Antara Ambis dan Nongkrong: Rahasia Hidup Seimbang ala Mahasiswa

Grameds, tahu nggak sih, kehidupan kampus itu ibarat dunia mini yang super rame?
Di satu sudut, ada kelompok mahasiswa yang sibuk membolak-balik catatan, rajin bawa laptop ke mana-mana, dan selalu update dengan deadline tugas. Di sisi lain, ada pula mahasiswa yang justru lebih sering nongkrong di kantin, aktif di organisasi, atau jadi social butterfly yang tahu semua gosip kampus terbaru.
Serunya, dinamika ini justru membuat suasana perkuliahan jadi penuh warna, karena setiap individu membawa prioritas dan cara pandangnya masing-masing.
Beragamnya karakter mahasiswa juga sering terlihat dari cara mereka menjalani hari-hari kuliah. Ada yang rela bangun subuh demi membaca materi sebelum kelas, sementara yang lain baru semangat ketika malam tiba, terus geser nongkrong ke kafe sambil ngerjain tugas buat esok harinya. Ya, semua itu sah-sah saja, selama kita tahu batas dan tujuan akhirnya.
Cuma ya, satu hal yang sering bikin gaya hidup mahasiswa terbentuk: lingkungannya. Teman nongkrong, budaya kampus, bahkan circle organisasi bisa banget ngasih pengaruh buat kamu jalanin hari-hari di masa perkuliahan.
Kalau lingkungannya suportif, biasanya semangat belajarnya ikut naik. Tapi kalau kebanyakan larut di vibe santai tanpa arah, siap-siap aja nilai akademis bisa kena imbas.
Nah, dalam artikel ini, Gramin mau ngajak kamu buat kenal dengan macam-macam gaya hidup yang sering banget ditemuin di kampus, kira-kira ada apa aja ya? Yuk, langsung aja kita bahas di sini!
Gaya Hidup Mahasiswa, Ada Apa Aja?
Ngomongin gaya hidup mahasiswa, rasanya nggak bisa dipisahkan dari keseharian mereka di kampus. Ada yang lifestyle-nya “ambis akademis”, dengan jadwal super teratur dan target IPK tinggi. Tipe yang kayak gini tuh sering dijadikan role model, meskipun terkadang bikin orang lain merasa ketinggalan kereta.
Di sisi lain, ada gaya hidup “sosialita kampus” yang lebih mengutamakan jaringan pertemanan, aktif di berbagai event, dan jadi wajah familiar di hampir setiap kegiatan mahasiswa.
Selain itu, ada juga mahasiswa yang menjalani gaya hidup “aktivis” dengan fokus pada isu-isu sosial dan organisasi kemahasiswaan. Mereka sering jadi motor penggerak diskusi kritis dan pergerakan kampus, meski kadang waktunya terkuras hingga akademis sedikit terabaikan. Tak ketinggalan tipe mahasiswa “santai tapi pasti”, yang nggak terlalu ribet soal nilai, tapi selalu punya cara sendiri untuk menyelesaikan urusan perkuliahan.
Spektrum soal gaya hidup ini sering dipengaruhi oleh faktor eksternal. Mulai dari circle pertemanan, fasilitas kampus, hingga tren media sosial. Fenomena FOMO (fear of missing out) misalnya, bisa bikin mahasiswa ikut-ikutan nongkrong atau menghadiri acara hanya agar tidak merasa tertinggal.
Padahal, tanpa disadari, kebiasaan kecil dalam gaya hidup ini punya dampak besar pada keseimbangan antara kehidupan pribadi dan akademis.
Gaya Belajar Mahasiswa, Ada Apa Aja?
Kalau gaya hidup mencerminkan keseharian, maka gaya belajar lebih menunjukkan bagaimana mahasiswa menyerap ilmu. Ada yang termasuk visual learner, paling cepat memahami materi lewat bagan, gambar, atau catatan warna-warni.
Ada pula tipe auditory learner, yang lebih paham kalau mendengarkan penjelasan dosen atau rekaman kelas. Tipe ini biasanya aktif dalam diskusi karena mereka butuh mendengar untuk bisa mengingat.
Selain itu, ada kinesthetic learner yang baru bisa nyantol kalau langsung praktik. Mahasiswa tipe ini biasanya paling semangat di laboratorium atau saat kerja kelompok yang aplikatif.
Sementara itu, ada juga tipe reading/writing learner, yang betah berlama-lama dengan buku atau catatan, menulis ulang materi, hingga akhirnya menemukan pola belajarnya sendiri.
