AUTHOR OF THE MONTH: Clarissa Goenawan & Rahasia di Balik Rainbirds

Jika sudah membaca novel Rainbirds, Grameds pastinya tahu, jika sang penulis sedikit membahas tentang keinginannya menjadi penulis sejak kecil. Namun, karena berbagai kesibukan, Clarissa Goenawan, penulis Rainbirds, memilih untuk melupakan impiannya menjadi penulis.

Beberapa waktu lalu, Gramedia.com berkesempatan hadir dalam acara Gramedia Pustaka Utama yang membahas tentang novel Rainbirds. Di acara itu, Clarissa Goenawan ikut hadir sebagai pembicara, untuk membahas novelnya. Termasuk membahas tentang impiannya menjadi penulis yang sempat ia kesampingkan.

“Dari kecil aku memang suka baca buku dan sempat ingin jadi penulis. Tapi menurutku mau jadi penulis itu kayak pengin jadi artis, banyak yang mau tapi sedikit yang bisa,” ungkapnya, saat itu.

Semakin bertambah usia, Clarissa Goenawan mengaku dirinya lebih realistis dan melupakan keinginannya merilis buku. Namun karena sebuah buku, ia kembali mengejar impian tersebut. Di prolog novel Rainbirds pun, ia sempat membahas tentang buku tersebut.

Lihat postingan ini di Instagram

Sebuah kiriman dibagikan oleh Clarissa (@clarissagoenawan) pada

"Buku itu berhasil mengubah hidupku. Membangkitkan kembali keajaiban yang pernah kurasakan, dan mengusung lagi mimpi yang pernah kupunya."

Itu adalah potongan kalimat yang Clarissa Goenawan tuliskan di awal novel Rainbirds. Buku apakah yang dimaksud Clarissa? Simak penjelasannya berikut ini, sekaligus membahas secara lengkap tentang penulisan novel perdananya, Rainbirds.

Buku Pengubah Hidup

Buku yang dimaksud oleh Clarissa Goenawan ternyata adalah buku karya penulis Jepang, Haruki Murakami. Dia pun menceritakan kembali bagaimana buku itu bisa mengembalikan keinginannya menjadi penulis.

“Buku itu dipinjamkan temanku. Waktu itu kami lagi diskusi tentang komik Jepang, ​lalu​ dia bilang 'kamu tahu Murakami?' Aku bilang aku enggak tahu. Terus dia bilang ke aku, bagaimana mungkin aku enggak tahu Murakami,” tuturnya.

Sejak kecil, Clarissa Goenawan jatuh cinta dengan kultur Jepang dan juga pembaca rutin komik. Wajar jika sang teman kaget jika Clarissa Goenawan tak tahu tentang Haruki Murakami, sosok penulis asal Jepang, yang namanya sudah tersohor di dunia.

“Terus dipinjemin bukunya yang Norwegian Wood. Sebenarnya aku enggak mau pinjam tapi dibawain sama dia ke kantor.​ Terus disodorin. Aku bilang, ‘ya sudah nanti aku baca dulu, nanti aku balikin’. Tapi akhirnya aku suka banget. Jadi sejak itu aku jadi banyak baca sastra Jepang,” lanjutnya.

Berawal dari mulai membaca sastra Jepang, akhirnya Clarissa Goenawan banyak terinspirasi. Itu juga yang mempengaruhinya menulis Rainbirds, novel perdananya, yang menggunakan latar tempat di Jepang.

​”Jadi menurutku, biasanya kalau kita suka bacanya misteri nanti kita nulisnya misteri, kalau baca puisi nulisnya puisi. Karena aku sukanya sastra Jepang, jadi akhirnya waktu menulis setting-nya juga Jepang. Karena kalau buat aku menulis buku itu menulis buat diriku sendiri. ​Jadi buku yang aku suka, buku yang bikin enjoy itu buku yang mau aku tulis.”

sumber: Clarissa Goenawan Instagram

Berlatar Jepang, Kota Fiksi dan Cerita di Baliknya

Memilih Jepang sebagai latar, tentu bukan perkara mudah. Karena si penulis mau tak mau harus khatam tentang lokasi yang akan ia gunakan dalam ceritanya.

