Sosial Budaya

Cara Menghitung Weton Jawa Beserta Penafsirannya

Cara Menghitung Weton
Written by Umam

Cara Menghitung Weton – Saat ini, kalender Jawa digunakan untuk menentukan berbagai kegiatan penting, seperti kegiatan menentukan hari baik untuk pernikahan, kegiatan menentukan hari untuk khitanan, kegiatan untuk menentukan acara kematian, kegiatan menentukan pendirian rumah, dan juga kegiatan untuk menentukan hari baik untuk berpergian.

Masyarakat umum, khususnya Jawa, beranggapan bahwa mereka harus menentukan hari baik terlebih dahulu untuk melaksanakan berbagai kegiatan, misalnya kegiatan pernikahan haruslah ditentukan terlebih dahulu hari baiknya agar calon pasangan yang akan menikah nantinya tidak akan memperoleh kejadian buruk, baik itu sebelum menikah atau setelah menikah.

Masyarakat memandang bahwa kalender Jawa itu memiliki nilai kesakralan. Adapun ciri-ciri kesakralan itu adalah dihormati manusia, menimbulkan rasa takut, dijunjung tinggi, ditandai sifat ambigu, manfaatnya tidak dapat dinalar, memberikan adanya kekuatan, serta menekankan tuntunan dan kewajiban bagi para penganut dan pemujanya.

Terkait dengan adanya kepercayaan dan juga keyakinan terhadap suatu hal di dalam kalender Jawa, semua itu tergantung dengan pandangan masing-masing individu masyarakat yang menilai. Kami selaku redaktur hanya dapat mengambil sisi positif dari adanya kalender Jawa Islam di dalam kehidupan yang sudah kotemporer ini.

Berbagai tindakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat dalam menyirakan adanya kalender Jawa merupakan sebuah folkways (kebiasaan) terkait masalah-masalah di kehidupan sosial, sebuah mores (tata kelakuan) terkait kehidupan sosial, dan juga sebuah tradition (adat).

Siklus Hari Pasaran dalam Penanggalan Jawa

Cara Menghitung Weton

Simbol siklus pasaran dalam kalender Jawa.

Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari saja, tetapi dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara (pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara. Siklus yang masih dipakai sampai saat ini adalah saptawara (siklus tujuh hari) dan pancawara (siklus lima hari), sedangkan yang lain masih dipakai di Pulau Bali dan di Tengger.

Saptawara atau padinan terdiri atas tujuh hari dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Siklus tujuh hari ini bersamaan dengan siklus mingguan dalam kalender Masehi, yaitu Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu. Solah (gerakan) dari bulan terhadap bumi berikut adalah nama dari ketujuh nama hari tersebut.

  • RaditeNgahad, melambangkan meneng (diam);
  • SomaSenen, melambangkan maju;
  • HanggaraSelasa, melambangkan mundur;
  • BudaRebo, melambangkan mangiwa (bergerak ke kiri);
  • RespatiKemis, melambangkan manengen (bergerak ke kanan);
  • SukraJemuwah, melambangkan munggah (naik ke atas);
  • TumpakSetu, melambangkan tumurun (bergerak turun).

Adapun pancawara terdiri atas Kliwon (Kasih), Legi (Manis), Pahing (Jenar), Pon (Palguna), dan Wage (Cemengan). Pancawara juga biasa disebut sebagai pasaran. Siklus ini dahulu digunakan oleh para pedagang untuk membuka pasar sesuai hari pasaran yang ada. Inilah yang menyebabkan sekarang banyak dikenal nama-nama pasar yang menggunakan nama pasaran tersebut, seperti Pasar Kliwon, Pasar Legi, Pasar Pahing, Pasar Pon, dan Pasar Wage.

Hari-hari pasaran merupakan posisi patrap (sikap) dari bulan sebagai berikut.

  • Kliwon • Kasih, melambangkan jumeneng (berdiri);
  • Legi • Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah ke belakang);
  • Pahing • Jenar, melambangkan madep (menghadap);
  • Pon • Palguna, melambangkan sare (tidur);
  • WageCemengan, melambangkan lenggah (duduk).