Menariknya, gaya belajar ini seringkali berjalan berdampingan dengan gaya hidup. Misalnya, mahasiswa yang terbiasa nongkrong di kafe bisa sekaligus menjadikan tempat itu ruang belajar visual dengan sticky notes warna-warni. Atau, mahasiswa aktivis yang sering turun ke lapangan bisa memanfaatkan gaya belajar kinesthetic untuk memahami materi lewat praktik nyata.
Baca juga: Kuliah, Cemas, dan Masa Depan: Tanda Quarter Life Crisis Mulai Mengintai Mahasiswa
Terus, Ada Cara Nggak Biar Keduanya Selaras?
Menyatukan gaya hidup dan gaya belajar bukan berarti harus memilih salah satu. Justru, kuncinya ada pada kemampuan menyeimbangkan keduanya agar saling mendukung.
Misalnya, kalau gaya hidupmu sibuk dengan organisasi, maka atur waktu belajar dengan cara yang lebih efisien sesuai gaya belajarmu. Ambil catatan singkat saat rapat, rekam penjelasan dosen, atau manfaatkan momen senggang untuk review materi.
Selaras juga berarti mengenali prioritas. Kalau kamu tipe yang senang nongkrong, mungkin bisa juga menjadikan tempat itu sebagai ruang belajar kolaboratif. Diskusi santai di kafe bisa jadi sesi review materi bareng teman. Dengan begitu, gaya hidup sosial tetap terjaga, tapi akademis juga nggak terbengkalai.
Sebaliknya, mahasiswa yang fokus belajar pun perlu meluangkan waktu untuk bersosialisasi agar nggak terlalu kaku dan kehilangan jejaring penting.
Intinya, nggak ada satu pola yang cocok buat semua orang. Yang penting, kamu bisa nemuin ritme yang pas buat diri sendiri. Dan… kalau gaya hidup dan gaya belajar udah jalan bareng, kuliah bakal lebih ringan, produktif, dan pastinya lebih fun buat dijalanin.
Bacaan Agar Kehidupan Kampusmu Gak Berat Sebelah!
Nah, biar kehidupan kampus kamu bisa selaras dan jadi nggak berat sebelah, Gramin udah sediain rekomendasi bacaan yang bisa kamu jadiin acuan! Yuk, cek list-nya di bawah ini:
1. Attention Management: How To Create Success and Gain Productivity-Everyday — Maura Thomas
Lewat buku ini, Maura Thomas ngasih tau kamu kalau di zaman sekarang itu manajemen waktu aja nggak cukup, karena kita hidup di dunia yang penuh distraksi. Attention management adalah konsep yang lebih penting: gimana kita bisa kontrol perhatian kita, pilih mana yang harus difokusin, dan hindari gangguan.
Ada bagian-praktisnya juga: tanda-tanda saat perhatian kita mulai buyar, cara menciptakan lingkungan kerja yang mendukung fokus, dan strategi supaya kita nggak cepat capek mental. Cocok untuk mahasiswa yang mau kerja cerdas, bukan cuma kerja keras.
2. Timeboxing — Marc Zao-Sanders
Buku Timeboxing ngajarin kamu gimana caranya membagi waktu kamu jadi blok-blok yang spesifik, setiap tugas atau aktivitas dikasih waktu tertentu. Saat kamu fokus ke satu blok waktu itu, kamu harus menyelesaikan yang ditugaskan di dalamnya, baru kemudian pindah ke blok berikutnya. Dengan cara ini, kamu bakal ngurangin aktivitas multitasking atau menunda-nunda “nanti aja” karena merasa “ah, itu mah masih lama”.
Metode ini juga membantu mengurangi rasa stres gara-gara tugas menumpuk karena kamu udah punya jadwal kecil per tugas. Selain itu, Timeboxing juga membahas manfaatnya dalam meningkatkan kualitas hidup—bukan cuma produktivitas akademik atau kerja, tapi juga keseimbangan antara kerja/tugas dan waktu pribadi/istirahat. Cocok banget buat mahasiswa yang pengen punya kontrol waktu tapi nggak kehilangan kesenangan.
3. Selaras: Hidup Berkesadaran Menuju Harmoni Diri - Dee Lestari & Reza Gunawan
Melalui pandangan dan praktik yang berakar pada kedamaian, Reza Gunawan dan Dee Lestari memadukan refleksi pribadi, panduan praktis, dan kisah personal untuk menyapa keheningan serta mengurai taut kegelisahan.
