Psikologi

5 Faktor Penyebab Perundungan yang Dialami Kalangan Remaja

Penyebab Perundungan
Written by Sevilla Nouval

Penyebab Perundungan Perundungan merupakan tindakan yang menggunakan kekuasaan untuk menyakiti seorang individu maupun sekelompok orang, baik secara verbal, fisik, dan psikologis, sehingga korbannya akan merasa trauma, tertekan, dan tidak berdaya.

Remaja yang menjadi korban perundungan lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara mental maupun fisik.

Penyebab Perundungan

Perundungan fisik (Edith Castro Roldán, Oscar Manuel Luna Nieto/Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0 International).

Beberapa masalah yang kemungkinan akan diderita oleh seorang anak yang menjadi korban bullying, yaitu munculnya berbagai masalah mental seperti kegelisahan, depresi, dan masalah tidur yang akan terbawa hingga berumur dewasa, keluhan kesehatan fisik (seperti sakit perut, sakit kepala, dan ketegangan otot), rasa tidak aman ketika berada di lingkungan sekolah, serta penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.

Dalam beberapa kasus yang cukup langka, anak-anak korban perundungan mungkin akan menunjukkan sifat kekerasan.

Adanya kasus perundungan ini disebabkan oleh beberapa hal, apa sajakah itu? Ketahui beberapa penyebab terjadinya perundungan melalui artikel ini, Grameds. Namun, sebelum itu, ada baiknya kita membahas tentang pengertian perundungan terlebih dahulu.

Pengertian Perundungan

Perundungan berasal dari kata bullying yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu bull yang memiliki pengertian “banteng yang senang menanduk ke mana saja.

Secara etimologi, kata bully dalam bahasa Indonesia berarti “penggertak” dan “orang yang sering mengganggu orang lemah”, sedangkan secara terminologi Ken Rigby mendefinisikannya sebagai “suatu hasrat untuk menyakiti”.

Hasrat tersebut ditunjukkan ke dalam aksi yang mengakibatkan seseorang menderita. Aksi itu dilakukan secara langsung oleh seorang individu atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang-ulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Perundungan merupakan suatu perilaku kekerasan dan terjadi pemaksaan secara psikologis maupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang.

Pelaku perundungan bisa saja seseorang, sekelompok orang, atau mereka yang mempersepsikan dirinya mempunyai kekuasaan untuk melakukan apa pun terhadap korbannya.

Sementara itu, korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya, dan selalu merasa terancam olehnya.

Peran dalam Perundungan

Pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku perundungan dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:

1. Bullies (Pelaku Perundungan)

Pelaku perundungan merupakan seseorang yang secara fisik atau emosional melukai orang lain secara berulang-ulang.

Remaja yang diidentifikasi sebagai pelaku perundungan sering kali menunjukkan fungsi psikososial yang lebih buruk dibandingkan korban perundungan dan seseorang yang tidak terlibat dalam perilaku tersebut.

Pelaku perundungan juga cenderung menunjukkan gejala depresi yang lebih tinggi dibandingkan seseorang yang tidak terlibat dalam perilaku itu atau korban. Pelaku perundungan cenderung mendominasi orang lain dan mempunyai kemampuan sosial dan pemahaman emosi orang lain yang sama.

Menurut Stephenson dan Smith, karakter pelaku perundungan antara lain:

  • Tipe percaya diri, yaitu secara fisik kuat, agresivitas, merasa aman dan biasanya terkenal di lingkungan pergaulannya.
  • Tipe pencemas, yaitu secara akademik lemah dalam berkonsentrasi, kurang populer, dan kurang merasa aman.
  • Pelaku perundungan dalam situasi dapat menjadi korban perundungan.

Selain itu, para peneliti menyimpulkan jika karakteristik pelaku perundungan biasanya adalah agresif, mempunyai konsep positif mengenai kekerasan, impulsif, dan mempunyai kesulitan dalam berempati.

Selain itu, pelaku perundungan biasanya agresif secara verbal maupun fisikal, ingin populer, sering membuat kegaduhan, mencari-cari kesalahan orang lain, iri hati, pendendam, hidup berkelompok, dan menguasai kehidupan sosial di lingkungannya.

