Geografi

Kondisi Alam dan Batas Laut Pulau Sulawesi Berdasarkan Peta

Batas Laut Pulau Sulawesi
Written by Mochamad Harris

Batas Laut Pulau Sulawesi – Pulau Sulawesi (dibaca: sulawési) (awalnya populer dengan nama Celebes) merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Sulawesi adalah salah satu bagian dari empat Kepulauan Sunda Besar dan menjadi pulau terbesar urutan kesebelas di dunia.

Pulau ini berada di sebelah timur Pulau Kalimantan, sebelah selatan Kepulauan Sulu dan Pulau Mindanao (Filipina), sebelah barat Kepulauan Maluku, dan sebelah utara Kepulauan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Pulau ini lebih besar dibandingkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatra, yang mempunyai jumlah penduduk lebih banyak. Pulau-pulau yang lebih besar dibandingkan Pulau Sulawesi adalah Pulau Kalimatan, Pulau Sumatra, dan Papua.

Batas Laut Pulau Sulawesi

Peta Pulau Sulawesi dan pembagian provinsi (Roke~commonswiki/Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0 Unported).

Bentang alam di Sulawesi mencakup empat semenanjung utama, yaitu Semenanjung Timur, Semenanjung Tenggara, Semenanjung Selatan, dan Semenanjung Utara.

Semenanjung-semenanjung ini dipisahkan oleh tiga teluk, yaitu Teluk Bone yang membentang di antara Semenanjung Tenggara dan Semenanjung Selatan; Teluk Tolo yang membentang di antara Semenanjung Tenggara dan Semenanjung Timur; serta Teluk Gorontalo atau Teluk Tomini yang membentang di wilayah perairan selatan dari Semenanjung Gorontalo, Semenanjung Minahasa, dan Semenanjung Tomini.

Sebagai pembatas dengan Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dipisahkan oleh Selat Makassar yang membentang di sepanjang bagian barat pulau tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurlia, dkk (2020) dengan tajuk Struktur Geologi Pulau Sulawesi, Sulawesi berada di antara pertemuan tiga lempeng, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Indo-Australia. Hal tersebut membuat Sulawesi mempunyai konstruksi tektonik yang begitu lengkap kompleks.

Etimologi Nama Sulawesi

Nama Sulawesi diprediksi berasal dari kata dalam bahasa Sulawesi Tengah, yaitu sula yang memiliki pengertian “nusa” atau “pulau” dan mesi yang berarti “besi” atau “logam”, yang kemungkinan merujuk kepada praktik perdagangan bijih besi yang dihasilkan oleh berbagai tambang yang berada di sekitar Danau Matano, dekat Sorowako, Luwu Timur.

Sementara itu, orang-orang Portugis yang datang sekitar abad 14–15 Masehi merupakan bangsa asing pertama yang memakai nama Celebes untuk menamakan Pulau Sulawesi secara keseluruhan.

Kondisi Geografis Sulawesi

Batas Laut Pulau Sulawesi

Gunung Tongkoko merupakan salah satu gunung berapi yang berada di Sulawesi Utara (Lip Kee Yap/Creative Commons Attribution-Share Alike 2.0 Generic).

Sulawesi merupakan pulau terbesar urutan kesebelas di dunia. Luasnya mencapai 174.600 kilmeter2. Struktur bagian tengah pulau ini berupa gunung-gunung dengan permukaan kasar, sehingga semenanjung di Sulawesi pada dasarnya jauh satu sama lain dan lebih gampang dijangkau melalui jalur laut dibandingkan melalui jalur darat.

Terdapat tiga teluk yang membagi semenanjung-semenanjung di Sulawesi dari wilayah utara hingga selatan, yaitu Teluk Tomini, Teluk Tolo, dan Teluk Bone. Ketiganya memisahkan Semenanjung Minahasa atau Semenanjung Utara, Semenanjung Timur, Semenanjung Tenggara, dan Semenanjung Selatan.

Sepanjang sisi barat pulau ini terbentang Selat Makassar, yaitu perairan yang relatif subur dibandingkan perairan yang lain di Sulawesi. Pulau Sulawesi dikelilingi oleh Kepulauan Maluku di bagian timur, Kepulauan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur di bagian selatan, Pulau Kalimantan di bagian barat, dan Filipina di bagian utara.

1. Kepulauan Kecil di Sulawesi

Semenanjung yang membentang dari arah barat daya hingga selatan Sulawesi dibentuk oleh Kepulauan Selayar. Kepulauan tersebut secara administratif menjadi wilayah dari Sulawesi Selatan.

Sementara itu, Kepulauan Talaud dan Kepulauan Sangihe membentang dari arah utara hingga timur Sulawesi, sedangkan Pulau Buton dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya berbatasan dengan Semenanjung Tenggara. Kepulauan Togean berada di tengah Teluk Tomini, sedangkan Pulau Peleng dan Kepulauan Banggai membentuk suatu gugusan pulau di antara Maluku dan Sulawesi.

