peninggalan benda paleolitikum – Grameds, zaman Paleolitikum atau zaman batu tua merupakan salah satu periode awal dalam sejarah panjang peradaban manusia. Pada masa ini, manusia mulai menunjukkan perkembangan dalam hal pembuatan alat dan kemampuan bertahan hidup, meskipun masih sangat sederhana.
Zaman Paleolitikum ini menjadi pondasi penting sebelum munculnya tahap-tahap berikutnya dalam evolusi budaya manusia, seperti Mesolitikum, Neolitikum, hingga zaman logam. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai zaman Paleolitikum dan berbagai benda peninggalan dari masa tersebut, yuk simak artikel ini sampai habis, Grameds!
Daftar Isi
Apa Itu Zaman Paleolitikum?
Zaman Paleolitikum merupakan bagian dari masa prasejarah, yaitu periode ketika manusia belum mengenal sistem tulisan. Dalam urutan perkembangan zaman batu, Paleolitikum menjadi fase awal sebelum Mesolitikum (zaman batu madya), Neolitikum (zaman batu muda), Megalitikum (zaman batu besar), dan Zaman Logam (Perunggu dan Besi).
Para ahli memperkirakan bahwa masa Paleolitikum terjadi sekitar 3,3 juta tahun lalu hingga 10.000 tahun sebelum Masehi. Zaman ini bersamaan dengan era Pleistosen dalam skala geologi, yaitu masa ketika es mencakup sebagian besar permukaan bumi (zaman es).
Tahapan Zaman Paleolitikum
Berdasarkan perkembangan teknologi alat batu, zaman Paleolitikum terbagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Paleolitikum Awal (Lower Paleolithic)
Tahap ini merupakan periode paling awal dalam zaman Paleolitikum, yang berlangsung sekitar 3,3 juta hingga 300.000 tahun yang lalu. Pada masa ini, manusia purba mulai membuat alat batu pertama yang sangat sederhana.
Ciri khasnya:
- Alat dibuat dengan memukul batu satu dengan lainnya hingga menghasilkan pinggiran tajam.
- Contohnya adalah kapak penetak (chopper), yang digunakan untuk memotong daging, menghancurkan tulang, atau mengupas kulit hewan.
- Alat-alat tersebut masih kasar, belum diasah, dan bentuknya belum simetris.
- Manusia yang hidup pada masa ini antara lain Australopithecus dan Homo habilis di Afrika, serta Pithecanthropus erectus di Indonesia.
2. Paleolitikum Tengah (Middle Paleolithic)
Periode ini berlangsung sekitar 300.000 hingga 50.000 tahun yang lalu, dan menunjukkan peningkatan kemampuan manusia dalam teknik pembuatan alat.
Ciri khasnya:
- Munculnya teknik Levalloisean: yaitu metode membuat inti batu terlebih dahulu lalu memukulnya untuk menghasilkan alat serpih (flakes) yang tajam.
- Alat menjadi lebih fungsional dan presisi, seperti pisau, scraper (pengikis), dan mata tombak.
- Munculnya pemikiran strategis dalam membuat alat sesuai kebutuhan spesifik.
- Manusia purba pada masa ini adalah Homo neanderthalensis di Eropa dan Homo sapiens arkaik.
3. Paleolitikum Akhir (Upper Paleolithic)
Tahapan ini berlangsung sekitar 50.000 hingga 10.000 tahun yang lalu, dan dianggap sebagai puncak dari zaman Paleolitikum.
Ciri khasnya:
- Alat-alat menjadi lebih halus, kecil, dan dibuat dengan teknik yang rumit, seperti alat bilah (blade) dan alat dari tulang atau tanduk.
- Munculnya seni dan simbolisme, seperti lukisan dinding gua (contohnya di gua Lascaux, Prancis), ukiran, dan manik-manik.
- Manusia mulai menunjukkan tanda-tanda budaya spiritual dan sosial.
- Manusia modern (Homo sapiens) sepenuhnya mendominasi pada tahap ini.
Ciri-Ciri Kehidupan di Zaman Paleolitikum
Pada masa ini, manusia hidup sangat bergantung pada alam. Mereka belum mengenal pertanian atau peternakan, sehingga mengandalkan kegiatan berburu dan meramu (food gathering). Kehidupan mereka berpindah-pindah atau nomaden, mengikuti keberadaan sumber makanan dan hewan buruan.
Berikut ciri khas kehidupan manusia pada masa Paleolitikum:
- Menggunakan alat dari batu kasar, belum diasah atau dipoles.