Selain pancawara dan saptawara, masih ada siklus enam hari yang disebut sadwara atau paringkelan. Walaupun terkadang masih digunakan dalam pencatatan waktu, paringkelan tidak digunakan dalam menghitung jatuhnya waktu upaca-upacara adat di keraton. Paringkelan terdiri atas Tungle, Aryang, Warungkung, Paningron, Uwas, dan Mawulu.

Siklus Bulan dalam Penanggalan Jawa

Seperti halnya dalam penanggalan lainnya, kalender Jawa juga memiliki 12 bulan. Bulan-bulan tersebut memiliki nama serapan dari bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa, yaitu Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, dan Besar. Umur tiap bulan berselang-seling antara 30 dan 29 hari.

Berikut disajikan nama-nama bulan Jawa Islam. Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriah dengan nama-nama Arab, tetapi beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa, Séla, dan kemungkinan juga Sura, sedangkan nama Apit dan Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu.

Nama-nama ini adalah nama bulan kamariah atau candra (lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan hari-hari besar yang ada dalam bulan Hijriah, seperti Pasa yang berkaitan dengan puasa Ramadan, Mulud yang berkaitan dengan Maulid Nabi pada bulan Rabiulawal, dan Ruwah yang berkaitan dengan Nisfu Sya’ban saat amalan dari roh selama setahun dianggap dicatat.

No. Penanggalan Jawa Lama Hari
1. Sura 30
2. Sapar 29
3. Mulud atau Rabingulawal 30
4. Bakda Mulud atau Rabingulakir 29
5. Jumadil awal 30
6. Jumadil akir 29
7. Rejeb 30
8. Ruwah (Arwah, Saban) 29
9. Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan) 30
10. Sawal 29
11. Séla (Dulkangidah, Apit)*) 30
12. Besar (Dulkahijjah) 29/30
Total 354/355

Nama-nama bulan tersebut adalah sebagai berikut.

  • Warana • Sura, artinya rijal;
  • Wadana • Sapar, artinya wiwit;
  • Wijangga • Mulud, artinya kanda;
  • Wiyana • Bakda Mulud, artinya ambuka;
  • Widada • Jumadilawal, artinya wiwara;
  • Widarpa • Jumadilakir, artinya rahsa;
  • Wilapa • Rejeb, artiya purwa;
  • Wahana • Ruwah, artinya dumadi;
  • Wanana • Pasa, artinya madya;
  • Wurana • Sawal, artinya wujud;
  • Wujana • Séla, artinya wusana;
  • Wujala • Besar, artinya kothong.

Keterangan:

Nama alternatif bulan Dulkangidah adalah Sela atau Apit. Nama-nama ini merupakan peninggalan nama-nama Jawa Kuno untuk nama musim ke-11 yang disebut sebagai Apit Lemah. Séla berarti batu; yang berhubungan dengan lemah yang berarti adalah “tanah”.

Penampakan bulan dalam penanggalan Jawa sebagai berikut.

  • Tanggal 1 bulan Jawa, bulan terlihat sangat kecil-hanya seperti garis, ini dimaknakan dengan seorang bayi yang baru lahir, yang lama-kelamaan menjadi lebih besar dan lebih terang;
  • Tanggal 14 bulan Jawa dinamakan dengan purnama sidhi, bulan terlihat penuh melambangkan orang dewasa yang telah bersuami atau beristri;
  • Tanggal 15 bulan Jawa dinamakan dengan purnama, bulan terlihat masih, penuh tetapi sudah ada tanda ukuran dan cahayanya sedikit berkurang;
  • Tanggal 20 bulan Jawa dinamakan dengan panglong, ini dimaknakan dengan seseorang yang sudah mulai kehilangan daya ingatannya;
  • Tanggal 25 bulan Jawa dinamakan dengan sumurup, ini dimaknakan dengan seseorang yang  sudah mulai diurus hidupnya oleh orang lain atau kembali layaknya seorang bayi;
  • Tanggal 26 bulan Jawa dinamakan dengan manjing, ini dimaknakan dengan manusia kembali ke tempat asalnya lagi.
  • Sisa hari sebanyak empat atau lima hari melambangkan saat ketika manusia akan mulai dilahirkan kembali ke kehidupan dunia yang baru.

