hukum asuransi dalam islam – Grameds, memiliki asuransi sejatinya memberikan manfaat besar bagi perlindungan masa depan. Ketika musibah datang secara tiba-tiba, asuransi dapat menjadi penyelamat finansial bagi kita dan keluarga. Namun, muncul pertanyaan yang kerap diperdebatkan: benarkah Islam mengharamkan kepemilikan asuransi?
Faktanya, menurut fatwa resmi yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Islam tidak melarang umatnya memiliki asuransi, selama pengelolaannya dilakukan sesuai prinsip syariah. Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk memahami bahwa hukum asuransi dalam Islam sangat bergantung pada jenis dan sistem akad yang digunakan.
Asuransi berfungsi sebagai perlindungan dari risiko kerugian, musibah, atau kondisi darurat. Sebelum kamu memutuskan untuk membeli produk asuransi tertentu, sangat penting untuk mengenal lebih dalam mengenai dasar hukumnya, baik yang tercantum dalam Al-Qur’an, fatwa MUI, maupun regulasi yang berlaku di Indonesia.
Yuk, Grameds, simak penjelasan lengkap mengenai hukum asuransi dalam Islam berikut ini!
Daftar Isi
Dasar Fatwa MUI tentang Hukum Asuransi dalam Islam
Grameds, dalam menetapkan fatwa mengenai pedoman umum asuransi syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempertimbangkan berbagai hal penting. Salah satu pertimbangannya adalah pentingnya menyiapkan dana sejak dini sebagai upaya menghadapi berbagai kemungkinan risiko kehidupan yang tidak terduga, seperti sakit, kecelakaan, atau kehilangan mata pencaharian. Dalam hal ini, asuransi dipandang sebagai salah satu ikhtiar yang relevan untuk menghadirkan perlindungan finansial, selama pengelolaannya sesuai prinsip syariat Islam.
MUI juga mencatat bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia masih memiliki pemahaman yang beragam terhadap asuransi. Banyak yang mempertanyakan status hukumnya—apakah asuransi diperbolehkan atau justru dilarang dalam Islam. Untuk menjawab keraguan tersebut, MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 yang menegaskan bahwa asuransi syariah halal dan diperbolehkan jika memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Berikut ini adalah poin-poin utama pertimbangan MUI yang menjadi landasan hukum asuransi dalam Islam:
1. Asuransi sebagai Dana Darurat
Dalam hidup, setiap Muslim dianjurkan untuk mempersiapkan masa depan dengan perencanaan yang matang. Salah satunya melalui dana darurat, termasuk dalam bentuk asuransi yang dikelola secara syariah.
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Hasyr: 18)
2. Mengandung Unsur Tolong-Menolong (Ta’awun)
Asuransi syariah dibangun di atas prinsip ta’awun, yaitu semangat tolong-menolong antar peserta melalui dana tabarru’ (hibah). Dana ini digunakan untuk membantu peserta lain yang sedang tertimpa musibah.
Landasan syariah ini didasarkan pada firman Allah SWT:
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya.”
(QS. Al-Ma’idah: 2)
3. Tidak Mengandung Unsur Gharar (Ketidakjelasan)
Salah satu larangan dalam Islam adalah melakukan transaksi yang mengandung gharar atau ketidakpastian yang berlebihan. Oleh karena itu, produk asuransi syariah wajib disusun dengan akad yang jelas, transparan, dan bebas dari spekulasi yang merugikan.
Rasulullah SAW bersabda:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar (ketidakjelasan).”
(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
4. Berbagi Risiko dan Keuntungan Secara Adil
Dalam asuransi syariah, risiko dan surplus dana (jika ada) dibagi secara adil kepada peserta sesuai prinsip keadilan, bukan semata-mata mencari keuntungan seperti pada sistem asuransi konvensional.
Allah SWT berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا ۖ وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِٱلْعَدْلِ ۚ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, hendaklah kamu menetapkan dengan adil.”
(QS. An-Nisa: 58)
5. Termasuk Dalam Kategori Muamalah
Asuransi syariah termasuk dalam aktivitas muamalah, yaitu hubungan sosial dan ekonomi antarmanusia. Semua bentuk muamalah diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Beberapa hadis berikut menjadi dasar dalam bermuamalah:
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.”
(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.”
(HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
“Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya, dan seseorang akan memperoleh sesuai apa yang diniatkannya.”
(HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab)
6. Musyawarah dan Penyelesaian Sengketa
Jika terjadi perselisihan dalam pelaksanaan asuransi syariah, maka penyelesaiannya ditempuh melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Ini dilakukan untuk menjunjung prinsip musyawarah mufakat dan menghindari konflik terbuka.
