6 Sifat Teladan Kartini. Nomor 4 Bisa Menginspirasimu!

"Jangan biarkan kegelapan kembali datang jangan biarkan kaum wanita kembali diperlakukan semena-mena." -R.A. Kartini
Kartini adalah pahlawan Indonesia yang memperjuangkan hak dan kebebasan wanita. Ia adalah tokoh emansipasi, yang berusaha agar wanita Indonesia bisa sama-sama merasakan pendidikan layaknya pria, tak harus selamanya berurusan dengan dapur saja. Ia percaya bahwa dengan mengenyam pendidikan, wanita akan lebih maju.
Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat lahir dalam keluarga bangsawan. Karena hal tersebut, ia beruntung bisa mengenyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School, setara SD) hingga usia 12 tahun.
Kartini rajin dan semangat bersekolah hingga ia mampu baca tulis, berhitung, bisa bahasa Belanda, dan mempelajari banyak hal lain. Sayang, masa sekolahnya harus terhenti karena ia harus tinggal di rumah untuk dipingit dan siap dinikahkan. Adat kala itu mengharuskan wanita menunggu laki-laki yang kelak datang untuk melamarnya.

Tetap patuh mengikuti putusan orang tua, Kartini tidak patah semangat dan terus belajar selama masa pingitnya. Ia belajar hal baru dengan membaca buku, membaca surat kabar Eropa, mengasah kemampuan berbahasa Belanda, dan bertukar cerita maupun pendapat dengan teman-temannya yang ada di Belanda.
Dari situlah ia sadar bahwa masyarakat Indonesia khususnya wanita, sangat tertinggal dalam berbagai aspek. Ia melihat wanita pribumi yang dipandang sebelah mata, sangat berbeda dengan wanita Eropa yang sudah lebih maju dan memiliki pemikiran terbuka. Kartini bertekad bulat untuk bisa meningkatkan derajat dan menyetarakan hak serta status wanita Indonesia, sama dengan pria.
Dan di hari ini, mari kita rayakan hari lahir Ibu Kartini dengan mempelajari dan mengamalkan sifatnya yang sangat inspiratif. Dikutip dari beberapa sumber, berikut sifat-sifat beliau yang dapat kita teladani dan amalkan di masa kini.
6 Sifat Teladan Kartini yang Dapat Kita Amalkan
1. Cerdas & Berwawasan Luas
Walaupun berhenti sekolah setelah umur 12 tahun dan dipingit, Kartini tetap semangat mempelajari hal-hal baru saat di rumah. Lewat kotak bacaan langganan ayahnya (leestrommel), ia memperkaya wawasan lewat buku, koran, dan majalah dari dalam maupun luar negeri. Bacaannya juga berbagai tema dari sosial, politik, hingga sastra.
Selama dipingit, Kartini bersama adik-adiknya juga senang belajar menggambar, membatik, memasak, berlatih Bahasa Belanda, dan bermain piano. Wawasannya juga semakin luas, karena ia sering berbagi pengalaman lewat surat menyurat bersama temannya di Belanda, seperti pada Rosa Abendanon dan Estella Zeehandelaar.
Kartini memperlihatkan bahwa belajar tidak harus dari sekolah saja. Kamu bisa mempelajari banyak hal dari mana pun, apalagi di masa sekarang kita mudah sekali mendapatkan akses belajar. Dengan mengetahui banyak hal, pikiran kita akan semakin kritis, terbuka, dan maju.
Sama halnya dengan pengalaman dari Tara Westover dalam bukunya berjudul Terdidik (Educated) tentang keberhasilannya mencapai pendidikan doktoral, padahal masa kecilnya tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
Baca versi buku digitalnya di sini >>> Terdidik (Educated)
2. Memiliki Tekad yang Bulat & Pantang Menyerah
Saat bersekolah, ia kerap dicemooh dari guru-guru orang Belanda karena ia perempuan dan mempunyai kulit berwarna. Walaupun begitu, ia tetap rajin dan semangat belajar untuk berusaha maju menyamakan diri dengan kepintaran anak-anak Belanda lain.
“Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami, tetapi kami berusaha maju, kemudian mereka mengambil sikap menantang kami. Betapa banyaknya duka cita dahulu semasa kanak-kanak di sekolah, para guru dan banyak di antara kawan mengambil sikap permusuhan kepada kami. Kebanyakan guru itu tidak rela memberikan nilai tertinggi pada anak Jawa, sekali pun si murid berhak menerima.” (Surat kepada Estella Zeehandelaar, 12 Januari 1900, dikutip pada ilovelife.co.id)
Demi memajukan para wanita Indonesia, dalam masa pingitan Kartini membuka sekolah untuk anak-anak perempuan yang tinggal di sekitar rumahnya. Ia mengajarkan membaca, menulis, berhitung, bernyanyi, dan keterampilan lainnya. Setelah masa pingit Kartini dan adik-adiknya selesai, mereka pun diizinkan oleh sang ayah membuka sekolah bagi masyarakat di pendapa kabupaten.
