Sejarah

Pengertian Teori Kesatria & Penemu Teori Kesatria

teori kesatria
Written by Fandy

Teori Kesatria – Tak bisa dipungkiri bahwa perkembangan agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia adalah hasil dari akulturasi dari budaya India. Hampir semua unsur budaya India, baik itu adat istiadat, agama, hingga kebiasaan sehari-hari masuk ke Indonesia. Oleh sebab itu, beberapa daerah di Indonesia memiliki benda-benda bersejarah dengan corak Hindu Buddha, kesenian daerah dengan nuansa Hindu Buddha, dan kebiasaan hidup yang sesuai dengan Hindu Buddha. Dengan kata lain, masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha ke Indonesia memiliki pengaruh terhadap bangsa dan negara Indonesia itu sendiri, mulai dari bahasa, teknologi, politik, sistem sosial, bangunan, dan aksara.

Agama dan kebudayaan Hindu Buddha memang hasil dari akulturasi budaya yang berarti ada agama dan budaya yang masuk ke Indonesia, baik itu dibawa oleh pedagang, kesatria, pendeta Hindu Buddha, dan lain-lain. Selain itu, masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha melalui jalur laut, karena pada saat itu jalur yang paling strategis untuk dilalui oleh orang-orang yang berasal dari India adalah jalur laut.

Maka dari itu, siapa yang membawa agama dan kebudayaan Hindu Buddha masih diperdebatkan oleh banyak orang termasuk para ahli sejarah itu sendiri. Pada dasarnya, teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha ada lima teori, yaitu teori Brahmana, teori Kesatria, teori Waisya, teori, Sudra, dan teori Arus Balik. Masing-masing teori yang diungkapkan oleh para ahli memiliki faktor pendukung dan faktor yang melemahkan. Bukan hanya itu, pada beberapa teori diktritik oleh ahli sejarah.

Setiap teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha ke Indonesia diciptakan atau dicetuskan oleh satu orang, tetapi ada satu teori yang diusung oleh dua orang, teori kesatria. Meskipun teori ini diusung oleh dua orang ahli, tetapi tetap tidak bisa lepas dari yang namanua krtikan.

“Siapa yang mengkritik teori Kesatria?” Pertanyaan itu mungkin muncul di benak kamu, tapi jangan khawatir karena artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang teori Kesatria, mulai dari pengertian hingga seorang ahli yang menentang teori ini. Jadi, selamat membaca.

Rekomendasi Buku: Jejak Peradaban Kerajaan Hindu Jawa 1042-1527 M

Jejak Peradaban Kerajaan Hindu Jawa 1042-1527 M

beli sekarang

Deskripsi Buku

Berdirinya Dinasti Hindu di Jawa Timur tak dapat dipisahkan dari kisah keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno yang semula berlokasi di Jawa Tengah. Mataram Kuno sempat berkembang pesat dan menjadi pusat peradaban Hindu yang besar, tetapi mengalami kemunduran karena dipicu oleh perseteruan anggota keluarga. Kemudian, Dinasti Isyana menandai dimulainya kekuasaan kerajaan Hindu di Jawa Timur. rBuku ini membahas jejak-jejak peradaban kerajaan Hindu di Jawa, durasi 1042 hingga 1527 Masehi, mulai dari Medang, Kahuripan, Tumapel, Singasari hingga Majapahit. Disajikan sejarah berdirinya, konflik yang mewarnai, peristiwa penting yang terjadi, peninggalan-peninggalan hingga keruntuhan Dinasti Hindu di Jawa. Membaca buku ini Anda akan menemukan fakta-fakta bersejarah tentang peradaban lakerajaan Hindu di Tanah Jawa.

Kasta Kesatria

Supaya lebih mudah memahami teori Kesatria, maka sebaiknya kita berkenalan terlebih dahulu dengan “Kesatria”. Pada saat awal masuknya agama Hindu Buddha ke Indonesia, setiap orang dikelompokkan berdasarkan tingkatan yang dimiliki dalam lingkungan masyarakat. Setiap tingkatan itu masuk ke dalam yang namanya “kasta”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kasta adalah golongan (tingkat atau derajat) manusia dalam masyarakat beragama Hindu.

Kasta yang digunakan oleh masyarakat Hindu ini terdiri dari empat tingkatan. Pertama, Brahmana, kasta ini terdiri dari orang-orang yang mampu membaca ajaran agama Hindu Buddha. Kedua, Kesatria, kasta ini terdiri dari prajurit atau perwira dengan jiwa pemberani yang berada di kerajaan atau di suatu daerah. Ketiga, Waisya, kasta ini terdiri dari para pedagang petani, dan lain-lain yang memiliki peran penting dalam kemakmuran rakyat. Keempat, Sudra, kasta ini terdiri dari hamba sahaya atau budak atau bisa dikatakan sebagai kasta terendah yang ada di dalam ajaran agama Hindu.