Pro dan Kontra Asuransi dalam Islam Menurut Pandangan Para Ulama
Grameds, dalam diskursus keuangan Islam modern, asuransi termasuk topik yang memunculkan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Hal ini wajar karena baik dalam Al-Qur’an maupun hadis tidak ditemukan ketentuan eksplisit yang mengatur tentang asuransi. Bahkan dalam literatur fiqih klasik sekalipun, pembahasan mengenai asuransi tidak ditemukan karena bentuk transaksi ini baru berkembang pada abad ke-13 dan ke-14 di Eropa, khususnya dalam bentuk asuransi maritim di Italia.
Dalam buku Islam Perspektif Muamalah dan Akhlak karya Dr. KH. Fuad Thohari, M.A., ditegaskan bahwa tidak ada nash syar’i secara langsung mengenai asuransi, sehingga ulama kontemporer memiliki perbedaan ijtihad dalam menilainya.
Begitu juga menurut Muhammad Ajib dalam buku Asuransi Syariah, perbedaan pandangan tersebut secara umum terbagi menjadi tiga kelompok besar:
1. Ulama yang Mengharamkan Asuransi Secara Mutlak
Kelompok ini berpendapat bahwa semua bentuk asuransi—baik konvensional maupun sosial—hukumnya haram. Di antara tokoh-tokoh yang berpandangan demikian antara lain:
- Ibnu Abidin
- Sayyid Sabiq
- Syaikh Abdul Aziz bin Baz
- Shadiq Abdurrahman al-Gharyani
- Yusuf al-Qaradawi
- Abdullah al-Qalqili
- Muhammad Bakhit al-Muthi’i
- Muslihuddin
- Alo Yafie
- Majelis Ulama Fikih OKI
Alasan pengharaman tersebut antara lain:
- Mengandung Gharar, Ketidakjelasan jumlah premi, kapan resiko terjadi, dan besar klaim. Islam melarang transaksi yang tidak pasti.
- Riba, Kadang jumlah klaim melebihi atau lebih kecil dari premi yang dibayar, ini dinilai sebagai riba fadhl dan riba nasi’ah.
- Bai’ al-Dain bi al-Dain, Asuransi dianggap pertukaran utang dengan utang yang dilarang.
- Mengambil Harta dengan Cara yang Tidak Jelas, Terkesan seperti perjudian, karena bisa mendapatkan uang banyak dengan premi kecil, atau sebaliknya tidak mendapatkan apapun.
2. Ulama yang Membolehkan Asuransi
Sebaliknya, kelompok ini memandang bahwa asuransi, khususnya yang tidak bertentangan dengan prinsip Islam, diperbolehkan. Di antara ulama yang memiliki pendapat ini:
- Murtadha Muthahhari
- Wahbah Zuhaili
- Mustafa al-Zarqa
- Muhammad Yusuf Musa
- Abdurrahman Isa
- Muhammad Nejatullah Siddiqi
- Muhammad al-Bahl
- Muhammad Dasuqi
Mereka berpegang pada kaidah ushul fiqih:
الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ
“Hukum asal segala sesuatu adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang melarangnya.”
Alasan pendukung pendapat ini antara lain:
- Asuransi mengandung maslahat (kebaikan) karena dapat digunakan sebagai dana darurat.
- Asuransi bisa disamakan dengan wadi’ah bi al-ujrah, yakni penitipan barang dengan kompensasi jasa.
- Asuransi juga bisa dipandang sebagai bentuk akad al-wa’d al-mulzim (janji yang mengikat), di mana pihak yang membuat janji harus bertanggung jawab terhadap akibat dari janjinya tersebut.
3. Ulama yang Membolehkan Sebagian, Mengharamkan Sebagian
Kelompok ini menempuh jalan tengah. Mereka membedakan antara asuransi sosial (non-profit) dan asuransi komersial (berorientasi bisnis). Pendekatan ini dinilai lebih kontekstual dan moderat.
Beberapa tokoh yang mengusung pandangan ini antara lain:
- Prof. Dr. Muhammad Abu Zahrah
- Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili
- Prof. Dr. Mustafa al-Zarqa
Menurut pandangan ini:
- Asuransi sosial dibolehkan karena tujuannya tolong-menolong dan tidak mengandung riba atau spekulasi.
- Asuransi komersial diharamkan karena cenderung melibatkan unsur riba, maisir, dan gharar.
Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
Grameds, memahami perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah penting agar kita tidak hanya memilih berdasarkan label, tetapi juga berdasarkan prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam.
Aspek | Asuransi Konvensional | Asuransi Syariah |
Akad | Jual beli (muawadah) | Hibah / tolong-menolong (tabarru’) |
Tujuan | Profit komersial | Perlindungan dan solidaritas |
Kepemilikan dana | Milik perusahaan | Milik peserta (dikelola bersama) |
Surplus underwriting | Milik perusahaan | Dibagi kembali ke peserta (jika ada) |
Pengawasan | Tidak ada pengawas syariah | Diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) |
Contoh Produk Asuransi Syariah di Indonesia
Agar tidak sekadar teori, Grameds perlu tahu bahwa di Indonesia sudah banyak produk asuransi syariah yang bisa dijadikan pilihan. Berikut beberapa di antaranya:
- Takaful Keluarga, Produk-produk seperti Takaful Dana Pendidikan dan Takaful Kesehatan berbasis tabarru’.
- Prudential Syariah, Menyediakan unit PRUprime Healthcare Syariah dan PRUlink Syariah.
- Allianz Syariah, Fokus pada asuransi jiwa dan kesehatan.
- BSI Life Syariah, Unit syariah dari Bank Syariah Indonesia, menawarkan asuransi jiwa dan pembiayaan.
Ciri khas:
- Selalu mencantumkan akad yang digunakan (tabarru’, mudharabah, atau wakalah bil ujrah)
- Diawasi langsung oleh DPS
- Transparansi laporan surplus klaim dan dana tabarru’
Apakah Ada Dalil Mengenai Asuransi dalam Islam?
Grameds, meskipun dalam Al-Qur’an tidak ada ayat yang menjelaskan secara langsung tentang asuransi, terdapat beberapa prinsip dalam Al-Qur’an dan hadis yang sejalan dengan konsep dasar asuransi, seperti tolong-menolong, perencanaan masa depan, dan saling menjaga kesejahteraan. Berikut adalah beberapa ayat dan riwayat yang dianggap mendukung dan memperbolehkan konsep asuransi, baik dalam konteks sosial maupun finansial:
1. QS. Al-Maidah Ayat 2: Prinsip Tolong-Menolong
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ.. الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(QS. Al-Ma’idah: 2)
Ayat ini mengajarkan prinsip dasar ta’awun atau tolong-menolong, yang menjadi landasan utama dalam asuransi syariah. Dalam asuransi syariah, peserta saling membantu dengan menyumbangkan sebagian dana (tabarru’) untuk menanggulangi risiko yang mungkin dialami oleh sesama peserta. Konsep ini mencerminkan semangat kebersamaan dalam menghadapi kesulitan dan memberikan perlindungan terhadap orang yang membutuhkan, sesuai dengan prinsip Islam yang mengutamakan kebaikan dan saling mendukung.
2. QS. Al-Hasyr Ayat 18: Persiapan untuk Masa Depan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Hasyr: 18)
Ayat ini menekankan pentingnya perencanaan dan persiapan untuk masa depan, baik dalam konteks spiritual (akhirat) maupun duniawi. Dalam konteks asuransi, ayat ini bisa diartikan sebagai ajakan untuk mempersiapkan dana atau perlindungan di masa depan, terutama untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko yang mungkin terjadi, seperti sakit, kecelakaan, atau musibah lainnya. Oleh karena itu, asuransi syariah, yang berfungsi sebagai salah satu bentuk persiapan finansial untuk masa depan, dianggap sesuai dengan ajaran Islam.
3. Hadits Rasulullah SAW: Tolong-Menolong dalam Kebaikan
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar (ketidakjelasan).”
(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Hadis ini menegaskan larangan terhadap transaksi yang mengandung gharar atau ketidakpastian yang berlebihan. Dalam konteks asuransi, prinsip ini mendasari keharusan transparansi dalam akad asuransi syariah, di mana pengelolaan dana dan klaim harus jelas dan tidak mengandung unsur ketidakpastian yang merugikan pihak manapun. Asuransi syariah menjamin kejelasan antara pihak penyedia dan peserta mengenai bagaimana dana dikelola, kapan klaim bisa diajukan, dan apa yang harus dilakukan jika terjadi risiko.
4. Hadits tentang Saling Membantu dalam Kesulitan
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.”