- Tinggal di gua, ceruk batu, atau tempat perlindungan alam terbuka.
- Hidup berkelompok kecil, saling bergantung untuk bertahan hidup.
- Memanfaatkan tulang, tanduk, dan batu untuk membuat alat dan senjata.
- Belum mengenal sistem kepemilikan atau struktur sosial yang kompleks.
Manusia Purba pada Zaman Paleolitikum
Manusia yang hidup pada masa ini dikenal sebagai manusia purba, dengan struktur fisik yang berbeda dari manusia modern. Mereka memiliki volume otak yang lebih kecil, rahang besar, dan berjalan tegak.
Beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan hidup pada masa Paleolitikum antara lain:
1. Pithecanthropus Erectus
Ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil, Jawa Timur (1891). Merupakan manusia kera yang berjalan tegak, hidup sekitar 1 juta tahun lalu.
2. Meganthropus Palaeojavanicus
Bertubuh besar dan kuat, ditemukan di Sangiran.
3. Homo Erectus
Menunjukkan perkembangan alat yang lebih baik dan diyakini sebagai nenek moyang langsung Homo sapiens.
4. Homo Soloensis & Homo Wajakensis
Ditemukan di daerah Jawa, dengan bentuk fisik lebih mendekati manusia modern.
5. Homo Floresiensis
Dikenal sebagai “The Hobbit”, bertubuh kecil, ditemukan di Flores tahun 2003.
Temuan Warisan Budaya Zaman Paleolitikum di Indonesia
Salah satu jejak penting dari zaman Paleolitikum adalah temuan peninggalan benda-benda prasejarah, terutama alat batu dan alat tulang. Di Indonesia, peninggalan zaman Paleolitikum paling banyak ditemukan dalam tiga kebudayaan besar:
1. Kebudayaan Pacitan
Ditemukan pertama kali oleh Von Koenigswald tahun 1935 di Pacitan, Jawa Timur. Ciri khas kebudayaan ini adalah alat-alat batu besar yang dibentuk secara sederhana. Wilayah penyebaran kebudayaan Pacitan meliputi:
- Pacitan (Jawa Timur)
- Sukabumi (Jawa Barat)
- Lahat (Sumatera Selatan)
- Gombong dan Blora (Jawa Tengah)
Peninggalannya meliputi:
- Kapak genggam
- Kapak perimbas
- Alat serpih: Pecahan batu kecil yang tajam, digunakan untuk mengiris.
2. Kebudayaan Ngandong
Ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi (Jawa Timur). Berbeda dari Pacitan, kebudayaan ini menggunakan bahan dari tulang dan batu kecil.
Peninggalannya meliputi:
- Alat tulang
- Tombak dari gigi hewan
- Alat-alat serpih
3. Situs Paleolitikum di Nusa Penida
Penelitian oleh I Made Suastika dari Balai Arkeologi Denpasar (2001) menemukan artefak Paleolitikum di gua-gua Nusa Penida, seperti:
- Gua Celeng
- Song Gede
- Gua Giri Putri
Peninggalannya meliputi:
- Kapak genggam
- Kapak penetak
- Alat-alat serpih dari batu gamping kersikan
- Beliung persegi
- Fragmen periuk tanah liat
Penemuan Lain dari Zaman Paleolitikum di Indonesia
Selain Pacitan, Ngandong, dan Nusa Penida, sejumlah wilayah lain juga menunjukkan jejak kehidupan Paleolitikum:
- Sungai Lembah Bengawan Solo
Banyak ditemukan alat-alat batu dari lapisan Pleistosen.
- Blora
Ditemukan alat serpih dan tulang binatang prasejarah.
- Pegunungan Lumbung, Desa Sirau (Purbalingga)
Penemuan batu besar yang diduga merupakan alat Paleolitikum oleh Dinas Kebudayaan tahun 2014.
- Sangiran dan Sambungmacan (Sragen)
Situs manusia purba dan lapisan budaya yang sangat penting.
Keseluruhan temuan ini membuktikan bahwa peninggalan benda zaman Paleolitikum tersebar luas di Indonesia, dan menjadi warisan budaya yang sangat penting untuk memahami sejarah manusia purba Nusantara.