Kasta Kesatria termasuk ke dalam kasta kedua yang ada di dalam ajaran agama Hindu. Seseorang yang ke dalam kasta ini merupakan seorang perwira atau prajurit yang harus memiliki kekuatan dan keberanian dalam menjaga suatu wilayah. Pada masa itu, setiap kerajaan yang berdiri pasti memiliki banyak sekali prajurit atau perwira yang berfungsi untuk menjaga suatu kerajaan dari serangan musuh sekaligus sebagai senjata untuk menyerang musuh serta merebut kekuasaan wilayahnya.

Oleh karenanya, sebelum menjadi seorang prajurit atau perwira pasti akan melewati beberapa pelatihan agar menjadi kuat dan siap mental jika diharuskan perang. Selain itu, seorang prajurit atau perwira harus berjanji setia kepada suatu kerajaan atau suatu wilayah yang dijaganya. Jika tidak mengucapkan janji setia, maka kemungkinan  besar akan menghianati kerajaan atau wilayah yang dijaga.

Jadi, bisa dibilang bahwa suatu peran dari seorang prajurit atau perwira ini sangat krusial dalam bidang pertahanan. Kerajaan atau suatu wilayah bisa menjadi sasaran empuk oleh pihak lawan jika tak ada seorang kesatria atau bahkan bisa mengalami kehancuran. Singkatnya, manusia-manusia yang memegang kasta Kesatria mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga keutuhan suatu kerajaan atau wilayah.

Rekomendasi Buku: Cerita peradaban kerajaan Mataram Hindu-buddha

beli sekarang

Deskripsi Buku

Candi adalah kisah kelanggengan karya budaya yang kaya menyimpan pesan kebajikan. Pada dinding dan bangunan candi terpahat perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Pengertian Teori Kesatria

Teori Kesatri adalah teori masuknya ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha yang digagas oleh Cornelis Christiaan Berg atau C.C. Berg yang didukung oleh J.L Moens dan Moekerji.

 

Sama halnya dengang manusia yang memiliki kasta Kesatria, maka teori Kesatria adalah sebuah teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha ke Indonesia yang dibawa oleh golongan Kesatria atau para perwira atau prajurit.

Datangnya para perwira atau prajurit ke Nusantara (Indonesia) dikarenakan mereka mengalami kekalahan saat terjadi perang di India. Mereka yang datang ke Indonesia dengan tujuan untuk mendapatkan tempat tingga untuk bertahan hidup. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa datangnya para prajurit atau perwira merupakan pelarian mereka atas kekalahan yang diterimanya saat berperang.

Para prajurit atau perwira yang mengalami kekalahan ketika berperang di India diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar abad ke-4 sampai abad ke-5. Hal ini disebabkan karena berdasarkan beberapa catatan sejarah, kerajaan-kerajaan di India mulai mengalami perebutan kekuasaan sehingga menyebabkan kehancuran terjadi sekitar abad ke-4 Masehi.

Para prajurit atau perwira yang datang ke Nusantara (Indonesia) pasti ada seseorang yang memimpin perjalanan itu. Para rombongan itu datang ke Indonesia melalui jalur laut atau jalur perdagangan Indonesia. Pemimpin mereka memiliki rasa tanggung jawab yang cukup besar terhadap keberlangsungan hidup mereka, sehingga pemimpin mereka membuat tempat tinggal berbentuk kerajaan-kerajaan. Pengalaman mereka ketika membuat kerajaan di India digunakan di Indonesia dan kekalahan mereka dalam perang di India juga dijadikan pengalaman agar tidak mengalami kekalahan lagi saat di Indonesia.

Dikarenakan mereka datang dari India dan sudah lama tinggal di India, maka secara tidak langsung mereka membawa agama dan kebudayaan Hindu Buddha. Kerajaan yang dibangun oleh pemimpin dari perwira atau pajurit dari India memiliki corak agama Hindu Buddha. Oleh sebab itu, Nusantara (Indonesia) mempunyai peninggalan-peninggalan bersejarah yang bercorak Hindu Buddha, seperti prasasti-prasasti, candi, kesenian, benda-benda bersejarah lainnya.

