Gramedia Logo
Product image
Format Buku
Deskripsi
Arswendo Atmowiloto mempunyai waktu satu setengah bulan untuk menuliskan 25 naskah monolog. Angka 25, sekaligus menyambut ulang tahun ke- 25, London School of Public Relation (LSPR), Jakarta, tempatnya mengajar mata kuliah Creative Writing dan Directing. Sejak tahun 2015, bersama para murid dari konsentrasi studi Performing Arts Communication (PAC), ia mempunyai program menulis naskah, melatih, mementaskan, dan mendiskusikan yang diwujudkan dalam produksi dengan judul “Kami Berteater” (PAC Batch 17, 2015), “Kisah Ruang Tunggu” (PAC Batch 18, 2016), serta “Parade 25 Monolog Karya Arswendo Atmowiloto” (PAC Batch 19, 2017). Dan inilah 25 naskah monolog—naskah yang sekarang ini makin jarang dituliskan. Tiga judul di antaranya mengenai tokoh Prita karya legendaris Arifin C. Noer. Di sini, dikreasikan masa Prita sebelum menikah, termasuk dari mana mendapat nama itu, juga sesudah menikah dan meneruskan usaha sebagai pembuat sambal. Yang ketiga, dari sudut pandang Beni Brewok, kekasihnya, dan sebab perpisahan karena masalah cacing laut. Selebihnya, kisah Butet Raja Pelet yang selalu berseru “kaing”, tentang jomblo yang setia pada Merah Putih dan tidak korup, dan nasihat sebaiknya jomblo tidak mencari ular. Ada juga yang pemonolognya seekor kucing, sebatang pohon di pinggir jalan, atau perempuan yang bercita-cita menjadi pemidato di acara perkawinan, atau pemeran utamanya hantu. Ada juga kecoak, yang merasa disisihkan hanya karena dirinya kecoak, oleh sesama kecoak. Dua puluh lima naskah monolog yang dipersembahkan untuk LSPR Jakarta, sekolah tinggi komunikasi terfavorit se-Indonesia, yang mempunyai tradisi pementasan dan festival seni pertunjukan setiap semester.
Detail Buku