Sosial Budaya

Pengertian Eksklusivisme: Macam, Dampak, dan Contohnya

Pengertian Eksklusivisme, Macam, Dampak, dan Contohnya
Written by Umam

Pengertian Eksklusivisme – Eksklusivisme dalam ciri kelompok sosial hakikatnya mempunyai banyak arti, tetapi di beberapa definisi terdapat kesamaan dalam memaknai kata eksklusivisme. Kesamaan tersebut ialah adanya sikap individu dan kelompok mengisolasikan diri terhadap pihak lainnya.

Sementara itu, penggambaran eksklusivisme di sisi lain sendiri sangatlah mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saja ialah adanya jaringan terorisme yang cenderung berfikir radikalisme dengan tindak ikut serta dalam kegiatan masyarakat pada umumnya.

Sudah menjadi pengakuan bahwa beberapa bentuk kelompok sosial memiliki paham mengeksklusfikan dirinya, shingga sangat sulit untuk dimasuki anggota lain untuk menjadi bagian dari kelompok tersebut, dikarenakan sikap eksklusifnya. Bahkan dibanyak hal dan tempat, beberapa kelompok sering melakukan penindasan terhadap kelompok lain, sehingga menyebabkan munculnya sikap agresif dan diskriminatif.

Manusia sebagai makhluk sosial lebih cenderung hidup berkoloni, berkelompok dengan membentuk kelompok-kelompok tertentu. Sebenarnya. Tujuan pembentukan kelompok yang dilakukan oleh memiliki tujuan yang baik, yaitu sebagai wadah dalam mewujudkan tujuan kelompok dan sebagai wadah untuk melakukan jenis interaksi sosial yang saling membantu dengan sesamanya.

Paham eksklusivisme di dalam sejarahnya sudah meninggalkan rekam jejak sejarah yang buruk atau kelam, yakni tidak lain adalah peperangan serta konflik yang dipicu oleh sesuatu (tidak berdiri sendiri). Konflik tersebut selalu disokong oleh adanya pandangan keagamaan tertentu, serta juga konsekuensi yang dihasilkan ialah paham keagamaan yang tidak bernuansa pencerahan serta pembebasan, tetapi justru bermotif konflik serta kekerasan.

Tidak bisa dipungkiri di dalam paham eksklusivisme ini sudah atau telah membentuk sebuah paham keagamaan yang tidak mampu untuk kemudian mengembangkan budaya dalam berdialog serta juga toleransi. Jangankan di dalam konteks antar agama, kontes intra agama pun juga, eksklusivisme ini sudah menjadi batu sandungan tersendiri. Seluruh kelompok baik yang fundamentalis atau pun juga yang liberalis sama-sama terjebak di dalam klaim kebenarannya sendiri, karena paham eksklusivisme ini sudah memunculkan keresahan serta kegelisahan baru di dalam konteks membentuk kehidupan beragama yang damai serta juga toleran.

Pengertian Eksklusivisme

Eksklusivisme adalah suatu paham yang mempunyai kecondongan maupun adanya keinginan untuk merangkak mengaleniasi diri dari masyarakat. Tanda-tanda eksklusivisme yang kasat mata bisa dilihat secara langsung orang yang memiliki paham eksklusivisme, yaitu mendahulukan kepentingan pribadi dan mempunyai kecenderungan untuk menarik diri atau memisahkan diri dengan norma-norma khusus maupun umum yang disepakati dalam kelompok. Oleh karena itulah, sikap eksklusivisme ialah bentuk hubungan sosial individu yang menutup dirinya dari dunia luar atau mengekslusifkan kelompok atau golongan tertentu.

1. Pengertian Secara Umum

Eksklusivisme merupakan suatu paham yang menekankan adanya kecenderungan untuk memisahkan diri dari lingkungan sekitar. Dalam kata lain, adanya keinginan untuk menarik diri dari segala bentuk interaksi yang ada seperti individualisme. Mereka akan berkecenderungan untuk melakukan segala sesuatunya secara sendiri, tanpa meminta bantuan dari orang lain.