Dari Siwaisme Jawa ke Agama Hindu Bali

beli sekarang

Deskripsi Buku

Buku ini merupakan kumpulan artikel Andrea Acri (dosen dan peneliti di EPHE, PSL University, Paris) yang berfokus pada Siwaisme (agama Siwa), tantrisme, dan yoga di Jawa dan Bali pada zaman kuno, serta kelanjutannya (sebagai “agama Hindu”) di Bali pada zaman modern. Acri menggarisbawahi keterkaitan praktik agama di Jawa dan Bali dengan tradisi Siwaisme, Brahmanisme, dan agama Hindu di India, sambil juga menyoroti transformasi hingga pemribumian tradisi itu di Jawa dan Bali sepanjang waktu dengan orisinalitas juga nilai intelektual dan spiritual yang tinggi. Ditekankan pula kesinambungan antara tradisi kuno dan wacana baru yang telah berkembang dalam periode modern dan kontemporer, baik di Jawa (setelah kedatangan Islam pada abad ke-15) dan di Bali (setelah reformasi agama Hindu pada awal abad ke-20). Buku ini diharapkan akan berguna untuk memperkenalkan keistimewaan keagamaan dan kebudayaan Jawa zaman kuno kepada khalayak luas di Indonesia, sekaligus membantu mendalami permasalahan bangsa dan negara Indonesia pada masa kini melalui pemahaman masa lalu.

 

Penentang Teori Kesatria

Teori yang berisi tentang masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha ke Indonesia ini ternyata dikritik oleh dua orang ahli sejarah, yaitu Frederik David Kan Bosch dan  Nicolaas Johannes Krom.

1. Frederik David Kan Bosch

Frederik David Kan Bosch

Sumber: erwinedwar.com

Frederik David Kan Bosch menentang teori Kesatria karena kebenarannya akan teori ini belum bisa dibuktikan. Selain itu, juga berpendapat jika memang benar seorang raja dari India sudah berhasil menaklukan beberapa negara jauh, maka sudah semestinya ada sebuah prasasti yang menandakan akan keberhasilan tersebut. Singkatnya, menurut Frederik David Kan Bosch tidak ada prasasti yang menjelaskan bahwa seorang Kesatria membawa masuk ajaran agama dan kebudayaan ke Indonesia.

Begitu pun, dengan perkawinan antara seseorang yang berkasta Kesatri dengan penduduk lokal. Jika memang benar hal itu benar-benar terjadi, seharusnya keturunan dari perkawinan tersebut sudah ada dan menjadi penerus mereka. Namun, sayangnya kebenaran itu juga belum bisa dibuktikan. Bahkan, Frederik David Kan Bosch tidak pernah menemukan seseorang yang memiliki ciri-ciri fisik seperti campuran Kesatria dari India dengan penduduk lokal, baik itu di Jawa atau di Bali. Jawa dan Bali ini bisa dikatakan sebagai dua wilayah yang di mana penyebaran ajaran agama dan kesenian Hindu Buddha berkembang dengan pesat dan banyak sekali yang mendalami ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha di dua wilayah tersebut.

Bukan hanya dari dari bukti sejarah yang tidak ditemukan dan perkawinan yang masih diragukan kebenarannya saja yang dikritik oleh Frederik David Kan Bosch, penggunaan bahasa yang dipakai oleh Kesatria (dalam teori Kesatria) dianggap tidak sama dengan bahasa yang digunakn oleh rakyat biasa.

Frederik David Kan Bosch berpendapat bahwa jika memang benar para Kesatria yang datang dari India ke Indonesia melakukan perkawinan, maka seharusnya keturunan dari merek menggunakan bahasa rakyat dari rumpun Aria, seperti bahasa Tamil atau bahasa Prakit. Namun, baik bahasa Tamil atau bahasa Prakit tidak digunakan atau tidak dikenal oleh penduduk lokal. Para penduduk lokal lebih mengenal bahasa Sanskerta, sebuah bahasa yang sering digunakan dalam upacara adat atau dalam ilmu pengetahuan.

2. Nicolaas Johannes Krom

Sumber: erwinedwar.com

Nicolaas Johannes Krom adalah seseorang yang sudah cukup lama dalam melakukan pengamatan atau penelitian tentang masuknya agama  dan kebudayaan Hindu Buddha yang masuk ke Indonesia. Nicolaas Johannes Krom berpendapat bahwa masih ada unsur Indonesia dalam penyebaran ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha yang dilakukan oleh para Kesatria ketika masuk ke Indonesia.