(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Hadis ini menunjukkan pentingnya saling membantu dalam menghadapi kesulitan duniawi. Asuransi syariah pada dasarnya berfungsi untuk membantu peserta dalam menghadapi musibah yang tidak terduga. Dana yang terkumpul dari seluruh peserta digunakan untuk memberikan manfaat kepada mereka yang membutuhkan, dengan semangat kebersamaan yang menjadi inti ajaran Islam.
Kesimpulan
Grameds, setelah membahas berbagai aspek terkait hukum asuransi dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa Islam tidak melarang asuransi selama pengelolaannya sesuai dengan prinsip syariah.
Beberapa prinsip utama yang mendasari hukum asuransi dalam Islam adalah:
- Tolong-Menolong (Ta’awun)
Prinsip ini menjadi landasan utama dalam asuransi syariah, di mana dana dari peserta digunakan untuk membantu mereka yang sedang tertimpa musibah. Ini sesuai dengan ayat QS. Al-Ma’idah: 2 tentang tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa.
- Persiapan untuk Masa Depan
Islam mengajarkan pentingnya perencanaan dan persiapan untuk menghadapi masa depan, sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Hasyr: 18 yang mendorong umat Islam untuk memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok.
- Kejelasan dan Keadilan
Dalam asuransi syariah, akad harus jelas dan tidak mengandung gharar atau ketidakpastian, sebagaimana dilarang dalam hadis HR. Muslim dari Abu Hurairah.
Namun, para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai hukum asuransi:
- Ulama yang mengharamkan berpendapat bahwa asuransi konvensional mengandung unsur riba, gharar, dan maisir yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
- Ulama yang membolehkan berpendapat bahwa asuransi, khususnya yang berbasis sosial dan non-komersial, dapat bermanfaat selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
- Ulama yang membolehkan sebagian dan mengharamkan sebagian membedakan antara asuransi sosial yang diperbolehkan dan asuransi komersial yang tidak diperbolehkan.
Dengan adanya fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001, asuransi syariah dianggap halal dan sesuai dengan ajaran Islam, dengan catatan mengikuti prinsip-prinsip syariah, seperti pengelolaan dana yang transparan, akad yang jelas, dan tidak mengandung unsur spekulatif atau merugikan.
Rekomendasi Buku Terkait
1. Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah
Buku ini menjelaskan secara gamblang tentang sejarah keberadaan dan perkembangan asuransi syariah maupun konvensional di dunia dan Indonesia.
Selain itu dalam buku ini juga dijelaskan tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip utama baik dari sisi syariah maupun konvensional.
Melalui penjelasan tentang perbedaan dari kedua asuransi tersebut, pembaca bisa lebih mampu memilih mana yang lebih baik untuk menggunakan kedua instrumen asuransi tersebut.
2. Asuransi Syariah Berkah Terakhir Yang Tak Terduga
Prinsip Asuransi Syariah pada dasarnya adalah bertujuan untuk saling tolong menolong dan harus ada itikad baik dalam menjalankannya dan perusahaan wajib memenuhi Prudential Principle. Untuk mendapatkan polis asuransi tidak semudah yang dipikirkan. Akan tetapi harus memenuhi prosedur untuk mendapatkannya. Setiap menjalankan usaha, asuransi tidak terlepas dari problematika yang terjadi antara peserta dan perusahaan mengenai masalah klaim, maka dari itu buku ini akan mengulas bagaimana asuransi syariah secara teori, praktek dan juga hukum penyelesaian sengketanya.
3. Asuransi Syariah Solusi Keuangan Islami Di Era Modern
Dalam era globalisasi, asuransi syariah muncul sebagai solusi inovatif yang mengintegrasikan prinsip Islam dengan keuangan modern. Buku ini merupakan panduan komprehensif yang membahas seluruh aspek penting asuransi syariah, mulai dari dasar hukum hingga prospek masa depannya.
Dimulai dengan tinjauan umum tentang asuransi syariah dan relevansinya dalam ekonomi global, buku ini menjelaskan dasar hukum dan prinsip-prinsip yang mendasari operasionalnya. Selanjutnya, buku ini mengulas akad, produk, manajemen risiko, serta tata kelola dalam asuransi syariah. Pembaca juga akan diperkenalkan pada aspek keuangan dan investasi yang mematuhi prinsip syariah, serta tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.
Bagian studi kasus memberikan wawasan praktis dari penerapan konsep asuransi syariah, sementara tinjauan masa depan membahas tren dan inovasi yang akan mempengaruhi industri ini. Dengan analisis mendalam dan penjelasan yang jelas, buku ini menjadi referensi utama bagi praktisi, akademisi, dan siapa saja yang ingin mendalami asuransi syariah.