Yanusa Nugroho
Bukit Cahaya

Makin Hemat dengan Bebas Biaya Pengiriman Rp0.
Pilih toko Gramedia terdekat dan opsi pengiriman “Ambil di Toko” ketika checkout.
Format Buku
Deskripsi
Mereka sudah tidak percaya pada kekuatan keindahan. Mereka jauh lebih percaya pada perhitungan logika—entah apa sebenarnya pemahaman mereka tentang logika. Semua unsur kehidupan didasarkan pada untung-rugi secara sempit. Mereka lebih percaya pada skala penjualan. Mereka bukan lagi pengikut para nabi, meskipun dari mulut mereka membusa ayat-ayat Tuhan; mereka menyembah uang yang menurut mereka lebih nyata daripada Tuhan.
***
Empat puluh cerita dalam buku ini sebentang kisah yang menawarkan banyak tema, banyak gaya. Namun, satu pokok persoalan yakni kemanusiaan. Membaca Bukit Cahaya ibarat pendakian yang menyenangkan sebab ia menukik perasaan dan mengajak sejenak bersua jeda.
Profil Penulis:
YANUSA NUGROHO lahir di Surabaya, 2 Januari 1960. Pernah bekerja sebagai bagian dari redaksi majalah Berita Buku IKAPI, lalu menjadi copywriter di Indo-ad, kemudian memilih menjadi penulis lepas. Di samping menulis, Yanusa juga sempat mengonsep pertunjukan wayang kulit purwa untuk media audio-visual, bersama para seniman STSI (sekarang Institut Seni Indonesia) Surakarta: KALASINEMA. Kumpulan cerpennya: Bulan Bugil Bulat (1989), Cerita di Daun Tal (1992), Menggenggam Petir (1996), Segulung Cerita Tua (2002), Kuda Kayu Bersayap (2004), Tamu dari Paris (2005), dan Setubuh Seribu Mawar (2013). Cerpennya “Orang-Orang yang Tertawa” diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan terbit dalam kumpulan cerpen berjudul Diverse Lives (1995). Salah satu cerpennya, “Kunang-kunang Kuning” meraih penghargaan Multatuli dari Radio Nederland, dan cerpen “Wening” mendapat Anugerah Kebudayaan 2006 dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Cerpennya “Sugriwo-Subali” diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul “Two Souls” dan dipublikasikan dalam The Lontar Anthology of Indonesian Short Stories Volume 2.
Baca Selengkapnya
Detail Buku