Dari pendapat itulah, Nicolaas Johannes Krom membuat kesimpulan bahwa budaya-budaya yang ada di Indonesia memiliki perang yang cukup aktif dalam terbentuknya budaya Indonesia-Buddha.  Menurut beliau hal seperti itu bisa terjadi karena ketika menjalani kehidupan, para penduduk lokal tidak sedang berada di bawah tekanan para Kesatria yang datang dari India.

Pendukung Teori Kesatria

Meskipun teori Kesatria ini ada yang menentang atau memberikan kritiknya, tetapi teori Kesatria ini juga didukung oleh dua orang ahli, yaitu J.L Moens dan Moekarji.

1. J.L Moens

Dukungan J.L Moens terhadap teori Kesatria ini melalui penelitian yang sedang ia lakukan. J.L Moens berpendapat bahwa pada abad ke-5 banyak kerajaan-kerajaan di India Selatan mulai mengalami kehancuran, sehingga mereka yang masih bertahan hidup termasuk keluaraga kerajaan tersebut melarikan diri ke Indonesia. Pada abad yang sama kerajaan-kerajaan Hindu Buddha mulai berdiri di beberapa pulau Nusantara (Indonesia).

2. Moekerji

Moekerji mendukung teori Kesatria melalui pendapat yang ia ungkapkan. Ia mengatakan bahwa kaum yang berperan atau ikut andil dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia adalah para petualang yang mayoritas terdiri dari orang-orang yang memiliki kasta Kesatria. Mereka yang kalah peperangan saat tinggal di India mencoba mencari tempat pelarian yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal. Nusantara (Indonesia) menjadi tempat yang dipilih oleh mereka.

Setelah berada di Indonesia, mereka mulai mendirikan kerajaan-kerajaan. Bukan hanya itu, mereka juga membawa seniman-seniman dari India untuk mendirikan candi-candi di Nusantara (Indonesia) dan menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan India dalam bidang perdagangan.

Mengulas Dokumen Kerajaan Huristak Dari Masa Ke Masa

Beli Buku di Gramedia

Deskripsi Buku

“Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan sejarah. Akan tetapi, banyak orang yang belum mengetahui adanya Kerajaan Huristak di wilayah Padang Lawas, Sumatera Utara (Sumut). Tak banyak pula yang tahu, jika kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan yang turut menjadi basis perjuangan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Buku ini memparkan sejarah luhat-luhat (wilayah), hikayat dan raja-raja Kerajaan Huristak sejak Raja Huristak I (Pertama) sampai dengan Raja Huristak ke-12 (di Era Modern). Buku ini dilengkapi dengan terjemahan dan ulasan dari dokumen-dokumen milik Kerajaan Huristak yang masih jarang diketahui publik. Buku ini dapat memberikan informasi secara komprehensif kepada masyarakat Indonesia dan mancanegara pada umumnya, terlebih kepada siswa/mahasiswa Indonesia yang mau menggali dan mengembangkan minat belajar terhadap sejarah nusantaranya sendiri.”

Penemu Teori Kesatria

Cornelis Christian Berg

Cornelis Christian Berg

Teori Kesatri ini ditemukan oleh seorang ahli yang memiliki garis keturunan Belanda dan ia bernama asli Cornelis Christian Berg atau sering dikenal dengan C.C. Berg. Beliau lahir di Bandung pada 7 Februari 1934. Pendidikan yang ditempuh oleh Cornelis Christian Berg adalah sekolah hortikultura yang ada di Breda.

Cornelis Christian Berg hanya butuh waktu dua tahun untuk mendapatkan gelar PhD. Pada tahun 1962, ia lulus dari universitas Utrecht, Belanda, kemudian pada tahun 1964, ia mendapatkan gelar PhD. Ketika menempuh pendidikannya di universitas Utrecht, ia sambil bekerja di universitas tersebut. Beberapa posisi sudah dipegang oleh Cornelis Christian Berg saat bekerja di Universitas Utrecht. Namun, sebelum bekerja di Universitas Utrecht, beliau sudah bekerja di beberapa Universitas yang ada d Belanda.

Meskipun tesis yang ditulis oleh Cornelis Christian Berg tentang botani dengan judul Studies in Moraceae dan tesis ini dicetak di Flora Neotropica, tetapi beliau juga tertarik dengan sejarah yang terjadi di Indonesia terutama masuknya ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha. Ketertarikannya pada sejarah Indonesia ia tuangkan ke dalam karya tulis yang sangat fenomenal yang berjudul Sejarah Jawa.

