Psikologi

Berantem Sama BFF, Gimana Cara Baikan Lagi?

Written by Sevilla Nouval

Pernah nggak karena salah paham, atau berantem karena hal nggak penting, hubunganmu dengan BBF-mu jadi rusak? Kalian yang ke mana-mana berdua, sekarang jadi seperti orang asing. Tadinya sih nggak masalah. Tapi lama-kelamaan kamu jadi merasa ada sesuatu yang hilang. Kamu ingin baikan lagi, tapi bingung harus mulai dari mana? 

Menurut pakar komunikasi Oh Su Hyang dalam bukunya Komunikasi Itu Ada Seninya, caranya bisa jadi sangat sederhana. Solusinya selalu ada di dekat kita, yaitu salam! Kamu bisa menyapa sahabatmu seperti biasa. Tapi saat hubungan merenggang, kamu mungkin berpikir seperti ini: “Bagaimana aku bisa menyapanya? Hubungan kami kan sedang tidak bagus,” atau “Jika aku menyapanya dulu, nanti dia menganggapku gampangan.” Eh, jangan-jangan sahabatmu mungkin juga berpikir seperti ini: “Kenapa aku duluan… aku kan nggak salah,” atau “Dia kan lebih muda. Harusnya dia yang menyapa duluan.” 

Kita kerap kali ragu untuk menyapa lebih dulu. Padahal tidak ada hukum yang mengatur siapa yang harus lebih dulu menyapa. Namun demikian, orang sering berpikir bahwa orang yang lebih di bawah yang harus melakukannya lebih dulu. Oleh karena itu, hubungan menjadi lebih kaku karena orang yang lebih muda merasakan beban untuk memberi salam.

Profesor Kwak Geum-ju dari fakultas psikologi, Seoul National University, justru mengatakan bahwa sebuah salam akan lebih mudah disambut jika orang yang lebih tinggi yang menyapa lebih dulu. “Ini merupakan salah satu aspek dari otoritas dalam kehidupan sehari-hari. Kamu mungkin berprasangka bahwa kamu akan terlihat rendah jika menyapa lebih dulu. Padahal ada efek imitasi positif jika orang yang lebih tinggi menyapa lebih dahulu.”

Ini adalah “Hukum Timbal-Balik (The Law of Reciprocality)”. Dalam bahasa yang lebih sederhana berarti “memperoleh kebaikan karena berbuat kebaikan”. Sebuah hubungan yang baik bukan dengan hanya satu sisi yang memberi atau menerima. Tidaklah penting atas atau bawah. Sikap lebih dulu berbuat baik yang lebih penting. Begitu juga dengan salam. Sapa dan majulah lebih dulu. Namun demikian, ada tiga hal yang perlu diingat saat menyapa lebih dulu. 

Pertama, teruslah menyapa walaupun sahabatmu mengabaikanmu. “Kenapa harus begitu?” Mungkin kamu sulit menerima. Bukan berarti kamu harus jadi keras kepala. Ketika hubungan renggang/rusak, wajar jika sahabatmu merasa sulit untuk langsung merespons sapaanmu. Bisa jadi dia malah kebingungan dan bertanya-tanya, “Mengapa dia seperti itu?” atau “Apa aku salah tangkap?”. Tapi bila kamu secara konsisten menyapanya besok dan besoknya lagi, dia pun akan merasa lega untuk menerima salam kamu sepenuhnya.

Kedua, sapalah dengan ucapan yang jelas dan tulus. Tidak ada gunanya menyapa dengan setengah hati dan cuma basa-basi. Kamu harus menyapa dengan tegas agar bisa dipahami oleh sahabatmu sehingga maksudmu pun tersampaikan dengan baik dan benar.

Ketiga, jangan lupa tersenyum. Lebih baik nggak usah menyapa kalau wajahmu tertekuk kaku atau cemberut. Jika kamu pernah sekali saja mengalami betapa hebatnya kekuatan sapaan “Selamat pagi!” dengan tersenyum cerah, kamu akan mengikuti saran ini dengan senang hati.

Saling menyapa dalam kondisi hubungan baik saja tidak mudah. Apalagi dalam hubungan yang renggang. Tapi jika kamu masih ingin berteman dengan BBF-mu, kamu harus berusaha, gimana pun caranya. Salah satunya tentu dengan memberi salam. (Deesis-BIP, diambil dari buku Komunikasi Itu Ada Seninya, karangan Oh Su Hyang)

 

About the author

Sevilla Nouval

Saya hampir selalu menulis, setiap hari. Saya mulai merasa bahwa “saya” adalah menulis. Ketertarikan saya dalam dunia kata beriringan dengan tentang kesehatan, khususnya kesehatan mental. Membaca dan menulis berbagai hal tentang kesehatan mental telah membantu saya menjadi pribadi yang lebih perhatian dan saya akan terus melakukannya.

Kontak media sosial Instagram saya Sevilla