Pelaku perundungan menempatkan dirinya di tempat tertentu atau di sekitarnya, misalnya dia merupakan tokoh populer di sekolahnya, gerak geriknya selalu dapat ditandai dengan sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan, dan melecehkan orang lain.

2. Victim (Korban Perundungan)

Korban perundungan merupakan seseorang yang sering kali menjadi target dari perilaku agresif, tindakan yang menyakitkan, dan hanya menunjukkan sedikit pertahanan diri melawan penyerangnya. Korban perundungan cenderung menarik diri, cemas, depresi, dan takut dengan keadaan yang baru dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak menjadi korban.

Seseorang yang menjadi korban perundungan dilaporkan lebih menyendiri dan kurang bahagia di lingkungannya, serta mempunyai kerabat dekat yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang lainnya. Korban perundungan juga dikategorikan dengan perilaku sensitif, hati-hati, dan pendiam.

Mereka biasanya adalah orang yang baru di lingkungannya, orang termuda, tubuhnya lebih kecil, kadang ketakutan, tidak dapat melindungi dirinya, seseorang yang pernah mengalami trauma atau pernah disakiti sebelumnya, sangat peka, menghindari teman sebaya untuk menghindari rasa sakit yang lebih parah, dan merasa sulit untuk memperoleh pertolongan.

Selain itu, korban perundungan juga terkadang merupakan seseorang yang penurut, sering merasa cemas, kurang percaya diri, mudah dipimpin, perilakunya dianggap mengganggu orang lain, sering melakukan hal-hal untuk meredam kemarahan orang lain, tidak mau berkelahi, lebih suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, pemalu, selalu menyembunyikan perasaannya, pendiam, tidak ingin menarik perhatiaan orang lain, gugup, dan peka.

Kategori lain yang dapat ditambahkan kepada korban perundungan, yaitu anak yang miskin atau kaya, ras atau etnisnya dianggap inferior dan layak dihina, orientasi gender atau seksualnya dianggap inferior, agamanya dianggap inferior, berbakat, dan cerdas.

Dirinya dijadikan target perundungan karena unggul, anak yang merdeka, status sosialnya rendah, siap mengekspresikan emosinya setiap waktu, pendek atau jangkung, gemuk atau kurus, menggunakan kacamata atau kawat gigi, berjerawat atau mempunyai masalah kulit lainnya.

Selanjutnya, korban perundungan juga merupakan seseorang yang mempunyai ciri-ciri fisik yang berbeda dengan mayoritas anak lainnya, misalnya seseorang dengan ketidakcakapan fisik atau mental dan memiliki attention deficit hyperactive disorder (ADHD) atau sulit untuk memfokuskan perhatiannya kepada suatu hal.

Pelaku perundungan kemungkinan akan bertindak sebelum berpikir lebih jauh. Mereka tidak mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya sendiri, sehingga selalu disengaja dan tidak menganggapnya sebagai tindakan negatif.

Sementara itu, korban dianggap berada di tempat yang keliru dan pada saat yang salah. Dia diserang karena pelaku ingin menyerang seseorang di tempat itu dan saat itu juga.

3. Bully Victim

Bully victim merupakan pihak yang terlibat di dalam perundungan, tetapi dirinya juga menjadi korban perilaku tersebut. Pihak ini menunjukkan level agresivitas verbal dan fisik yang lebih tinggi daripada orang lain di sekitarnya.

Bully victim juga dilaporkan mengalami peningkatan simptom depresi, merasa kesepian, dan cenderung merasa sedih dibandingkan orang lain.

Bully victim juga memiliki karakter reaktivitas, regulasi emosi yang buruk, kesulitan dalam bidang akademis, penolakan dari teman sebayanya, dan kesulitan beradaptasi di lingkungannya.

4. Neutral

Neutral merupakan pihak yang tidak terlibat berperan perilaku perundungan.