Saat harus menikah, beliau juga tetap melanjutkan membuka sekolah khusus untuk mendidik perempuan dan anak-anak. Untunglah ia didukung suaminya untuk membangun sekolah di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang (detik.com, 20/04/21).

Rasa ambisius dan pantang menyerah ini patut diteladani. Jika menginginkan sesuatu, kita perlu berjuang dan percaya bahwa kita bisa mendapatkannya, walau banyak tantangan yang harus dihadapi. Dihalangi orangtua, dicemooh orang-orang, tak menjadikan Kartini patah semangat. Ia tidak pernah menyerah dalam memperjuangkan hak perempuan untuk bisa mendapatkan pendidikan yang sama.
Cerita semangat menggapai mimpi juga sama, seperti yang tertuang pada buku Shine yang ditulis oleh Jessica Jung, mantan lead-vocal girl group, Girls Generation, yang menceritakan perjuangan untuk menjadi bintang K-Pop terkenal.
Baca versi buku digitalnya di sini >>> Shine
3. Patuh & Menghormati Orang Tua
Pandangan Kartini sangat berbeda dengan orang tuanya. Pertama saat ia diharuskan berhenti sekolah dan dipingit di rumah hanya untuk menunggu lelaki datang menikahinya. Lalu saat ia dilarang pergi ke Belanda atau Batavia untuk mengenyam pendidikan, dan terakhir saat ia dijodohkan oleh orang tuanya. Walaupun begitu, ia tetap menghormati sikap dan menerima keputusan orang tuanya.
Kartini tidak membangkang, ia rela berkorban dan meredam ego untuk tetap patuh terhadap orang tuanya. Disamping itu ia juga tetap berusaha untuk menggapai cita-citanya. Menghormati orang lain berarti kita bisa menghargai mereka. Rela berkorban juga berarti kita lebih mementingkan kepentingan bersama dibanding pribadi.
Ada satu buku yang mengangkat tema dari budaya kawin tangkap di Sumba, dan mengisahkan pengalaman para perempuan yang harus mengalami adat tersebut. Buku Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam, sangat kritis dalam memperlihatkan budaya yang sangat merugikan perempuan dan seolah hanya dijadikan objek, tak punya pilihan, dan tidak boleh memiliki kebebasan.
Baca versi buku digitalnya di sini >>> Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam
4. Berani dan Optimis
Terkukang adat, perbedaan pendapat dengan orang tua atau masyarakat, tak menjadikan Kartini berhenti mencari cara untuk memperluas wawasan. Sikapnya yang berani mendobrak berbagai aturan, serta optimis bahwa apa yang dilakukannya bisa berdampak besar, membuktikan dengan hasil di mana sekarang wanita Indonesia sudah bisa mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki.
Melalui karya tulisan dan surat-suratnya, Kartini juga menyuarakan apa yang dirasa serta dipikirkan, bahwa perempuan harus keluar rumah, belajar, dan mengejar cita-cita, bukan hanya sekadar mengurus rumah tangga. Admin setuju banget! Para wanita Indonesia jangan pernah takut menggapai mimpi, berani speak up, dan dapatkan segala yang kamu inginkan!
Semangat juang, berani melakukan hal baru, dan pentingnya rasa optimis dengan apa yang dilakukan, sama dengan pengalaman dari si kembar cantik, Maria dan Elizabeth, dalam bukunya Becoming Unstoppable.
Baca versi buku digitalnya di sini >>> Becoming Unstoppable
Baca juga: Rayakan Hari Perempuan Internasional dengan Baca Buku Rekomendasi Ini
5. Sederhana dan Rendah Hati
Lahir sebagai keturunan bangsawan, tak menjadikan dirinya sombong atau hidup berfoya-foya. Bahkan ia menolak perilaku para bangsawan lain yang menggunakan status dan derajat mereka untuk menindas kaum di bawahnya. Ia malah senang bergaul dan berteman dengan siapa saja.
