Mulanya Maria Franciska Setiati tak menggubris kabar sumbang tentang Panti Asuhan Hati Suci. Saat itu beredar kabar jika panti asuhan yang didirikan Ny. Lie Tjian Tjoen tahun 1914 disalahgunakan oleh pengurusnya. Namun, sebuah telepon pada suatu pagi membuat Ciska, begitu biasa dipanggil, mengubah pikirannya. Dia pun mengambil alih Hati Suci. Ciska sadar tak memiliki pengalaman mengelola panti asuhan. Bekalnya hanyalah naluri seorang ibu yang ingin mendidik anak-anak panti seperti anak kandungnya sendiri. Dengan dasar itu, ibu rumah tangga yang juga seorang arsitek ini membuat Hati Suci sebagai sebuah keluarga besar. Nama panti asuhan pun dia ganti menjadi Rumah Hati Suci. Perubahan ini bukan sekadar pergantian nama belaka sebab dia memberikan cinta tulusnya untuk anak-anak dan para karyawan Hati Suci. “Buku memoar Ciska yang ditulis secara apik oleh Saudara Bobby ini telah membuka mata saya untuk memahami pemikiran Ciska di belakang praktik yang dia terapkan selama 20 tahun mengelola Rumah Hati Suci. Dari ini saya melihat, apa yang dilakukan Ciska di Rumah Hati Suci bukan sekadar refleksi dari passion dia untuk berbuat sesuatu, tetapi meletakkan fondasi kokoh agar institusi sosial ini bisa bertahan lebih dari 100 tahun,” ujar Joseph Dharmabrata, Ketua Dewan Pembina Yayasan Hati Suci, yang juga merupakan suami dari mendiang Mami Ciska.