Faktor Penyebab Terjadinya Perundungan

Menurut Coloroso (2007), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perundungan antara lain:

1. Keluarga

Pelaku perundungan sering kali berasal dari keluarga yang bermasalah, orang tuanya sering menghukum dirinya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh dengan stres dan permusuhan.

Seorang anak akan mempelajari perilaku perundungan ketika melihat berbagai konflik yang terjadi di dalam keluarganya. Mereka lantas menirukannya dan dilakukan kepada teman-temannya.

Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-coba itu, dirinya akan mempelajari jika “mereka mempunyai kekuatan dan diperbolehkan untuk berperilaku agresif”.

Perilaku tersebut dianggap itu dapat meningkatkan status dan kekuasaannya di lingkungan sosialnya, misalnya sekolah. Mereka dari sinilah lantas mengembangkan perilaku perundungan.

2. Sekolah

Pihak sekolah sering kali mengabaikan keberadaan perundungan ini. Akibatnya, anak-anak sebagai pelaku perundungan akan memperoleh penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak yang lain.

Perundungan berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan negatif kepada para siswanya, misalnya hukuman yang tidak membangun, sehingga tidak meningkatkan rasa menghargai dan menghormati antarsesama anggota sekolah.

3. Faktor Kelompok Sebaya

Anak-anak ketika berinteraksi di lingkungan sekolah dan teman-temannya di sekitar rumah terkadang terdorong untuk melakukan perundungan.

Beberapa anak melakukan perundungan sebagai upaya untuk menunjukkan jika mereka dapat masuk dalam kelompok tertentu, walaupun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan tindakan tersebut.

4. Keadaan Lingkungan Sosial

Keadaan lingkungan sosial juga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku perundungan. Salah satu faktor lingkungan sosial yang mengakibatkan tindakan perundungan adalah kemiskinan.

Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan di antara siswa.

5. Tayangan Televisi dan Media Cetak

Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku perundungan dari segi tayangan yang mereka tampilkan. Survei yang dilakukan oleh Lee (2010) menunjukkan jika 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya. Umumnya, mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya (43%).


Itulah artikel terkait “faktor penyebab perundungan di kalangan remaja” yang bisa kalian gunakan untuk referensi dan bahan bacaan.

Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan terkait Penyebab Perundungan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rujukan

  • Carroll, A., Houghton, S., Durkin, K., dan Hattie, J.A. (2009). Adolescent Reputations and Risk. New York: Springer.
  • Coloroso, B. (2007). The Bully, The Bullied, and The Bystander. New York: Harper Collins.
  • Lee, A. (2010). How to Grow Great Kids. Oxford: How to Content.

Rekomendasi Buku Terkait Penyebab Perundungan

1. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia: Undang-Undang Perlindungan Anak

Penyebab Perundungan

Bagaimana Indonesia mengatur tentang peraturan Undang-Undang Perlindungan Anak? Buku ini berisi tentang Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 tentang perlindungan anak. Buku ini dapat kamu jadikan referensi mengenai perubahannya, meskipun saat ini sudah ada perubahan kedua, yaitu Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016.

Perlindungan anak merupakan segala kegiatan yang menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya, menjamin tercapainya kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan potensi yang optimal, serta dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi.

Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi PBB tentang Hak Anak. Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi untuk dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi, serta memiliki hak sipil dan kebebasan.

Anak merupakan individu yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014. Sementara itu, hak untuk memperoleh perlindungan di Indonesia telah diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. Stop Bullying

Perundungan atau yang dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah bullying bukanlah hal baru yang terjadi di sekitar kita. Tua, muda, kaya, miskin, semua orang dapat menjadi korban perundungan, bahkan orang yang melakukan perundungan. Pertanyaannya, mengapa semua itu terjadi? Apa hal-hal yang mendasari seseorang melakukan perundungan dan mengapa seseorang dirundung? Lalu, dari sisi orang ketiga yang tidak terlibat dengan semua itu, apa yang sebaiknya kita lakukan? Apakah kita bisa memiliki peranan untuk menghentikan kekerasan berbentuk perundungan ini? Semua pertanyaan tersebut dapat terjawab dalam buku berjudul Stop Bullying ini.

