangi gejala OCD. Selain itu, beberapa obat lain yang juga terbukti efektif mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak adalah obat antidepresan trisiklik, yang merupakan anggota dari kelas yang lebih tua dari “tricyclic” antidepresan, dan beberapa obat SSRI yang lebih baru. Jika gejala tidak membaik dengan jenis obat ini, penelitian menunjukkan beberapa pasien dapat merespons dengan baik terhadap obat antipsikotik.

Selain obat-obatan, psikoterapi juga efektif untuk mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa jenis psikoterapi tertentu, termasuk terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi terkait lainnya (misalnya, pelatihan pembalikan kebiasaan) dapat sama efektifnya dengan obat bagi banyak individu.

Penelitian juga menunjukkan bahwa tipe CBT yang disebut Exposure and Response Prevention (EX/RP) efektif dalam mengurangi perilaku kompulsif dalam OCD, bahkan pada orang yang tidak merespons dengan baik terhadap obat SRI. Bagi banyak pengidap, EX/RP adalah pilihan pengobatan tambahan ketika obat SRI atau SSRI tidak efektif mengatasi gejala OCD.

Pengobatan OCD bertujuan untuk mengendalikan gejala yang muncul, sehingga metode yang dilakukan tergantung kepada tingkat keparahan gejala. Metode pengobatan bagi penderita OCD dapat berupa terapi perilaku kognitif, pemberian obat antidepresan, atau kombinasi dari kedua metode tersebut. Pada beberapa penderita, pengobatan perlu dilakukan seumur hidup.

Selain obat-obatan, psikoterapi juga efektif untuk mengobati OCD pada orang dewasa dan anak-anak. Dalam beberapa kasus menunjukkan bahwa jenis psikoterapi tertentu, termasuk terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi terkait lainnya (misalnya, pelatihan pembalikan kebiasaan) dapat sama efektifnya dengan obat bagi banyak individu. Dalam beberapa kasus juga menunjukkan bahwa tipe CBT yang disebut Exposure and Response Prevention (EX/RP) efektif dalam mengurangi perilaku kompulsif dalam OCD.

Pencegahan OCD

Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan obsesif-kompulsif. Namun, mendapatkan pengobatan sesegera mungkin bisa membantu mencegah OCD memburuk dan mengganggu kegiatan dan rutinitas pengidap sehari-hari.

Bagaimana Anak OCD Bersosialisasi dengan Lingkungan Sekitarnya?

Pada dasarnya, kecemasan yang berlebihan membuat anak selalu melakukan yang diyakini mampu membuatnya lebih tenang. Jika tidak segera dihentikan, hal ini membuatnya sulit untuk bersosialisasi karena ia terlampau cemas akan kondisi lingkungan sekitarnya. Lalu, bagaimana cara anak OCD bersosialisasi?

Tentu saja dengan pendampingan dari orang tua. Peran dan dukungan dari orangtua menjadi faktor yang penting untuk mengatasi gangguan OCD pada anak. Setiap kali si kecil hendak melakukan hal yang sama berulang kali, ibu atau ayah bisa membantu menjelaskan padanya bahwa hal yang dikhawatirkan sebenarnya tidak terjadi. Misalnya, anak terlalu khawatir tangannya masih dalam keadaan kotor, sehingga dia kembali mencucinya lagi dan lagi. Nah, ibu atau ayah bisa memberitahukan kepadanya bahwa sebenarnya tangannya telah bersih dari kuman dan kotoran setelah ia mencucinya pertama kali.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika mengalami gangguan ini dan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan menyebabkan kesulitan, sebaiknya segera hubungi dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Referensi:

  • WebMD. Diakses pada Mei 2022. Obsessive Compulsive Disorder (OCD).
  • Mayo Clinic. Diakses pada Mei 2022. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD).

About the author

Adinda Rizki

Saya sudah tertarik dengan dunia menulis sejak usia belia, walaupun saat itu saya hanya bisa menulis cerita-cerita pendek saja. Lewat menulis pula, saya jadi mengetahui banyak kosakata yang belum pernah saya tahu/dengar sebelumnya. Saya senang menulis dengan tema-tema seperti kesehatan, dan juga tentang Korea.

Kontak media sosial Linkedin saya Adinda Rizki