Contoh Benda-Benda Peninggalan Zaman Paleolitikum
Pada zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih tetap kasar dan belum pula dihaluskan. Contoh benda-benda peninggalan zaman Paleolitikum yang perlu Grameds ketahui antara lain:
1. Kapak Genggam
Kapak genggam, yang juga dikenal sebagai chopper, merupakan alat yang banyak ditemukan di wilayah Pacitan, Jawa Timur. Dinamai demikian karena kapak ini tidak memiliki pegangan (tangkai) dan digunakan langsung dengan cara digenggam. Fungsinya cukup beragam, mulai dari menggali umbi-umbian, menguliti hewan, hingga memotong benda-benda tertentu.
2. Kapak Perimbas
Alat ini difungsikan sebagai senjata sekaligus alat bantu dalam kehidupan sehari-hari. Kapak perimbas biasa digunakan untuk merimbas atau menebas kayu serta memahat tulang. Temuan jenis kapak ini tersebar di beberapa daerah, seperti Sukabumi (Jawa Barat), Gombong (Jawa Tengah), dan Lahat (Sumatera Selatan).
3. Peralatan dari Tulang dan Tanduk
Selain batu, manusia Paleolitikum juga memanfaatkan tulang hewan dan tanduk rusa sebagai bahan baku alat. Temuan ini termasuk dalam kategori kebudayaan Ngandong. Contoh penggunaannya adalah sebagai mata tombak dan alat penusuk yang tajam.
4. Flakes (Alat Serpih)
Flakes merupakan alat berukuran kecil yang dibuat dari batu Chalcedon, sejenis batu keras. Alat ini digunakan untuk berbagai keperluan seperti menguliti makanan, berburu, menangkap ikan, dan mengumpulkan hasil hutan seperti umbi-umbian. Flakes juga merupakan bagian dari budaya Ngandong.
Pentingnya Temuan Benda Paleolitikum
Benda-benda peninggalan dari zaman Paleolitikum punya peran penting dalam membantu para ahli memahami masa lalu. Lewat benda-benda ini, kita bisa tahu bahwa manusia purba memang pernah hidup dan seperti apa kehidupan mereka sehari-hari.
Dari alat-alat yang ditemukan, kita bisa belajar tentang teknologi mereka, bagaimana mereka bertahan hidup, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan. Bahkan, temuan ini bisa dikaji dari berbagai bidang ilmu seperti sejarah, antropologi, geologi, sampai paleoekologi.
Dengan menganalisis bentuk, fungsi, dan lokasi penemuan benda-benda itu, para arkeolog bisa menyusun kembali cerita perjalanan manusia di masa lalu, lho!
Kesimpulan

Sumber: Kompas
Grameds, zaman Paleolitikum adalah fase penting dalam sejarah peradaban manusia. Meskipun teknologi dan alat-alat yang digunakan masih sangat sederhana, dari sinilah manusia mulai menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa terhadap lingkungan.
Peninggalan benda Paleolitikum seperti kapak genggam, alat serpih, tombak tulang, dan alat dari batu gamping bukan hanya artefak sejarah, tetapi juga jejak kecerdasan dan kreativitas manusia purba.
Penemuan di Pacitan, Ngandong, Nusa Penida, dan berbagai daerah lainnya membuktikan bahwa Indonesia menyimpan warisan budaya Paleolitikum yang sangat kaya dan penting untuk menambah pengetahuan.
Dengan mempelajari peninggalan ini, kita tidak hanya mengetahui bagaimana nenek moyang kita hidup, tetapi juga belajar menghargai perjalanan panjang manusia menuju peradaban modern.
Rekomendasi Buku Terkait
1. Sapiens Grafis Kelahiran Umat Manusia
Adaptasi grafis salah satu buku sejarah populer paling berpengaruh di dunia, Sapiens.
Bagaimana cara Homo sapiens berkembang menjadi penguasa planet Bumi, mampu melakukan berbagai hal luar biasa seperti membelah atom, terbang ke Bulan, dan merekayasa genetika kehidupan? Untuk mengetahuinya, kita harus melihat gambaran besar: keseluruhan sejarah spesies manusia.
Ahli sejarah Yuval Noah Harari bercerita mengenai kelahiran dan evolusi umat manusia, menjelajahi bagaimana biologi dan sejarah membentuk kita dan mempertinggi pemahaman kita mengenai apa artinya menjadi “manusia”. Adaptasi grafis ini menyajikan kembali dan memperluas isi edisi asli Sapiens, dalam format komik yang menarik, kocak, dan enak disimak.
2. Sapiens Grafis vol.2: Pilar-pilar Peradaban
Adaptasi grafis salah satu buku sejarah populer paling berpengaruh di dunia, Sapiens.