2. Batas Laut Pulau Sulawesi

  • Sebelah timur: Laut Banda.
  • Sebelah barat: Selat Makassar.
  • Sebelah selatan: Laut Sulawesi.
  • Sebelah utara: Laut Flores.

3. Batas Daratan Sulawesi

  • Sebelah timur: Kepulauan Maluku.
  • Sebelah barat: Pulau Kalimantan.
  • Sebelah selatan: Kepulauan Nusa Tenggara Barat dan Kepulauan Nusa Tenggara Timur.
  • Sebelah uutara: Negara Filipina.

4. Daftar Pantai di Sulawesi

  • Pantai Dato Majene.
  • Pantai Ging.
  • Pantai Kema.
  • Pantai Kemali.
  • Pantai Lakban.
  • Pantai Lakeba.
  • Pantai Lembeh.
  • Pantai Likupang.
  • Pantai Lombang Lombang.
  • Pantai Malalayang.
  • Pantai Manakkara.
  • Pantai Nirwana.
  • Pantai Palipois.
  • Pantai Pasir Putih.
  • Pantai Pulisan.
  • Pantai Talise.
  • Pantai Temboko Lehi.
  • Pantai Walengkabola.

5. Daftar Laut di Sulawesi

  • Laut Bunaken.
  • Laut Sangihe.
  • Laut Sulawesi.
  • Laut Wakatobi.

6. Daftar Dataran Rendah di Sulawesi

  • Banteng.
  • Bulukumba.
  • Giwa.
  • Jenoponto.
  • Majene.
  • Mamasa.
  • Mamuju.
  • Pangkep Baru.
  • Pinrang.
  • Polewali.
  • Selayar.
  • Takalar.
  • Ujungpandang.

7. Daftar Gunung di Sulawesi

  • Gunung Awu.
  • Gunung Bawah Laut.
  • Gunung Bawakaraeng.
  • Gunung Gandangdewata.
  • Gunung Gawalise.
  • Gunung Karangetang.
  • Gunung Karua Toraja.
  • Gunung Klabat.
  • Gunung Latimojong.
  • Gunung Lokon.
  • Gunung Mekongga.
  • Gunung Mahawu.
  • Gunung Nokilalaki.
  • Gunung Soputan.

Kondisi Geologi Sulawesi

Pulau ini terbentuk dari lekukan tepi laut dalam yang mengitarinya sampai dengan daerah pedalaman berupa pegunungan tinggi dan mayoritas nonvulkanik. Gunung berapi aktif ditemukan di Semenanjung Minahasa yang berada di sebelah timur dari Semenanjung Utara Sulawesi dan terus membentang hingga ke utara menuju Kepulauan Sangihe.

Daerah ini merupakan tempat sejumlah gunung berapi aktif seperti Gunung Awu, Gunung Lokon, Gunung Soputan, dan Gunung Karangetang.

Menurut rekonstruksi lempengnya, pulau ini diyakini terbentuk melalui proses tumbukan terran antara Lempeng Asia (yang membentuk Semenanjung Barat dan Semenanjung Barat Daya) dan Lempeng Australia (yang membentuk Semenanjung Tenggara dan Semenanjung Banggai) dengan busur kepulauan yang sebelumnya berada di Samudra Pasifik (yang membentuk Semenanjung Timur dan Semenanjung Utara). Berbagai sesar terbentuk dan pulau ini menjadi rawan gempa bumi dikarenakan ketidakstabilan riwayat tektoniknya.

Sulawesi, berbeda dengan sebagian besar pulau lainnya di wilayah biogeografis Wallacea, tidak sepenuhnya mempunyai sifat samudra, tetapi merupakan pulau komposit di pusat zona tabrakan Asia-Australia. Bagian dari pulau ini sebelumnya menyatu, entah di batas benua Asia atau Australia, sebelum akhirnya terpisah dari benua asalnya melalui proses vikarian.

Selat Makassar yang berada di sebelah barat memisahkan antara Sulawesi Barat dengan Sundaland pada zaman Eosen sekitar 45 juta tahun yang lalu. Sementara itu, pandangan awam tentang tumbukan di sebelah timur yang menyangkut sejumlah fragmen benua terpisah dari Pulau Nugini dengan batas vulkanik aktif di Sulawesi Barat pada waktu yang berbeda sejak zaman Miosen Awal sekitar 20 juta tahun yang lalu.

Baru-baru ini digantikan oleh hipotesis jika fragmen tambahan itu adalah hasil dari tabrakan tunggal yang terjadi pada zaman Miosen antara Sulawesi Barat dengan Titik Sula, yang merupakan ujung barat dari sabuk lipat kuno asal Variskan pada zaman Paleozoikum Akhir.


Itulah artikel terkait “Batas Laut Pulau Sulawesi” yang dapat kalian gunakan sebagai referensi. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rekomendasi Buku dan E-Book Terkait

1. Rumah Mengapung Suku Bugis

Setiap suku yang ada di Indonesia menawarkan banyak keragaman, termasuk seni bangunan khas. Rumah adat suku Bugis merupakan salah satu bangunan yang memiliki karakteristik khusus dalam pola desain dan filosofinya.

Menurut naskah kuno La Galigo, Danau Tempe dulunya merupakan poros dua jalur pelayaran strategis di Sulawesi Selatan yang menghubungkan Selat Makassar dengan Teluk Bone dan Sungai Walanae. Danau ini pernah menjadi pusat perniagaan hasil tambang, hasil pertanian, hasil hutan, hasil laut, dan lain-lain.

Hingga tahun 1828, kapal-kapal layar Portugis berlayar di danau ini. Permukiman mengapung di Danau Tempe itu awalnya didirikan oleh para nelayan yang membangun rumah singgah selama mereka menangkap ikan di danau. Hal ini untuk menghemat waktu dan biaya ketimbang harus bolak-balik ke rumah di daratan.

Buku ini merupakan hasil penelitian yang komprehensif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat nelayan suku Bugis penghuni rumah mengapung di Danau Tempe, mulai dari kepercayaan dan adat istiadat mereka hingga filosofi dalam membangun rumah dan menata ruangannya tak luput dari kajian.

2. Kopra Makassar Perebutan Pusat dan Daerah: Kajian Sejarah, Ekonomi, dan Politik Regional di Indonesia

Pemerintah Belanda menguasai Makassar bukan hanya untuk kepentingan politis semata, tetapi lebih bernuansa ekonomi politik global, yaitu dengan mengimbangi laju monopoli Inggris yang berpangkalan di Singapura. Itulah sebabnya kontrol Makassar semakin penting, bukan saja dalam menguasai pelabuhan, tetapi juga masuk ke dalam jaringan pasaran kopra dunia. Masuknya Makassar dalam pasaran dunia membawa ekonomi di Indonesia bagian Timur terintegrasi secara regional.

Depresi ekonomi dunia di tahun 1930-an membawa nilai ekspor kopra Makassar menurun. Peran Pemerintah Belanda semakin kuat, bahkan kebijakan tersebut berlanjut sampai tahun 1950-an. Kontrol politik terhadap ekonomi semakin kuat, sehingga masalah ekonomi mencuat menjadi masalah politik. Penerbitan buku ini menjadikan historiografi Indonesia bertambah kaya.

3. Tata Rias Pengantin Bugis – Makassar

Batas Laut Pulau Sulawesi

Kekayaan tradisi di Indonesia sungguh luar biasa. Tersebar di setiap penjuru negeri, kekayaan budaya ini memperkaya cita rasa seni. Salah satu dari tradisi tersebut adalah seni tata rias pengantin dari berbagai suku dan daerah di Indonesia. Seni tata rias pengantin ini tetap hidup dan lestari, tumbuh berkembang bersama masyakarat.

Salah satu seni tata rias pengantin yang masih terus lestari adalah tata rias pengantin Bugis dan Makassar. Kedua jenis tata rias pengantin yang berasal dari suku Bugis dan suku Makassar di Sulawesi Selatan ini memiliki kekhasan yang tidak terdapat di jenis tata rias dari suku dan daerah lain, misalnya bentuk busana, sanggul, sunggar, dan juga di dahi pengantin ditorehkan paes khas yang disebut dengan dadasa. Dadasa Bugis dan dadasa Makassar sendiri memiliki perbedaan yang lebih spesifik lagi.

Buku ini mengajak kita untuk lebih mengenal salah satu kekayaan tradisi dari negeri Anging Mamiri ini, di dalamnya diulas kekhasan seni tata rias pengantin Bugis dan Makassar lengkap dengan perbandingan, sehingga pembaca bisa melihat perbedaannya.

Pembaca juga bisa mendapat inspirasi dari modifikasi yang bisa dilakukan tanpa mengubah esensi riasan pengantin Bugis dan Makassar. Setiap jenis tata rias, baik Bugis maupun Makassar juga ditampilkan dalam koleksi busana-busana pengantin pria dan wanita yang indah dan semarak sebagai bukti kekayaan seni tradisi Indonesia.