Hebatnya, Clarissa Goenawan memiliki caranya sendiri menangani tantangan yang satu ini. Yaitu, menciptakan kota fiktif bernama Akakawa, yang menjadi lokasi utama di novel Rainbirds.

“Akakawa itu sebenarnya kota fiktif. Di Google enggak bakal ketemu. Nah salah satu yang membantu penulisan ini, walaupun latarnya Jepang, tapi kotanya fiktif. Kalau kotanya asli, misalnya Tokyo atau Hakone, ya kamu harus tahu benar semuanya. Akakawa ini fiktif, yang sebenarnya adalah Malang,” ungkapnya.

Hal yang unik karena ternyata Akakawa adalah Malang, Jawa Timur, lokasi yang ada di Indonesia, yang ia tuliskan seolah berada di Jepang. Untuk yang satu ini Clarissa Goenawan punya alasan tersendiri di balik penggunaan Malang, sebagai rupa asli Akakawa. Alasannya, ternyata karena Clarissa memiliki kenangan tersendiri dengan Malang, lokasi yang tak jauh dari kota kelahirannya, Surabaya.

“Saya kan besarnya di Surabaya, Surabaya ke Malang lumayan dekat, aku dulu suka ke sana dan kalau kamu Google deskripsi Akakawa, sebenarnya itu adalah deskripsi yang sama dengan Malang. Jarak Surabaya-Malang ya sama lah kira-kira dengan jarak Tokyo-Akakawa. Jadi itu kota yang aku tahu, aku letakkan di Jepang, dengan cuaca Jepang, lalu aku juga research kapan yang ada purnamanya tahun 1994, actually you can google that,” lanjutnya lagi.

Satu tantangan selesai, namun apakah tantangan benar-benar sudah tuntas? Ternyata belum, karena setelah novelnya terbit pun masih banyak pertanyaan yang datang, tentang bagaimana Clarissa Goenawan bisa percaya diri menuliskan kisah di Rainbirds.

sumber: Clarissa Goenawan Instagram

Penulis yang menetap di Singapura ini jujur jika ia kerap ditanyai tentang bagaimana bisa dirinya menulis kisah berlatar Jepang, sementara dia sendiri bukan orang Jepang. Apakah tidak takut nantinya akan “blunder”?

Ternyata, di balik suksesnya Rainbirds, Clarissa Goenawan benar-benar menyelesaikan novel ini tanpa ekspektasi apa-apa, karena awalnya novel ini hanya untuk dirinya sendiri. Pada awalnya ia tidak ingin menerbitkan Rainbirds.

“Waktu menulis ini, aku memosisikan diri menulis untuk diriku sendiri. Ketika pertama kali menulis, buku ini tidak ingin dipublikasikan, saya tidak berniat menerbitkannya. Ini hanya seperti keinginanku, bahwa sebelum aku mati, aku pengin banget menulis satu novel. Jadi, ya enggak ada beban, jadi saya rasa itu justru jadi keuntungan saya. Karena novel pertama tidak ada tekanan, kita giat aja disiplin, tidak ada masalah,” ungkapnya.

Berangkat dari perasaan tanpa beban itu, ternyata Rainbirds justru disukai dan kini mendunia. Setidaknya, novel yang aslinya berbahasa Inggris itu sudah diterjemahkan ke lebih dari 10 bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

“Mungkin novel berikutnya sudah mulai ada tekanan, karena ada review. Lebih ke pikiran nanti ini lebih bagus enggak sih? Pembaca bakal kecewa enggak sih? Kalau novel sendiri kan karena aku menulis buat diri sendiri enggak ada masalah, tapi terlepas dari itu semua aku merasa bersyukur dengan ini,” tutupnya.

Novel Rainbirds sendiri bercerita tentang Ren Ishida, yang mencaritahu tentang pembunuhan kakaknya, Keiko Ishida. Dari sana, Ren Ishida melewati serangkaian perjalanan yang berujung pada sebuah penemuan jati diri. Lebih lengkap ingin tahu tentang novelnya, baca ulasannya di sini.

bersambung..