Buku Stop Bullying karya Ghyna Amanda akan mengajak pembaca untuk menelusuri pemahaman mengenai perundungan, berbagai jenis perundungan, alasan-alasan perundungan bisa terjadi, dan cara agar kita bisa mengatasi semua itu. Adapun jenis-jenis bullying, seperti kontak fisik langsung, kontak verbal langsung, cyber bullying, dan masih banyak lagi. Tindakan bullying biasanya terjadi karena perasaan balas dendam, faktor keluarga yang tidak harmonis, dan faktor lingkungan pelaku.

Perundungan atau bullying harus segara dicegah, karena memiliki dampak buruk bagi korban. Seorang yang mengalami bullying akan mengalami kesehatan mental yang tidak stabil, lebih buruk korban dapat menderita depresi atau gangguan kecemasan. Pengetahuan mengenai bullying penting sebagai bekal Anda dan salah satu tindakan preventif sebelum bullying yang dialami seseorang mencapai level terburuk. Buku ini cocok untuk Anda yang ingin mengenal lebih jauh seputar bullying.

3. Hukum Perlindungan Anak & KDRT

Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sedikitnya ada 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2004 sampai dengan 2021. Selain memperlihatkan tingginya jumlah kasus KDRT selama rentan waktu 2004 hingga 2021, data tersebut juga menunjukkan bahwa fenomena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia bukan lagi hal baru, melainkan sudah berlangsung sejak dulu.

Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu mengkualifikasikan kebijakan perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana, korban tindak pidana dan saksi, mampu membedakan hukum pidana materil dan formil yang berlaku bagi anak dan bagi orang dewasa (lex specialis), mampu menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak, mampu menganalisis penerapan pidana dalam KDRT, dan perlindungan perempuan. Selain itu, mahasiswa mampu berargumentasi hukum terhadap persoalan-persoalan hukum pidana perlindungan anak dan KDRT.

Materi di dalam buku ini meliputi:

  • Bab 1 :Tentang Anak.
  • Bab 2: Perlindungan Hukum terhadap Anak.
  • Bab 3: Hukum Pidana Anak.
  • Bab 4: Sistem Peradilan Pidana Anak.
  • Bab 5: Kekerasan dalam Rumah Tangga.
  • Bab 6: Karakteristik Kekerasan terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga.
  • Bab 7: Upaya Penangan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
  • Bab 8: Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
  • Bab 9: Isu-Isu terkait Kerentanan terhadap Kekerasan dan Faktor Multikultural.
  • Bab 10: Pelaporan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
  • Bab 11: Penyelesaian Perkara Kekerasan dalam Rumah Tangga.

4. Lets End Bullying

Bullying itu problem yang dampaknya harus ditanggung oleh semua pihak, baik itu si pelaku, korban, atau dia yang menyaksikan tindakan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu dari tiga anak di seluruh dunia mengaku pernah mengalami bullying, baik itu di sekolah, lingkungannya, atau secara online. Begitu juga sebaliknya, satu dari tiga anak mengaku pernah melakukan tindakan bullying kepada kawannya.

Penting sekali bagi orang tua untuk memahami bahwa bullying itu sama sekali bukan bagian normal dari masa kanak-kanak yang harus dilewati. Tindakan bullying itu berakibat buruk bagi korban, saksi, sekaligus bagi si pelakunya itu sendiri. Efeknya terkadang membekas sampai si anak telah menjadi dewasa. Buku ini akan membahas tuntas mengenai pengertian bullying, cara pencegahan dan mengatasinya.

Baca juga terkait Penyebab Perundungan

About the author

Sevilla Nouval

Saya hampir selalu menulis, setiap hari. Saya mulai merasa bahwa “saya” adalah menulis. Ketertarikan saya dalam dunia kata beriringan dengan tentang kesehatan, khususnya kesehatan mental. Membaca dan menulis berbagai hal tentang kesehatan mental telah membantu saya menjadi pribadi yang lebih perhatian dan saya akan terus melakukannya.

Kontak media sosial Instagram saya Sevilla