Siklus Tahun dalam Penanggalan Jawa

Satu tahun dalam kalender Jawa memiliki umur 354 3/8 hari. Untuk itulah, terdapat siklus delapan tahun yang disebut sebagai windu. Dalam satu windu terdapat delapan tahun yang masing-masing memiliki nama tersendiri, yaitu Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun Ehe, Dal, dan Jimakir memiliki umur 355 hari dan dikenal sebagai tahun panjang (Taun Wuntu), sedangkan sisanya 354 hari dikenal sebagai tahun pendek (Taun Wastu). Pada tahun panjang tersebut, bulan Besar sebagai bulan terakhir memiliki umur 30 hari.

Selain itu, terdapat siklus empat windu berumur 32 tahun, yaitu nama hari, pasaran, tanggal, dan bulan akan tepat berulang atau disebut tumbuk. Keempat windu dalam siklus itu diberi nama Kuntara, Sangara, Sancaya, dan Adi. Tiap windu tersebut memiliki lambang sendiri, yaitu Kulawu dan Langkir. Masing-masing lambang berumur delapan tahun, sehingga siklus total dari lambang berumur 16 tahun.

Pun demikian, masih ada perbedaan perhitungan antara tahun Jawa dan tahun Hijriah. Tiap 120 tahun sekali, akan ada perbedaan satu hari dalam kedua sistem penanggalan tersebut. Inilah yang membuat pada saat itu tahun Jawa diberi tambahan satu hari. Periode 120 tahun ini disebut dengan khurup.

Sampai awal abad 21, telah terdapat empat khurup, yaitu Khurup Jumuwah Legi/Amahgi (1555 J–1627 J/1633 M–1703 M), Khurup Kemis Kliwon/Amiswon (1627 J–1747 J/1703 M–1819 M), Khurup Rebo Wage/Aboge (1867 J–1987 J/1819 M–1963 M), dan Khurup Selasa Pon/Asapon (1867 J–1987 J/1936 M–2053 M).

Nama khurup yang berlangsung mengacu kepada jatuhnya hari pada 1 bulan Sura tahun Alip. Pada Khurup Asapon, tanggal 1 bulan Sura tahun Alip akan selalu jatuh hari Selasa Pon selama kurun waktu 120 tahun.

Cara Menghitung Weton

Wuku dan Neptu

Terkait dengan penanggalan Jawa, dikenal pula periode waktu yang dianggap menentukan watak dari anak yang dilahirkan, seperti halnya astrologi yang terkait dengan kalender Masehi. Periode ini disebut Wuku dan ilmu perhitungannya disebut sebagai Pawukon. Terdapat 30 Wuku yang masing-masing memiliki umur 7 hari, sehingga satu siklus Wuku memiliki umur 210 hari yang disebut Dapur Wuku.

Selain Wuku, terdapat juga Neptu yang digunakan untuk melihat nilai dari suatu hari. Ada dua macam Neptu, yaitu Neptu Dina dan Neptu Pasaran. Neptu Dina adalah angka yang digunakan untuk menandai nilai hari-hari dalam saptawara, sedangkan Neptu Pasaran digunakan untuk menandai nilai hari-hari dalam pancawara. Nilai-nilai ini digunakan untuk menghitung baik buruknya hari terkait kegiatan tertentu dan perwatakan seseorang yang lahir pada hari tersebut.

Kalender Sultan Agungan yang dimulai pada Jumat Legi tanggal 1 Sura tahun Alip 1555 J, atau 1 Muharram 1043 H, atau 8 Juli 1633. Peristiwa ini terdapat pada Windu Kuntara Lambang Kulawu dan ditandai dengan candra sengkala yang berbunyi Jemparingen Buta Galak Iku (panahlah raksasa buas itu).

Sejak saat itu, Kesultanan Mataram dan penerusnya mampu menyelenggarakan perayaan-perayaan adat seirama dengan hari-hari besar Islam. Upacara-upacara tradisi seperti Garebeg tidak menjadi halangan bagi perkembangan Islam, tetapi malah dimanfaatkan sebagai syiar agama itu sendiri.

Sistem penanggalan baru ini merupakan upaya seorang pemimpin yang berpandangan jauh ke depan untuk menggabungan dua arus peradaban pada masa itu, sebuah rekonsilasi antara gelombang kebudayaan Islam dengan peradaban pra Islam. Peradaban baru yang kini dikenal sebagai Mataram Islam.