Selain itu, orang orang yang memegang pemahaman ini seringkali mementingkan kepentingannya pribadi daripada kepentingan kelompok. Hal itu dikarenakan, menurut mereka kepentingan pribadi merupakan kepentingan mutlak yang harus diutamakan. Bahkan tak jarang, mereka beranggapan bahwa mereka dapat bertahan hidup tanpa bantuan manusia yang lain.

Dia lebih memilih untuk mengeksklusifkan dirinya sendiri. Kebanyakan orang yang menganut paham ini, akan mencari orang lain yang juga memiliki prinsip yang sama dengan mereka. Hal itu, tentunya dilakukan untuk mempermudah dan mendukung mereka untuk melakukan hal yang mereka sudah yakini.

2. Pengertian Menurut Para Ahli

Untuk menambah wawasan kita mengenai paham eksklusivisme ini. Berikut ada beberapa pendapat para ahli dan sumber terpercaya mengenai pengertian dari eksklusivisme.

  • Menurut El Rais (2012), eksklusivisme ini merupakan serangkaian pemahaman yang berkecenderungan untuk kemudian memisahkan diri dari masyarakat.
  • Menurut Raimundo Pannikar, eksklusivisme ini bukanlah sebuah paham yang instan, disebabkan karena paham ini memerlukan rasionalitas serta juga kelanjutan terhadap adanya doktrin-doktrin keagamaan.
  • Menurut Zamakhsari, ekslusivisme merupakan suatu kondisi psikososial yang cenderung memilih, menerima orang-orang yang dianggapnya pantas dan sesuai dengan keinginannya, baik individu maupun kelompok. Lebih lanjut, dia menyatakan bahwa eksklusivisme adalah suatu sikap yang merasa paling benar dari yang lain.
  • Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eksklusivisme adalah kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.

Adapun ciri atau karakteristik yang menganut paham eksklusivisme ini ialah:

  • Mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri.
  • Cenderung untuk memisahkan diri dengan sikap khusus yang disepakati maupun disetujui di dalam golongan atau kelompok.

Faktor Penyebab Berkembangnya Eksklusivisme

Tindakan menarik diri dari interaksi sosial yang ada tidak mungkin terjadi tanpa hal hal yang melatarbelakanginya. Berikut merupakan faktor penyebab semakin maraknya paham eksklusivisme ini.

  • Munculnya kesenjangan sosial yang begitu tajam di antara lapisan masyarakat.
  • Adanya kecemburuan sosial antar masyarakat.
  • Timbul anggapan bahwa norma yang ada tidak bersesuaian dengan kepribadian seseorang.
  • Adanya perbedaan status dan strata di lingkungan sosial.
  • Adanya anggapan bahwa paham yang diyakini merupakan paham yang paling benar.
  • Tekanan dari orang orang di sekitar.
  • Adanya trauma masa lalu yang berhubungan dengan jalinan interaksi antar sesama.
  • Perkembangan teknologi yang memfasilitasi segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Ciri-Ciri Eksklusivisme

Adapun karakteristik yang menggambarkan makna dari paham eksklusivisme ini mempermudah kita untuk mengklasifikasikan berbagai permasalahan sosial yang ada kaitannya dengan eksklusivisme ini. Berikut merupakan ciri ciri eksklusivisme.

  • Adanya kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan kelompok.
  • Cenderung untuk menghindari kegiatan kegiatan yang menghubungkan berbagai banyak orang.
  • Lebih bersikap apatis terhadap keadaan dan kondisi yang terjadi di sekitarnya.
  • Menarik diri secara perlahan dari lingkar pergaulannya.
  • Lebih menjunjung tinggi pendapat dan keyakinannya.

Bentuk-Bentuk Eksklusivisme

Berikut adalah jenis-jenis eksklusivisme yang dikutip dari buku Pengantar Sosiologi karya Trisni Andayani, Ayu Febryani, dan Dedi Andriansyah (2020).