4. Islamisasi Bugis: Kajian Sastra Atas La Galigo Versi Bottinna I La Déwata Sibawa Wé Attaweq (BDA)

Batas Laut Pulau Sulawesi

Kedatangan Islam di kalangan orang Bugis pada masa lampau membawa dampak terhadap kehidupan bersastra. Dampak yang pertama terlihat dalam komposisi baris-baris La Galigo versi Bottinna I La Déwata Sibawa Wé Attaweq (BDA) dalam bentuk formula-formula doa dalam bahasa Arab, ayat Al-Qur’an, dan nama-nama Allah SWT (Asmaul Husna). Unsur-unsur baru ini menyebabkan perubahan aturan perpuisian metrum lima atau empat suku kata setiap segmen yang sebelumnya berlaku ketat dalam La Galigo.

Dampak kedua terlihat dengan munculnya sejumlah nama tokoh dalam La Galigo versi BDA yang sebelumnya tidak dikenal dalam epos La Galigo seperti Jalilullah, Nabi Adam, Nabi Sulaiman, Nabi Muhammad, Nabi Khaidir, dan Datu Hindi. Sejumlah tokoh Islam ini dihadirkan dalam suatu hubungan genealogi dengan tokoh dalam mitos La Galigo.

Perubahan komposisi dalam bentuk penambahan, pengurangan, dan pemutarbalikan dalam teks La Galigo versi BDA merupakan wujud kebebasan penyair atau penulis. Namun, kebebasan penyair tersebut tetap dalam bingkai. Bingkainya antara lain:

  • Tema perkawinan di kalangan keturunan Batara Guru atau kerabatnya.
  • Tokoh-tokohnya adalah dari kalangan dewa atau keturunannya yang berkuasa di bumi (Dinasti Batara Guru.
  • Penggunaan nama tempat yang meliputi Dunia Atas, Dunia Tengah, dan Dunia Bawah.

Dengan demikian, cerita-cerita baru atau yang telah mendapatkan unsur-unsur baru tetap menjadi bagian dari warisan sastra La Galigo. Kehadiran unsur Islam dalam La Galigo versi BDA tidak menggeser keberadaan kepercayaan lama, melainkan disajikan secara berdampingan. Hal seperti ini menunjukkan kreativitas penyair yang memanfaatkan sastra yang telah mapan dalam komunitas Bugis untuk misi pengislaman.

Islamisasi yang menggunakan sastra sebagai medianya tersebut menggunakan pendekatan kompromis. Para penganjur Islam saat itu menyadari bahwa sangat tidak mudah untuk mengganti suatu bentuk kepercayaan yang telah lama bersenyawa dalam jiwa suatu masyarakat dan menggantinya dengan yang baru.

Langkah awal islamisasi Bugis ini adalah menggeser konsep kepercayaan kepada Déwata Séuwaé (Tuhan Yang Maha Esa) dengan konsep Allah Subhanahu Wa Taala melalui ajaran-ajaran tauhid.

Ketahui lebih dalam lagi tentang Islamisasi Bugis melalui buku ini yang bisa kamu dapatkan di Gramedia.com.

5. Perang Makassar 1669: Prahara Benteng Somba Opu

Sebuah epos berlatar Perang Makassar 1669. Tragedi sejarah yang terjadi setelah seluruh kekuatan armada perang di Nusantara bagian timur berhasil dibujuk kompeni Belanda untuk mengeroyok Somba Opu, ibu kota Kerajaan Gowa, pimpinan I Malombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape alias Sultan Hasanuddin.

Sultan Hasanuddin merupakan putra dari Raja Gowa ke-15, yaitu I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Muhammad Said. Dia memerintah Kesultanan Gowa mulai tahun 1653 sampai dengan 1669. Saat itu, Kesultanan Gowa merupakan kesultanan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.

Detik-detik terakhir keruntuhan Somba Opu sungguh memilukan. Pusat Kerajaan Gowa itu dicabik-cabik dan dibumihanguskan pasukan kompeni Belanda yang dibantu oleh bala tentara Bone, Buton, dan Ambon. Demi martabat dan harga diri, segenap prajurit dan perwira Kerajaan Gowa berjuang mempertahankan Benteng Somba Opu dengan gagah perkasa hingga tetes darah terakhir.

Novel yang didasarkan dari fakta-fakta sejarah pada masa akhir kejayaan Somba Opu yang juga sebuah pelabuhan niaga yang besar dan strategis. Inilah salah satu bukti keampuhan politik adu domba yang dijalankan kompeni Belanda untuk menguasai kerajaan-kerajaan Nusantara. Sebuah kisah heroik yang mampu membangkitkan patriotisme dan kesadaran kesejarahan setiap anak bangsa.

Lalu, bagaimana terjadinya politik adu domba pada masa itu di Makassar? Kamu bisa temukan jawabannya melalui novel sejarah ini.

About the author

Mochamad Harris

Menulis artikel merupakan salah satu hal yang menjadi daya tarik saya untuk dapat mengetahui berbagai macam hal serta informasi terupdate yang sedang terjadi pada saat ini. Saya suka dengan tema olahraga dan juga travelling.

Kontak media sosial Linkedin saya Mochamad Harris