DRS. CIK BASIR, S.H., M.H.I.
Konstruksi Yuridis Penerapan Uang Paksa (Dwangsom)

Makin Hemat dengan Bebas Biaya Pengiriman Rp0.
Pilih toko Gramedia terdekat dan opsi pengiriman “Ambil di Toko” ketika checkout.
Deskripsi
Istilah dwangsom berasal dari bahasa Belanda yang dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan “uang paksa”, yakni sejumlah uang yang ditetapkan dalam putusan hakim sebagai hukuman tambahan yang bersifat accessoir yang harus dibayar oleh tergugat/terhukum kepada penggugat, apabila pihak tergugat tidak mau melaksanakan putusan hakim (hukuman pokok) secara sukarela dalam waktu yang telah ditentukan.
Kepentingan hukum yang ingin dicapai dari penerapan dwangsom adalah untuk memberi tekanan psikis pada tergugat agar ia melaksanakan putusan hakim secara sukarela dalam waktu yang telah ditentukan.
Penerapan dwangsom dalam praktik peradilan di Indonesia selain didasarkan ketentuan Pasal 606a dan 606b Rv., juga didasarkan yurisprudensi antara lain putusan Mahkamah Agung Nomor: 38 K/SIP/1967 tanggal 7 Mei 1967. Adapun penerapannya di Pengadilan Agama dipertegas dengan ketentuan Pasal 54 UU Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan UU Nomor 50 Tahun 2009.
Putusan hakim yang dapat dijatuhkan dwangsom adalah semua putusan hakim di bidang perdata yang bersifat condemnatoir yang hukuman pokoknya bukan pembayaran sejumlah uang. Putusan hakim di bidang perdata yang bersifat konstitutif maupun deklaratif serta yang hukuman pokoknya berupa pembayaran sejumlah uang tidak dapat dan tidak boleh dijatuhkan dwangsom.
Kehadiran buku ini diharapkan memberikan informasi yang detail dan praktis mengenai eksistensi dan urgensi lembaga dwangsom tersebut hingga teknis dan prosedur penerapannya dalam putusan hakim, termasuk teknis dan prosedur eksekusinya, serta eksistensinya dalam perspektif hukum Islam. Wa Allahu a’lam bi as-shoab.
Baca Selengkapnya
Detail Buku