Hari Buku Sedunia: Bicara Soal Minat Baca

Sejak 1995, UNESCO menetapkan 23 April sebagai Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia (World Book and Copyright Day). Pada umumnya, lebih dikenal dengan Hari Buku Sedunia. Hal ini berawal dari festival buku yang diadakan setiap tanggal 23 April di Catalonia, Spanyol untuk memperingati meninggalnya penulis bernama Miguel de Cervantes. Usut punya usut, 23 April juga bertepatan dengan hari kematian William Shakespeare dan Inca Garcilaso de la Vega.

Selain sebagai bentuk penghargaan terhadap buku dan para penulisnya, Hari Buku Sedunia juga diharapkan dapat membangkitkan minat baca warga dunia. UNESCO pun memperingati 23 April sebagai Hari Hak Cipta Sedunia, melihat begitu maraknya pelanggaran hak cipta pada berbagai bentuk karya tulis. Sekiranya, hari peringatan ini dapat menyadarkan semua orang untuk tidak menutup mata akan segala bentuk pembajakan.

Berbicara soal minat baca, bagaimana kondisinya di Indonesia?

Nyatanya, minat baca di Indonesia bisa dibilang masih sangat rendah. Menurut survei dari Central Connecticut State University mengenai Most Literate Nations in the World, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari total 61 negara. Itu berarti peringkat kedua terbawah. Dengan ini dapat dilihat bahwa aktivitas membaca buku oleh masyarakat Indonesia masih sepi peminat. Padahal membaca buku membawa banyak manfaat. Namun, kurangnya minat baca di Indonesia sendiri disebabkan oleh beberapa faktor.

Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara. Pertumbuhan penduduk tinggi dengan lapangan pekerjaan yang masih minim menimbulkan besarnya angka pengangguran. Kemiskinan pun tak terelakkan lagi. Kebutuhan sehari-hari menjadi sulit dipenuhi, apalagi untuk membeli buku. Di samping itu, pembangunan infrastruktur hingga pendidikan yang belum merata menyebabkan buku sulit diakses, terutama di pelosok-pelosok tanah air. Dengan kata lain, tak ada artinya juga ketika sudah berkeinginan membaca, tapi bukunya tidak ada.

Berbagai upaya demi meningkatkan minat baca

Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan beberapa program untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Seperti layanan perpustakaan keliling yang diselenggarakan hampir di setiap kota di Indonesia. Pemerintah Indonesia mencanangkan Gerakan Indonesia Membaca yang diwujudkan dengan meluangkan waktu 15 menit sebelum pelajaran dimulai untuk membaca buku. Ada pun Gerakan Literasi Nasional dibentuk oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberi koordinasi pada unit-unit kerja pengelola kegiatan literasi. Selain itu, pemerintah juga membangun program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) bersama swadaya masyarakat setempat.

Di sisi lain, komunitas pegiat literasi juga semakin banyak bermunculan untuk mengatasi rendahnya minat baca di Indonesia ini. Sebut saja Buku Berkaki, Indoreadgram, 1001 buku, Buku Bagi NTT, dan Taman Baca Inovator. Pemerintah pun turut mendukung individu dan komunitas pegiat literasi di seluruh penjuru nusantara. Mulai 2017 lalu, salah satu BUMN yaitu PT. Pos Indonesa (Persero), meluncurkan program pembebasan biaya pengiriman terhadap buku-buku yang didonasikan kepada Taman Bacaan Masyarakat di seluruh Indonesia.

Buku masih memiliki harapan

Pada akhirnya, mungkin banyak yang bertanya-tanya mengenai eksistensi buku dan nasibnya di zaman yang serba digital ini. Perkembangan teknologi memang terlampau pesat. Kini, berbagai sarana untuk mendapatkan sumber informasi dan hiburan pun semakin mudah diperoleh. Dari mana lagi kalau bukan internet?

Namun, buku masih memiliki tempat di tengah-tengah kecanggihan teknologi tersebut yaitu e-book. E-book merupakan buku bacaan versi digital yang dapat diakses secara daring melalui internet. Fenomena e-book ini sudah mulai ramai digunakan oleh masyarakat Indonesia. Salah satu wadah yang menyajikan beragam buku digital di Indonesia sendiri adalah Gramedia Digital. Buku versi digital ini diharapkan dapat menarik minat membaca dari Generasi Z yang lahir di era internet.

Di samping itu, beberapa orang paling berpengaruh di dunia pun menyadari betapa istimewanya buku itu. Bill Gates sang pendiri Microsoft, sudah senang membaca buku sedari kecil. Bahkan kedua orang tuanya sampai melarang Bill kecil untuk membawa buku ke meja makan. Setelah menjadi orang terkaya di dunia pun, Bill Gates terus membaca setidaknya satu buku setiap minggu. Dia mengatakan bahwa membaca buku membuatnya belajar banyak hal baru dan membuka pandangannya dalam memahami dunia dari perspektif yang berbeda.

Tak hanya Bill Gates yang mengungkapkan kecintaannya terhadap buku dengan rutin membaca. Warren Bufett membaca 500 halaman setiap harinya. Mark Cuban meluangkan waktu untuk membaca leih dari tiga jam per hari. Setiap satu bulan, Oprah Winfrey mengangkat satu buku favoritnya sebagai rekomendasi untuk dibaca dan didiskusikan bersama para anggota klub bukunya. Para tokoh penting di Indonesia pun memperluas wawasannya dengan membaca buku. Salah satunya adalah mantan wakil presiden pertama Indonesia yakni Mohammad Hatta. Beliau gemar membaca dan mengoleksi buku dari berbagai bahasa. B.J. Habibie yang terkenal akan kontribusinya di dunia penerbangan juga sudah hobi membaca buku sejak kecil.

Melihat berbagai pengakuan dari para tokoh penting di dunia dan tanah air tersebut, bisa kita lihat bahwa buku masih memiliki harapan. Sekiranya pula dapat menyulut minat baca kita.


UNESCO telah bergerak untuk menyadarkan pentingnya membaca buku kepada dunia. Pemerintah Indonesia dan berbagai komunitas pegiat literasi pun juga tak tinggal diam dalam menghadapi kemerosotan minat baca di tanah air. Sekarang waktunya kamu yang beraksi. Mulai tanamkan budaya baca buku kepada diri sendiri. Lalu, sebarkan virus membaca kepada teman-temanmu!

Semoga Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia dapat mengingatkan kembali akan seberapa penting dan berpengaruhnya buku terhadap perjalanan hidup kita. Selamat Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia!