Sungguh nikmat Allah itu tak terkira banyaknya. Nikmat Allah itu nyata dan sempurna. Tak bisa sedikit pun kita dustakan. Tak ada nikmat-Nya yang bisa kita sangkal. Jika ada yang merasa susah dan sempit hidupnya, itu bukanlah nikmat Allah yang kurang. Akan tetapi, dia sendiri yang belum bisa menyadari kehadiran nikmat Allah dalam dirinya. Jika belum bisa menyadari, lantas bagaimana mau mensyukuri? Ketika dunia terasa sempit oleh persoalan yang melanda, pada dasarnya setiap insan memiliki pilihan. Apakah dia akan larut dalam kesempitan itu atau apakah dia akan bangkit menuju hidup yang lebih baik? Usaha untuk bangkit pasti butuh energi dan pengorbanan yang tidak mudah. Akan tetapi, menyerah dan rela hidupnya terpuruk adalah keputusasaan yang sangat tak disukai oleh Allah. Bukankah Allah Maha Penolong? Kondisi yang ada saat ini mendorong kita untuk lebih mudah mengungkapkan perasaan atau keinginan kita kepada orang lain, baik itu secara langsung atau melalui media sosial. Kemudahan ini memberi dampak yang sering kali luput dari perhatian kita. Dam paknya adalah kita seolah-olah menomorsatukan manusia dan menjadikan Allah Swt. nomor sekian, entah ke berapa. Ada persoalan, langsung update status di media sosial. Ada masalah, langsung curhat kepada teman. Awalnya ini tidak masalah. Kebiasaan ini menjadi masalah besar ketika apa-apa yang terjadi dalam hidup kita, manusia menjadi tujuan pertama untuk mengadu dan meminta tolong. Sehingga, kita tidak terbiasa mengadu dan meminta pertolongan atau meminta apapun kepada Allah. Buku ini adalah pengingat diri akan pertolongan pertama yang bisa kamu lakukan ketika terjadi luka batin. Luka batin tak terlihat seperti luka lecet, memar, atau luka fisik lainnya. Tak terlihat lukanya tapi memengaruhi sebagian besar kehidupan kita. Penanganan untuk luka fisik tentu tak bisa kita lakukan untuk mengobati luka batin. Hanya satu kunci pengobatan luka batin, yaitu kembali kepada Allah. "Tapi harus bagaimana? Apa yang harus saya lakukan?" Semoga bisa terjawab dalam buku ini.