1. Bidang Keagamaan

Merupakan suatu sikap fanatik, eksklusif, dan diskrminasi terhadap kelompok, golongan agama tertentu yang menganggap rendah kelompok agama lain. Beberapa pandangan yang mendasari sikap eksklusivisme ialah kesalahan dari beberapa individu maupun kelompok yang kemudian dihakimi dengan pandangan rendah untuk kelompok tersebut. Adanya anggapan bahwa bergaul hanya diperbolehkan dengan orang yang seiman. Hal ini menjadi jurang pemisah bagi manusia yang ingin berinteraksi dengan manusia lainnya.

Tindakan eksklusivisme yang erat kaitannya dengan bidang agama ini seringkali disebabkan karena timbulnya batasan. Batasan batasan yang dibuat tentunya berhubungan dengan boleh atau tidaknya seorang individu untuk bergaul dengan individu lainnya. Eksklusivisme dalam bidang agama ini tentunya menekankan pada sifat intoleran.

Dalam kehidupan sehari hari, seorang individu yang berbeda iman atau keyakinan dilarang untuk berteman. Timbulnya pemisah ini yang mengakibatkan suatu agama cenderung mengeksklusifkan dirinya dari perbedaan perbedaan yang ada.

Dalam konteks Kristen mengasumsikan bahwa hanya mereka yang mendengar Gospel diproklamasikan dan secara eksplisit mengakui Kristus yang diselamatkan (only those who hear the gospel proclaimed and explicitly confess Christ are saved). Pada intinya ekskulisivisme, sebagaimana yang dipaparkan oleh George Lindbeck, menetapkan solus Christus, keselamatan hanya melalui Kristus, dan juga fides ex auditu, keimanan melalui pendengaran.

Argumentasi teologis dari klaim eksklusivis ini didukung oleh teks Bible: “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang sampai kepada Bapak, kalau tidak melalui Aku (Yoh. 14:6). “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12).

Pandangan eksklusivis Kristen ini juga didukung oleh pemahaman Gereja Katolik Roma pra-Vatikan II yang menyatakan extra ecclesiam nulla salus (di luar Gereja tidak ada keselamatan). Selain argumentasi teologis, D’Costa memaparkan  argumentasi fenomenologis. Kelompok eksklusivis ini dalam kenyataannya mengakui perbedaan antara agama-agama yang ada, tetapi pengakuan itu tanpa harus mengakui klaim kebenaran dari agama-agama tersebut.

Lebih dari itu, usaha dan dialog kelompok eksklusivis ini dengan kelompok lain adalah dalam rangka untuk membuat orang atau kelompok tersebut bertaubat. Mereka menghendaki umat lain menjadi pemeluk agama Kristen, sebagai satu-satunya agama.

Dalam konteks dunia Islam, pandangan eksklusivis ini juga hidup dan tumbuh dengan kuat. Pandangan bahwa hanya satu cara pandang atau satu cara penafsiran yang benar. Dan tentunya, pandangan yang benar itu adalah, sebagaimana diklaimnya, pandangannya sendiri, sementara pandangan yang lain salah dan sesat.

Dasar skriptural kelompok ini adalah pemahaman mereka terhadap ayat-ayat al-Qur’an, seperti QS Âl ‘Imrân/3:85 yang berbunyi:

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

Demikian juga pernyataan dalam Q.S. Âl ‘Imrân/3:19

Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Ayat-ayat Al-Qur’an ini dipahami oleh kelompok eksklusivis sebagai argumentasi normatif bahwa hanya agama Islam yang paling benar dan diridlai oleh Allah, sementara agama-agama yang lain salah dan sesat. Di samping basis skriputral tersebut, teologi Islam juga sering mengasumsikan bahwa kedatangan agama Islam untuk mengungguli (menyempurnakan) atau bahkan menghapus (naskh) agama-agama sebelumnya.