Hubungan Weton dengan Primbon Jawa

Weton digunakan oleh masyarakat Jawa untuk menentukan suatu hal, baik itu karakter, keberuntungan seseorang bahkan hingga nasib dan lainnya. Namun, dibutuhkan buku primbon Jawa untuk mengetahui ramalan-ramalan tersebut.

Primbon Jawa merupakan kitab warisan dari leluhur masyarakat Jawa yang memiliki orientasi kepada relasi antara kehidupan manusia dengan alam semesta. Buku primbon Jawa juga telah menjadi sumber rujukan bagi masyarakat Jawa sejak dahulu.

Kitab primbon Jawa memiliki fungsi sebagai pedoman untuk menentukan sikap dalam suatu tindakan serta kehidupan seseorang. Isi dari kitab ini adalah ramalan, berbagai macam pengetahuan kejawen, rumus-rumus ilmu gaib serta sistem bilangan yang cukup rumit untuk menghitung hari mujur serta mengurus segala macam kegiatan-kegiatan penting seperti perjodohan, pernikahan dan lainnya.

Untuk mengetahui hal-hal di atas atau menghitung hari mujur, diperlukan weton dan neptu Jawa seseorang.

Tabel Neptu Jawa dan Cara Menghitung Weton

neptu Jawa - Cara Menghitung Weton

Berdasarkan tabel di atas, masing-masing hari serta pasaran memiliki nilai-nilai yang bermacam-macam. Cara menghitung weton adalah dengan menjumlahkan nilai hari lahir dengan pasaran. Lebih lanjut, simak penjelasannya berikut ini untuk menghitung weton dengan tabel neptu Jawa.

Cara menghitung weton yang pertama adalah dengan menggunakan neptu hari dengan pasaran Jawa. Pada tabel neptu Jawa tersebut, Grameds dapat mencermati bahwa masing-masing hari dan pasaran Jawa memiliki nilai yang berbeda. Cara menghitung weton dalam hal ini dapat dilakukan dengan menjumlahkan nilai dari hari dan pasaran yang dimiliki di weton kelahirannya.

Contohnya, jika Grameds memiliki tanggal lahir pada hari Sabtu dengan pasaran Jawa kliwon, artinya weton Grameds adalah Sabtu Kliwon. Untuk menghitung jumlah wetonnya, Grameds bisa menjumlahkan nilai 9 (jumlah neptu hari lahir, yaitu Sabtu) dengan nilai 8 (pasaran Jawa kliwon).

Jadi, 9 + 8= 17. Jumlah neptu weton seseorang yang terlahir pada hari Sabtu kliwon adalah 17. Dengan jumlah tersebut, Grameds dapat mengetahui watak seseorang, menghitung keberuntungan, cara seseorang meraih kesaksian dan cara menghitung kecocokan pasangan.

Selain cara menghitung weton Jawa dengan cara yang pertama, ada pula cara menghitung weton Jawa yang kedua berdasarkan pada bulan serta tahun Jawanya. Berbeda dengan cara yang pertama, neptu Jawa untuk bulan dan tahun biasanya digunakan untuk memperkirakan musim hujan, musim tanam, musim kemarau, hama penyakit pada tanaman tertentu, jumlah panen, tangkapan ikan dan lain sebagainya.

12 nama bulan pada kalender Jawa sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bulan kalender dalam Islam. Sementara itu, nama-nama tahun pada kalender jawa terdiri atas delapan jenis.

Kalender Jawa dalam kebudayaan Jawa akan berganti tahun setiap satu windu sekali. Oleh karena itu, setiap delapan tahun sekali, nama tahun dalam kalender Jawa juga akan berubah sesuai dengan urutannya yaitu Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan yang terakhir adalah tahun Jim Akhir.

Berikut tabel dari hitungan Jawa berdasarkan bulan serta tahunnya.

neptu Jawa - Cara Menghitung Weton

Berdasarkan tabel di atas, Grameds bisa menghitung weton dengan neptu bulan dan tahun Jawa seseorang. Sebagai contoh, jika apabila seseorang lahir pada bulan Ruwah dan tahun Wawu, Grameds perlu menjumlahkan nilai 4 yang ada pada bulan Ruwah serta 6 yang ada pada tahun Wau. 4+6= 10, angka 10 adalah hasil akhir penjumlahan dan weton neptu bulan serta tahun Jawa.

https://www.gramedia.com/products/kitab-primbon-jawa-serbaguna-tetap-relevan-sepanjang-masa?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

Arti dari Hasil Perhitungan Neptu Weton Jodoh

Setelah Grameds mengetahui cara menghitung neptu weton, kalian akan mendapatkan angka yang berfungsi untuk mengetahui beragam hal, seperti hari keberuntungan, watak, hingga jodoh. Biasanya perhitungan neptu weton lebih wajar dan umum digunakan untuk pernikahan atau perjodohan. Dengan neptu weton, kedua calon dapat melihat kecocokan antara satu sama lain, bahkan mendapatkan gambaran tentang kecocokan serta kapan sebaiknya hari pernikahan digelar.

