Emha Ainun Nadjib
Gelandangan Di Kampung Sendiri

Makin Hemat dengan Bebas Biaya Pengiriman Rp0.
Pilih toko Gramedia terdekat dan opsi pengiriman “Ambil di Toko” ketika checkout.
Deskripsi
Sejumlah permasalahan yang terjadi di Indonesia seakan tak pernah berhenti. Di negeri yang kaya ini rupanya terjadi pola pikir yang salah kaprah. Dalam hal pembangunan yang seharusnya melibatkan rakyat, nyatanya peran rakyat dipangkas dan dilewati dengan dalih efektivitas. Hal ini membuat rakyat berperan sebagai objek, bukan subjek pembangunan. Dalam kasus pembangunan kawasan industri atau hiburan yang terkendala melewati kawasan rakyat, cara-cara instan pun dilakukan oknum pemerintah.
Rasa-rasanya, para pejabat sering salah sangka terhadap rakyat dan dirinya sendiri. Mereka menyangka bahwa mereka adalah atasan rakyat, sementara rakyat mereka kira bawahan. Mereka merasa tinggi dan rakyat itu rendah. Maka, mereka merasa sah dan tidak berdosa kalau memaksakan kehendak mereka atas rakyat. Mereka membuat peraturan untuk mengatur rakyat karena merasa merekalah yang berhak membuat peraturan. Rakyat hanya punya kewajiban untuk menaatinya.
Rupanya, budaya feodalisme bertahan apik pada masyarakat bangsa kita. Menyentuh semua lapisan masyarakat dari tingkat atas hingga kelas bawah. Begitulah wajah bangsa Indonesia, yang berarti wajah kita juga. Serba terbolak-balik. Seperti judul bukunya, Gelandangan Di Kampung Sendiri.
Inilah tatanan dunia yang dibolak-balik. Bukankah hak atas segala aturan berada di tangan rakyat? Kalau rakyat tidak setuju, itu berarti bos tidak setuju. Hamba sahaya harus punya telinga selebar mungkin untuk mendengarkan apa kata juragannya. Maka menjadi aneh jika rakyat terus menerus diwajibkan berpartisipasi dalam pembangunan. Karena rakyatlah pemilik pembangunan.
Baca Selengkapnya
Detail Buku