Karena ibu kandungnya hanyalah selir dari rakyat biasa, aturan feodal membuatnya tak boleh memanggil kata "Ibu" tapi dengan kata “Mbakyu”, sedangkan ibunya memanggil Kartini “Ndoro”. Aturan itu juga membuat adik-adiknya harus berjalan jongkok, menyembah, menunduk, dan bersuara pelan ketika berbicara dengannya.

Namun Kartini membebaskan dirinya dari adat tersebut dan mulai ia tularkan dari lingkungan rumahnya. Ia juga membebaskan adiknya untuk memanggilnya dengan nama saja.
“Bagi saya ada dua macam bangsawan, ialah bangsawan fikiran dan bangsawan budi. Tidaklah yang lebih gila dan bodoh menurut pendapat saya dari pada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya” (Surat kepada Estella Zeehandelaar, dikutip pada ilovelife.co.id)
Bagi Kartini, hidup dalam kesederhanaan dan kehematan, akan mencegah kesengsaraan di masa mendatang. Pernikahannya bersama bangsawan pun tidak menggelar pesta dan tidak menggunakan baju pengantin.
Diberikan rezeki yang berlimpah tentunya nikmat yang tiada tara, namun bukan berarti kita berfoya dalam kemewahan. Tetap down to earth dan jangan lupa untuk tetap berbagi ya, Grameds!
Tak sempurna bukan berarti jadi alasan untuk menghindari cinta kepada dunia, kepada sesama manusia, bahkan kepada diri sendiri. Lewat buku Love for Imperfect Things, kamu akan diajarkan memperlakukan diri sendiri maupun orang lain dengan penuh kasih sayang, empati, dan pengampunan.
6. Berjiwa Sosial dan Penuh Kasih Sayang
Kartini sangat peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Beliau mengajar pada anak-anak kecil yang tak seburuntung dirinya, untuk tetap mendapatkan pendidikan. Beliau pun selalu memandang bahwa manusia diciptakan untuk saling menyayang dan mengasihi.
Sifat perhatian ini bisa kita terapkan dengan memperhatikan hal-hal kecil di sekitar kita, dan meningkatkan rasa empati dengan sesama, agar orang-orang juga ikut bahagia.
Menjalin sosial dan kasih sayang dengan sesama, tertuang juga pada kisah Briseis, sang ratu Lynrnessus yang kotanya dihancurkan Yunani dan akhirnya menjadi budak Achilles. Kisahnya pada buku Perempuan-Perempuan Kelu (The Silence of the Girls), menceritakan bahwa ia menjalin hubungan dengan para budak yang menjadi pelacur, perawat, petugas yang memandikan mayat, dan kurban darah, untuk menyuarakan apresiasi semangat perempuan.
Baca versi buku digitalnya di sini >>> Perempuan-perempuan Kelu (The Silence of the Girls)
Baca juga: Rekomendasi Novel yang Ngingetin Kamu kalau Cewek Itu Super Kuat
Semangat dan dedikasi Kartini begitu besar di bidang pendidikan untuk kaum perempuan. Ikuti semangat Kartini dalam menggapai mimpi dan memperluas wawasan, salah satunya dengan membaca buku yang merupakan gudang ilmu.
Agar semangat memperluas wawasanmu tak terbatas, Gramedia Digital mempunyai paket tambahan di mana kamu dapat mengakses ratusan ribu judul e-book dari berbagai genre dan penerbit, termasuk majalah, tabloid, dan koran digital. Kamu tinggal langganan Full Premium Package dan kamu bisa baca buku apapun sepuasnya selama satu bulan maupun satu tahun!
Kamu bisa cek berbagai paketnya di bawah ini ya.
Bebas Baca Semua Buku Sekarang!
Tak ketinggalan, kamu juga bisa membeli paket premium ini di Gramedia.com lho! Cek artikel berikut untuk cara membelinya >>> Berlangganan Paket Premium Gramedia Digital Sekarang Bisa Lewat Gramedia.com!
Dalam merayakan Hari Kartini, Gramedia Digital memberikan diskon cantik 30% selama seminggu penuh untuk pembelian semua jenis Premium Package. Gunakan kesempatan ini untuk menambah wawasan, menggali inspirasi, dan mengembangkan diri, layaknya kehebatan Kartini. 🌹
Kamu mau tahu juga promo yang sedang berlangsung di Gramedia.com? Diskon menarik, special price, harga spesial pre-order, dan penawaran spesial lainnya? Coba tengok di bawah ini ya!
Temukan Semua Promo Spesial di Sini!
"Jika kita tidak mencari pengetahuan, maka hidup kita tidak akan bahagia dan kehidupan kita akan semakin mundur." -R.A. Kartini
Sumber foto header: Dok. Gramedia.com