Berikut beberapa arti dari hasil perhitungan neptu Jawa tentang jodoh atau pasangan.

1. Pegat (1, 9, 10, 18, 19, 27, 28, 36)

Dari hasil perhitungan neptu weton pegat, artinya hubungan Grameds dengan pasangan termasuk dalam kategori rawan. Pegat menurut primbon Jawa menjadi indikasi adanya kemungkinan antara Grameds maupun pasangan sering mendapatkan masalah dalam kehidupan.

2. Ratu (2, 11, 20, 29)

Apabila Grameds memperoleh hasil perhitungan neptu weton dengan angka 2,11,20, maupun 29, artinya Grameds cukup beruntung. Sebab, kategori jumlah neptu weton ratu artinya adalah Grameds dan pasangan adalah jodoh sejati. Grameds akan memiliki hubungan yang sangat harmonis, bahagia dan bahkan hubungan kalian berdua bisa membuat banyak orang iri karena kalian berdua terlihat begitu serasi.

3. Jodoh (3, 12, 21, 30)

Arti perhitungan neptu weton yang ketiga mungkin adalah arti perhitungan yang sangat diinginkan oleh banyak pasangan. Sebab, jika Grameds memiliki jumlah neptu 3,12, 21, dan 30, artinya kalian dan pasangan Grameds adalah jodoh. Lebih dari itu, Grameds dan pasangan juga diramalkan akan memiliki kehidupan berumah tangga yang rukun setiap saat. Jika mendapatkan hasil perhitungan neptu weton satu ini, Grameds mungkin bisa segera menikah dengan pasangan tanpa perlu khawatir!

4. Topo (4, 13, 22, 31)

Hasil perhitungan neptu weton yang keempat adalah kategori neptu topo yaitu 13,4,31 atau 22. Apabila Grameds mendapatkan hasil perhitungan neptu topo, kalian perlu meningkatkan kewaspadaan. Sebab, menurut primbon Jawa, arti neptu topo adalah Grameds dan pasangan akan mendapatkan suatu kesulitan ketika menjalani masa-masa awal dalam berumah tangga.

5. Tinari (5, 14, 23, 32)

Apabila Grameds mendapatkan hasil perhitungan 5, 14, 23, atau 32, jumlah neptu weton tersebut termasuk dalam tinari, yang artinya Grameds tidak perlu merasa khawatir dan bisa lebih tenang. Ini dikarenakan tinari artinya adalah kabar bahagia bagi Grameds. Kebahagiaan yang dimaksud adalah rezeki yang cukup ketika Grameds membangun rumah tangga. Selain itu, Grameds sekeluarga juga akan diberikan kemudahan untuk mencari rezeki.

6. Padu (6, 15, 24, 33)

Padu dalam bahasa Jawa artinya adalah berdebat yang mencirikan suatu hubungan yang buruk. Sesuai dengan namanya, jumlah neptu weton padu, yaitu 6, 15, 24, dan 33 mengindikasikan adanya ramalan buruk bagi kehidupan rumah tangga Grameds dan pasangan. Namun demikian, Grameds bisa lebih tenang sebab hubunganmu dan pasangan tidak akan berujung kepada perceraian.

7. Sujanan (7, 16, 25, 34)

Hasil perhitungan neptu weton dalam perjodohan yang ketujuh adalah sujanan dengan jumlah angka 7, 16, 25, atau 34. Apabila mendapatkan hasil neptu sujanan, Grameds perlu lebih berhati-hati dan waspada. Pasalnya menurut primbon Jawa, orang yang termasuk dalam kategori sujanan adalah orang atau pasangan yang berada dalam ancaman suatu pertengkaran yang cukup besar dalam rumah tangga yang diakibatkan oleh perselingkuhan.

