Rum Aly
Kisah Seorang Jenderal Idealis H.R. Dharsono

Makin Hemat dengan Bebas Biaya Pengiriman Rp0.
Pilih toko Gramedia terdekat dan opsi pengiriman “Ambil di Toko” ketika checkout.
Format Buku
Deskripsi
SEBUAH AKHIR TRAGIS BAGI PENDUKUNG TERKUAT
Meniti jalan ke puncak kekuasaan pada tahun 1966-1967, Jenderal Soeharto berhadapan dengan Ir. Soekarno dalam lakon politik yang di sana-sini beraroma pewayangan.
Namun dalam kenyataan, seperti kata sejarawan Anhar Gonggong, separuh lebih dari topangan kekuatan Soeharto kala itu ada pada Jenderal H.R. Dharsono dan Divisi Siliwangi. H.R. Dharsono adalah Panglima Siliwangi (20 Juli 1966-April 1969) yang menggantikan Jenderal Ibrahim Adjie, salah satu de beste zonen van Soekarno.
Berbeda dengan Soeharto yang sangat khas Jawa, H.R. Dharsono bersikap lebih tegas di garis depan proses menurunkan Soekarno.
Posisi Divisi Siliwangi strategis dan menentukan. Ibu Kota Jakarta praktis dikelilingi cawan wilayah divisi itu. Kenyataan objektif lainnya, H.R. Dharsono adalah satu di antara tiga jenderal idealis-bersama Sarwo Edhie Wibowo dan Kemal Idris-yang diidolakan kelompok mahasiswa serta pelajar.
Akan tetapi dalam pergulatan kekuasaan, pendukung terkuat kerap dianggap pesaing terdekat. Satu per satu jenderal idealis itu disisihkan pasca-Soekarno. Paling tragis adalah yang dilakukan Soeharto bersama lingkaran satunya terhadap Jenderal H.R. Dharsono di tahun 1984; dipenjara dengan tuduhan palsu.
Profil Penulis:
Rum Aly lahir 4 Februari 1947 di Makassar, Sulawesi Selatan. Pada masa-masa awal kemahasiswaan yang bertepatan dengan masa-masa gerakan kritis mahasiswa 1966, ia seakan memiliki tiga kampus. Pertama dan kedua, serentak di Biologi ITB dan Psikologi Universitas Padjadjaran. “Kampus” ketiga adalah Mingguan Mahasiswa Indonesia, tepat semasih mahasiswa tahun pertama. Perkuliahan di dua kampus pertama, telantar. Lalu, ia menambalnya di kemudian hari di perguruan tinggi swasta di Jakarta, sosial politik dan manajemen sumber daya manusia.
Dan, di kampus ketiga seakan mendapat “ijazah" ganda berupa surat pemberedelan Kopkamtib dan Pencabutan Surat Izin Terbit dari Departemen Penerangan RI, tepat setelah Peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) bagi media generasi muda tersebut saat menjadi Pemimpin Redaksi.
Mingguan Mahasiswa Indonesia pertama kali terbit 19 Juni 1966, dengan Pemimpin Umum Awan Karmawan Burhan dan Ryandi A.S., serta Pemimpin Redaksi Rahman Tolleng. Saat Rahman Tolleng mulai sangat sibuk di Jakarta tahun 1971, Rum Aly menjadi pengganti sebagai Pemimpin Redaksi.
Keikutsertaan dalam media generasi muda itu memberi kesempatan untuk mengikuti dari dekat berbagai peristiwa politik pada periode tahun 1966 - 1974, termasuk masa-masa tampilnya Jenderal H.R. Dharsono dalam perjuangan menurunkan Soekarno dan melancarkan pembaruan politik. Dan, tentu saja ikut berada dalam koridor informasi tentang kehidupan politik dan keikutsertaan masa itu, yang ada di permukaan maupun yang ada di bawah permukaan.
Baca Selengkapnya
Detail Buku