Selain argumen teologis/normatif di atas, Sachedina mengajukan argumentasi fenomenologis/empiris. Menurutnya,
klaim eksklusivis ini dianggap sebagai instrumen yang penting bagi self-identification suatu kelompok untuk membedakannya dari kelompok lain. Klaim ini juga berfungsi sebagai alat legitimasi dan integrasi bagi sesamanya dalam kelompok, dan sebagai basis yang efektif untuk melakukan agresi dan perlawanan terhadap kelompok lain.

Hal inilah yang mewujudkan konsep jihâd terhadap kelompok tertentu, serta terbentuknya dâr al-Islam (wilayah Islam, atau wilayah yang dikuasai oleh kelompok Muslim) dan dâr al-harb (wilayah perang, atau wilayah yang harus ditundukkan).

2. Bidang Kebudayaan

Sekelompok orang yang hidup memilih tempat terpencil guna memisahkan dirinya dari masyarakat, karena jika nantinya berbaur dengan masyarakat umum mereka terpengaruh oleh budaya yang berada di luar dirinya. Ketakutannya ini menjadikan ia memilih untuk memisahkan diri dari masyarakat pada umumnya agar unsur budayanya tidak terkontaminasi pengaruh lain.

Mereka memilih memisahkan diri daripada mempercayai orang lain. Mereka percaya bahwa budaya yang ada pada kelompoknya merupakan yang paling baik dan bagus sehingga ia tidak memerlukan sesuatu untuk berubah. Paling mencolok dan kentara ialah dalam sifat kebudayaan kelompok atau etnis tertentu ialah tidak diperbolehkannya orang dalam kelompok kebudayaan tersebut menikah di luar kelompoknya. Hal ini juga merupakan upaya menjaga kemurnian kebudayaan kelompok tersebut.

Eksklusivisme dalam konteks kebudayaan ini seringkali terjadi di wilayah terpencil yang jauh dari kata modern. Wilayah wilayah ini cenderung mempertahankan kebudayaan dan adat istiadat yang sudah ada sejak jaman nenek moyang. Untuk mempertahankan budaya tersebut, mereka lebih memilih untuk menutup diri dari berbagai perkembangan dan modernisasi yang ada. Mereka tidak ingin apabila semua kebudayaan asli mereka memudar akibat arus globalisasi dan perkembangan lainnya.

Contoh-Contoh Eksklusivisme

Adapun contoh perwujutan atas sikap eksklusivisme yang pernah ada, antara lain:

1. Masyarakat Jerman

Di Jerman dahulu ada pemimpin yang dikenal gaya kepemimpiannyan yang dictator, tokoh tersebut bernama Hitler. Hitler sangat membenci bangsa yahudi, kebenciannya terhadap kaum yahudi membawanya pada perilaku penindasan terhadap bangsa Yahudi.

Dalam konteks lain disebutkan bahwa perilaku Hitler tersebut untuk mendapatkan pengakuan serta penghargaan bahwa ia yang terbaik di antara lainnya, demi mendapatkan penghargaan serta kekuasaan untuk menjadi seorang pemimpin nomor satu pada zaman itu. Ini merupakann contoh kelompok eksklusivisme.

2. Indonesia

Kita kilas balik dahulu ke masa lalu, masih ingatkah memori kita dengan tragedi bom di pulau bali yang dilancarkan oleh kelompok teroris. Amrozi dan kawan-kawan melancarkan aksinya dipulau dewata bali dengan dalih memperjuangkan agama muntuk melawan kekafiran.

Peristiwa tersebut merupakan akibat yang ditimbulkan dari paham sikap eksklusivisme, seingga memupuk sikap fanatisme terhadap kelompoknya sendiri serta diskriminatif terhadap kelompok lain. Imbasnya ialah adanya perasaan dalam dirinya bahwa kelompoknya yang paling besar dan paling benar diantara kelompok lain yang ada.