Buku dengan judul Sejarah Jawa itu berisi tentang pengertian penulisan sejarah Jawa (Javaansche Geschiedschrijving). Lewat buku ini, Cornelis Christian Berg mencoba memberikan tafsiran baru seputar sejarah Indonesia (Jawa) kuno. Akan tetapi, tafsiran baru yang ingin ia berikan ternyata harus mengalami kegagalan. Kegagalan itu disebabkan karena pemikiran yang dimiliki oleh Cornelis Christian Berg terlalu intelektualitas dan memiliki prasangka buruk terhadap penduduk lokal Nusantara (Indonesia).

Cornelis Christian Berg  pernah menjabat sebagai profesor di University of Bergen dan di Bergen Museum. Selama hidupnya Cornelis Christian Berg telah menerbitkan 151 makalah perihal spesies tanaman Moraceae. Beliau menghembuskan napas terakhirnya pada tahun 2012.

Faktor yang Memperkuat Teori Kesatria

1. Jiwa Semangat dan Berani Untuk Menaklukan Suatu Wilayah

Kelompok perwira atau prajurit pasti memiliki keberanian dan semangat yang sangat tinggi dalam menjalani aktivitasnya terutama ketika menaklukan suatu wilayah. Oleh sebab itu, mereka termasuk ke dalam kasta Kesatria (dalam ajaran Hindu). Hal seperti itulah yang menjadi faktor pendukung kebenaran teori Kesatria.

2. Kehancuran Kerajaan-Kerajaan di India Selatan

Faktor pendukung berikutnya adalah kerajaan-kerajaan di India Selatan mulai mengalami kehancuran dan mereka yang kalah dalam peperangan mulai mencari tempat tinggal untuk bertahan hidup. Hingga akhirnya mereka memilih Nusantara (Indonesia) untuk dijadikan sebagai tempat tinggal.

 

Kerajinan Tradisional Buton: Warisan Negeri yang Menakjubkan

Kerajinan Tradisional Buton: Warisan Negeri yang Menakjubkan

Beli Buku di Gramedia

Deskripsi Buku

Buku ini memuat berbagai kerajinan yang merupakan karya kreatif masyarakat Buton yang telah berkembang sejak era Kerajaan dan Kesultanan Buton hingga saat ini. Buku ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Diharapkan buku ini dapat menjadi media edukasi, khususnya bagi generasi muda yang tidak boleh lupa akan akar budaya bangsanya dan harus merasa bangga dengan kearifan lokal masyarakat yang telah ada sejak berabad-abad lamanya. Selain sebagai media edukasi, buku ini diharapkan menjadi media promosi kerajinan rakyat dari masyarakat Buton, lebih khusus Kota Baubau. Kami pun sadar, kerajinan-kerajinan tradisional Buton yang ada di Kota Baubau dan sekitarnya, selain dipertahankan dan dijaga kelestariannya, masih membutuhkan pengembangan-pengembangan baru dari segi kreativitas dan inovasi sehingga dapat bertahan di tengah persaingan global yang terus menerus berlangsung.

Faktor yang Memperlemah Teori Kesatria

1. Tidak Ada Bukti Prasasti

Kebenaran teori Kesatria ini masih diragukan karena tidak ada prasasti yang mengatakan bahwa kaum Kesatria masuk ke wilayah Indonesia dengan membawa ajaran agama dan Kebudayaan Hindu Buddha.

2. Kaum Kesatria Tidak Bisa Menggunakan Bahasa Sanskerta dan Aksara Pallawa

Para prajurit atau perwira tidak yang berkasta Kesatria tidak bisa menggunakan bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa. Padahal pada zaman itu, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu Buddha di Indonesia menggunakan bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa.

3. Tidak Bukti Tertulis Dalam Sebuah Catatan 

Hal yang melemahkan teori Kesatria berikutnya adalah tidak ada bukti tertulis dalam sebuah catatan sejarah. Dengan kata lain, belum ada literatur yang mengatakan kebenaran bahwa para Kesatria masuk ke wilayah Nusantara (Indonesia) .

Kesimpulan

Teori Kesatria ini berisi tentang masuknya ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha ke Indonesia melalui orang-orang yang memiliki kasta Kesatria atau mereka yang berpangkat sebagai perwira atau prajurit. Teori Kesatria ini dicetuskan oleh Cornelis Christian Berg serta didukung oleh Moekerji dan J.L Moens. Namun, di sisi lain ada dua ahli yang memberikan kritik terhadap kebenaran dari teori Kesatria ini. Kedua tokoh itu adalah Nicolaas Johannes Krom atau N.J. Krom dan Frederik David Kan Bosch atau F.D.K Bosch.

Sumber: Dari Berbagai macam sumber

Penulis:Restu Nasik Kamaluddin

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.