8. Pesthi (8, 17, 26, 35)

Menurut perhitungan neptu weton jodoh, orang-orang yang memiliki jumlah perhitungan pesthi, yaitu 8, 17, 26, dan 35 adalah orang yang akan memiliki rumah tangga yang rukun dengan pasangannya. Apabila Grameds memiliki jumlah perhitungan neptu weton jodoh satu ini, Grameds akan memiliki kehidupan keluarga yang harmonis serta rukun.

https://www.gramedia.com/products/menguak-rahasia-ramalan-jayabaya-1?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/menguak-rahasia-ramalan-jayabaya-1?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

Pembagian Neptu yang Masih Memiliki Perhitungan

Selain kedelapan kategori neptu weton jodoh di atas, ada hasil pembagian neptu yang masih menyisakan sisa perhitungan dan makna dari sisa perhitungan neptu tersebut berkaitan dengan peruntungan Grameds dan pasangan. Berikut penjelasannya.

  1. Wasesa Segara atau sisa satu, diramalkan akan memiliki besar budi, memiliki watak yang berwibawa serta kelancaran rezeki.
  2. Tunggak Semi atau sisa dua, menurut primbon jawa artinya akan mendapatkan hambatan dalam hal rezeki.
  3. Satria Wibawa atau sisa tiga artinya sisa perhitungan neptu ini adalah sosok yang kelak akan dihormati maupun disegani di lingkungannya.
  4. Sumur Sinaba atau sisa empat, menurut kitab primbon jawa artinya Grameds akan dipenuhi oleh inspirasi, hidup dengan harmonis serta menjadi panutan bagi orang-orang di sekitar Grameds.
  5. Satria Wirang atau sisa lima menurut primbon Jawa diramalkan akan sering menghadapi berbagai macam kesulitan dalam hidup. Namun, tidak dijelaskan kesulitan seperti apa yang akan Grameds hadapi.
  6. Bumi Kepetak atau sisa enam menurut primbon Jawa artinya Grameds akan membutuhkan kerja keras dalam hidup untuk menggapai cita-cita maupun hal-hal yang diinginkan dalam hidup.
  7. Lebu Ketiup Angin atau sisa tujuh dalam primbon Jawa, sisa perhitungan neptu ini akan menghadapi suatu kesulitan terutama ketika Grameds ingin meraih mimpi atau cita-cita, sebab Grameds akan kesulitan mendapatkan ketentraman.

https://www.gramedia.com/products/bahaya-ramalan-vs-dahsyatnya-nubuat-dan-penglihatan?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

Selain menghitung neptu weton jodoh untuk melihat kecocokan antara Grameds dan pasangan, perhitungan neptu juga dapat digunakan untuk menghitung hari baik berdasarkan weton Jawa. Fungsinya agar ketika pernikahan dihelat, kedua mempelai dan acara pernikahan tidak akan mendapatkan suatu halangan atau kesulitan.

Untuk mengetahui hari baik, ada rumus berbeda yang perlu Grameds pahami. Rumus yang digunakan adalah jumlah neptu dari kedua calon mempelai pengantin, kemudian apabila kedua neptu tersebut ditambahkan dengan hari baik, kemudian dibagi lima, hasilnya harus menyisakan angka tiga. Jika hasil perhitungan menunjukan lebih tiga, hari tersebut adalah hari baik untuk melaksanakan pernikahan atau acara penting lainnya.

Demikian pembahasan tentang cara menghitung Weton Jawa. Dari pembahasan ini, apakah kamu sudah pernah menghitung Weton Jawa? Jika ingin mencari buku seputar Jawa, maka kalian bisa mendapatkannya di gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

BACA JUGA:

Apa fungsi dari kitab Primbon Jawa?

sebagai pedoman untuk menentukan sikap dalam suatu tindakan serta kehidupan seseorang. Isi dari kitab ini adalah ramalan, berbagai macam pengetahuan kejawen, rumus-rumus ilmu gaib serta sistem bilangan yang cukup rumit untuk menghitung hari mujur serta mengurus segala macam kegiatan-kegiatan penting seperti perjodohan, pernikahan dan lainnya.

Bagaimana cara menghitung Weton Jawa?

Cara menghitung weton yang pertama adalah dengan menggunakan neptu hari dengan pasaran Jawa.

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.