3. Kedaerahan

Perwudutan sikap eksklusivisme di lingkungan kedaerahan bisa dilihat dari beberapa suku maupun ras yang hidup berdampingan namun tindak menyapa maupun menegur satu sama lainnya. Alasannya karena memandang bahwa hal tersebut akan membuatnya menjadi rendah. Perilaku seperti ini tentu saja akan menjadikan seseorang berpikir eksklusivisme.

4. Kehidupan Sehari-hari

Lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari kita, adakah masyarakat yang berfaham eksklusivisme yang bisa kita jumpai bahkan kita temukan dalam lingkungan sosial kita. Tentunya ada, mungkin kita pernah melihat bahkan mempunyai teman yang hanya mau bergaul dengan teman yang dari sisi kelas sosial sama, orang kaya hanya mau berteman dengan orang kaya, anak pejabat yang hanya bergaul dengan anak pejabat, atau orang yang yang bergaul dengan anak pejabat.

Orang yang hanya mau dianggap bahwa ia keren,memiliki pendidikan tinggi, memiliki status sosial yang tinggi. Hal tersebut merupakan contoh paling dekat dengan kita orang yang memiliki paham eksklusivisme

Kebanyakan dari kita mendengar kata ekslusif dan seketika memiliki bayangan bahwa eksklusivisme merupakan kelompok dengan kelas atau jenis status sosial yang tinggi. Ternyata dalam kehidupan sosial kita banyak contohnya dan sampai pada taraf individu juga terjangkit sikap eksklusivisme tersebut.

Dampak Eksklusivisme

Sikap eksklusivisme jelas memiliki dua hal dalam perkembangannya dan dampak yang ditimbulkan. Eksklusivisme mempunyai dampak positif dan negatif. Penjelasannya;

1. Dampak Positif

  • Timbulnya keadaan dalam masyarakat yang dengan ketertutupannya akan dunia lainnya dapat tetap mempertahankan kebudayaan yang berada dalam kelompoknya.
  • Adanya bahwa anggapan dalam diri individu-individu bahwasanya kelompoknya merupakan kelompok yang paling baik dan wajib dipertahankan.
  • Memiliki kemampuan untuk membedakan dirinya dengan orang lain disekitarnya.
  • Adanya keyakinan yang teguh terhadap kelompoknya, sehingga tidak mudah terbawa arus yang dibawa oleh kelompok lain.

2. Dampak Negatif

  • Adanya anggapan dalam diri individu bahwa kepentingan kelompoknya ialah kepentingan yang paling utama di atas kepentingan lainnya.
  • Individu cenderung tertutup pada dunia luar dan sulit untuk terpengaruh budaya lain.
  • Perkembangan kebudayaan dalam kelompoknya cenderung statis dan mandeg, sehingga sulit untuk melakukan perubahan secara gradual dan progresif.
  • Rawan terjadi konflik dalam internal kelompok, sehingga dapat memecah belah persatuan dalam kelompok tersebut.

Cara Mengatasi Eksklusivisme

Berikut cara mengatasi perkembangan dari paham eksklusivisme.

  • Mengembangkan pola pemikiran sebagai masyarakat multikultural.
  • Membuka pikiran dan pandangan terhadap segala perkembangan dan perubahan yang terjadi (open minded).
  • Saling menghargai perbedaan dan juga keberagamanan.
  • Tidak berprasangka buruk terhadap pendapat orang lain, sebelum mendapatkan penjelasannya.
  • Menjalin banyak sekali relasi dan juga interaksi.
  • Menyaring segala bentuk paham radikal yang masuk di Indonesia untuk disesuaikan terlebih dahulu dengan Pancasila.

Itulah uraian atas artikel yang bisa kami berikan pada kalian berkenaan dengan pengertian eksklusivisme menurut para ahli, jenis, dampak, dan contohnya yang ada di masyarakat. Semoga bisa memberikan referensi bagi semua kalangan.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.