Selaras mengajak kita berhenti sejenak, menyadari napas, dan mendekap hidup apa adanya: dengan penuh kejernihan dan kebermaknaan. Mengeksplorasi antara lain tema kesehatan raga, relasi, pekerjaan, karier, dan parenting, buku ini mengantar kita kembali menuju harmoni dengan diri sendiri, dunia, dan keilahian di dalam inti kita.
4. Atomic Habits - James Clear
Banyak orang mengira perubahan besar dalam hidup harus dimulai dengan langkah yang drastis. Namun, James Clear—pakar kebiasaan kelas dunia—menunjukkan hal sebaliknya lewat bukunya Atomic Habits.
Menurutnya, rahasia perubahan nyata justru terletak pada kebiasaan kecil yang konsisten: dari melakukan dua push-up sehari, bangun lima menit lebih awal, hingga menahan diri untuk tidak langsung meraih ponsel. Kebiasaan sederhana ini, kalau dilakukan terus-menerus, punya efek berlipat yang bisa mengubah hidup seseorang secara signifikan.
Clear membuktikan temuannya lewat riset psikologi, neurosains, dan kisah inspiratif dari atlet Olimpiade, CEO, hingga ilmuwan ternama. Ia memperkenalkan trik-trik praktis seperti habit stacking, aturan dua menit, dan zona Goldilocks yang mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui Atomic Habits, pembaca diajak untuk melihat bahwa perubahan revolusioner dalam karier, hubungan, maupun kehidupan pribadi bisa dimulai dari langkah kecil, asal dijalani dengan konsistensi.
5. Makanya, Mikir! - Abigail Limuria & Cania Citta
“Makanya, Mikir!”
Pernah nggak, kalian bilang ini ke diri sendiri pas bikin keputusan yang malah nambah masalah atau bikin hidup lebih ribet? Atau, mungkin itu terucap ke orang lain?
Sering kali, masalah dan keribetan hidup itu disebabkan bukan karena orang jahat atau bencana besar, tapi karena kita sendiri atau orang lain di sekitar kita yang mikirnya kusut. Karena itu, mikir dengan benar jadi penting banget buat hidup yang lebih nyaman dan anti-ribet.
Di buku ini, Abigail dan Cania mengumpulkan berbagai kerangka berpikir beserta studi kasusnya yang secara personal sudah dipakai penulis dalam hidup mereka dan sangat berguna untuk menentukan tujuan hidup, menyusun argumen, mengatur prioritas, mengambil keputusan dalam karier dan hubungan, menimbang risiko, memilah pertemanan, dan banyak lagi!
Buat kamu yang sedang berada di persimpangan penuh kebingungan, mengalami turbulensi kehidupan, atau sekadar punya keinginan untuk menambah bacaan, buku ini ditulis untuk kalian!
Kuliah itu cuma sebentar, tapi efeknya bisa panjang banget buat hidup kita. Jadi sayang banget kalau waktunya habis cuma buat gaya hidup yang “wah” tapi lupa belajar; atau sebaliknya, cuma fokus belajar sampai lupa nikmatin momen di luar kelas.
Kuncinya simpel: seimbang. Cari cara biar gaya hidupmu bisa jadi penopang gaya belajarmu, bukan malah bikin kewalahan. Mau ambis, santai, atau aktivis, semua okenya oke aja, asalkan kamu tahu ritme dan prioritasmu sendiri.
Jadi, jangan keburu stres mikirin harus ikut gaya siapa, karena jawabannya: nggak perlu. Cukup jadi dirimu sendiri, atur cara hidup dan belajarmu biar jalan beriringan. Kalau udah ketemu balance-nya, yang bakal terkenang dari masa perkuliahan bukan cuma IPK yang membanggakan, tapi juga pengalaman seru yang bakal kamu inget seumur hidup. 😍
Baca juga: Jangan Sampai Lewat! Cari Tahu Tips Mengelola Waktu Biar Masa Kuliah Kamu Lebih Terarah
Dapetin Survival Kit Kamu di Gramedia!
Jadwal kuliah sudah tiba? Lengkapi kebutuhan kuliahmu dengan lebih hemat lewat promo Back to Campus di Gramedia!
Ada diskon sampai 50% yang bisa kamu manfaatkan untuk: alat tulis, buku kuliah, buku penunjang, peralatan seni, hingga perlengkapan IT.
Jangan sampai kelewat ya! Promo ini berlaku mulai 1 September hingga 19 Oktober 2025 aja.
✨ Jangan lewatkan penawaran spesial lainnya dari Gramedia hanya untuk kamu! Cek promonya di bawah ini agar belanja kamu jadi lebih hemat! ⤵️