Sapiens Grafis Volume 1 membahas kemunculan Homo sapiens di Bumi dan bagaimana Sapiens berubah dari spesies biasa saja menjadi makhluk hidup dominan di dunia. Volume 2 ini membicarakan bagaimana cara pertanian, sebagai upaya Homo sapiens menopang populasinya yang makin membesar, malah memunculkan imperium, hak milik, kesenjangan, serta berbagai penderitaan akibat perang dan penyakit. Juga peran tulisan, angka, dan fiksi dalam mendukung peradaban yang makin lama makin besar dan rumit.
Ahli sejarah Yuval Noah Harari bercerita mengenai kelahiran dan evolusi umat manusia, menjelajahi bagaimana biologi dan sejarah membentuk kita serta mempertinggi pemahaman kita mengenai apa artinya menjadi “manusia”. Adaptasi grafis ini menyajikan kembali dan memperluas isi edisi asli Sapiens, dalam format komik yang menarik, kocak, dan enak disimak.
3. Neksus
Dalam Sapiens, Yuval Noah Harari memperkenalkan konsep realitas intersubjektif berdasar fiksi yang telah memberikan keunggulan kepada kita sebagai Sapiens sehingga dapat bekerja sama dalam jejaring dan menaklukkan dunia. Neksus—istilah yang diartikan Harari sebagai titik hubungan berbagai aliran informasi yang membentuk jejaring manusia—menelusuri gagasan informasi sebagai bukan hanya penyampai fakta, melainkan juga penjalin jejaring realitas intersubjektif dan tatanan dunia manusia. Dengan demikian, perkembangan peradaban manusia bisa dipandang sebagai revolusi panjang dalam teknologi informasi.
Revolusi teknologi informasi bukan hanya soal komputer atau komunikasi seluler, melainkan terjadi sejak Sapiens menciptakan fiksi, kisah, tulisan, dan buku. Tiap tahap revolusi memperbanyak informasi yang tersedia dan memperluas jangkauan penyebarannya, membangun tatanan yang makin lama makin rumit, tapi belum tentu mempertinggi kebijaksanaan kita: bertambahnya informasi tidak mesti membuat kita makin dekat ke kebenaran.
Kini kita sedang menghadapi tantangan dari ciptaan terbaru revolusi informasi. Algoritma, dunia maya, dan akal imitasi (artificial intelligence, AI) membuka bentang informasi baru, menawarkan daya amat besar, tapi juga menghadirkan kecerdasan bukan-manusia yang berpotensi memanipulasi dan menguasai kita. Neksus mengajak kita memahami bagaimana jejaring informasi membentuk masa depan kita dan mencari langkah yang tepat untuk memastikan kelangsungan umat manusia pada masa depan itu.
4. Teori Evolusi: Asal dan Tujuan Manusia
Siapakah manusia sesungguhnya? Dari mana ia berasal? Dan kemanakah gerangan ia menuju? Pertanyaan yang senantiasa mengusik manusia sepanjang sejarah peradaban itu dibahas secara amat menarik oleh Dr. Franz Dähler dalam buku ini. Dengan pelbagai ilustrasi Dähler memaparkan fakta-fakta dan teori-teori ilmiah, tetapi tidak hanya itu, ia juga membantu kita untuk menemukan makna kenyataan-kenyataan itu. Ia menjelaskan penemuan-penemuan fisika dan astronomi mutakhir tentang manusia purba dan bagaimana rantai perkembangan dari Australopithecus sampai ke manusia kontemporer, Homo sapiens sapiens.
Ia juga membicarakan bagaimana terjadinya organisme hidup pertama di bumi dapat dibayangkan dan menempatkan keseluruhan evolusi itu ke dalam kerangka evolusi seluruh alam raya. Dähler menyajikan gambaran menyeluruh tentang alam raya dalam perkembangannya dari asal usul dalam Big Bang, dalam kaitannya dengan struktur mikro materi, sampai terbentuknya planet bumi, di mana lalu mulai muncul kehidupan dalam bentuk praseluler. Kemudian, dalam 800 juta tahun terakhir terjadi perkembangan kualitatif dan kuantitatif sedemikian dahsyat yang disaksikan oleh kekayaan organisme di bumi sekarang yang pusat, puncak, dan nasibnya adalah manusia.
Dapat dikatakan, Dähler menulis sebuah antropologi kosmologis. Ia berbicara tentang manusia, asal usulnya, tahap-tahap perkembangan fisiologisnya menurut pengetahuan paleontologis sekarang, serta implikasi-implikasinya, bukan dalam isolasi, melainkan dalam kesatuan hakiki dengan perkembangan alam raya.