4 Trik Marketing 4.0 agar Bisnismu Survive di Era Digital

Jangan mengira pekerjaan pemasar alias marketing hanya bertumpu pada berjualan merek atau brand perusahaan. Pada hakikatnya, memasarkan adalah aktivitas mengabarkan, menawarkan, maupun menjual barang atau jasa pada orang lain. Sebagai tenaga pemasaran, tugas pemasar menjual produk atau layanan jasa perusahaan.

Tapi marketing tak melulu bisa dilakukan marketer. Setiap individu sepatutnya adalah seorang pemasar, minimal bagi dirinya sendiri. Misalnya, ketika mencari pekerjaan baru, kamu wajib memasarkan diri ke perusahaan-perusahaan yang membuka lowongan.

Lewat curriculum vitae (CV) yang menarik, kamu bakal dilirik. Ketika diwawancara, kamu wajib memasarkan diri, menonjolkan kelebihan dan keahlian kamu.

Ilmu pemasaran telah berkembang demikian pesat. Pada 2010 lahir buku Marketing 3.0, kini tiga penulisnya, Philip Kotler, Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan memerbaruinya dengan buku baru Marketing 4.0: Bergerak dari Tradisional ke Digital (Gramedia Pustaka Utama, 20019).  


Baca juga: (REVIEW BUKU) Marketing 4.0: Mempraktikkan Jurus Pemasaran Terkini


Di dalamnya, kamu bakal temukan trik-trik marketing kekinian yang wajib diimplementasikan di era digital. Kendati begitu, bukan berarti pula ilmu marketing di buku ini hanya cocok dipraktikkan pada perusahaan saja. Setiap individu juga bisa mempraktikkannya.

Sebab, hakikatnya, marketing 4.0 adalah kegiatan pemasaran di mana merek/brand atau perusahaan mengandaikan diri sebagai manusia yang hidup di era digital. Sebagaimana manusia, merek diandaikan punya perasaan, etika, harapan, dan berbagai sifat manusiawi lainnya.  

Nah, beberapa trik pemasaran di buku Marketing 4.0 ini bisa kamu praktikkan. Yuk, dicoba!

1. Gunakan Omnisaluran untuk pemasaran

Apa itu omnisaluran? Maksudnya, aktivitas pemasaran yang tak hanya bergantung pada satu channel atau saluran saja. Omni berarti semua, maka omnisaluran artinya semua saluran.

Pemasaran omnisaluran adalah praktik memadukan beberapa saluran untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang mulus dan konsisten (hal. 138). Pemasar di era marketing 4.0 tak sepatutnya hanya berkonsentrasi pada pemasaran online. Pemasaran tradisional atau offline jangan dilupakan.

Misalnya begini, lewat medsos kamu mencitrakan diri sebagai pribadi cerdas, bijak, dan serba baik. Namun, segala citra itu tak ada artinya bila aslinya kamu tak sesuai gambaran diri di medsos. Versi diri di online harus tergambar pula di offline.


Baca juga: 5 Buku yang Bikin Kamu Melek Fenomena di Era Digital


2. Berikan solusi pada pelanggan

Di buku Marketing 4.0 ditulis, pemasar perlu mengidentifikasi titik frustasi pelanggan, terutama saat menggunakan produk atau jasa sebuah layanan. Dari titik frustasi itu, pemasar harus memikirkan bagaimana aplikasi dapat memecahkan masalah (hal. 154).

Sebagai individu yang ingin “terpasarkan” sebagai pribadi yang baik, kehadiran kamu wajib jadi solusi. Bukannya menambah persoalan dan bikin ruwet. Misal, ketika ada persoalan di kantor kamu datang bawa solusi cemerlang. Wah, bos dan rekan kerja pasti senang. Pasaran kamu langsung naik.

3. Kembangkan perpaduan back-end

Ibarat aplikasi di smartphone apa yang tersaji di depan sekadar tampilan antarmuka (interface). Untuk menampilkan fungsi antarmuka yang mulus dengan fitur canggih, back-end yang baik wajib dibangun dahulu.

Dalam teori marketing 4.0 unsur pendukung lain itulah back-end. Pemasar harus menentukan cara memadukan dengan unsur pendukung lain yang tidak diperhatikan pelanggan, tetapi penting untuk pengalaman mereka (hal. 155).

Dalam praktiknya, agar menampilkan pribadi yang baik di mata orang lain, kamu wajib membekali diri. Misalnya, untuk terlihat cerdas kamu wajib banyak baca, menyerap informasi dan serba tahu. Kalau cuma pura-pura pintar lama-lama bakal ketahuan.


Baca juga: 5 Buku Keren untuk Survive di Industri 4.0


4. Mempraktikkan antropologi digital

Antropologi digital berfokus pada hubungan antara kemanusiaan dan teknologi digital. Teknologi ini menyelidiki cara manusia berinteraksi dengan antarmuka (interface) digital, bagaimana mereka berperilaku dalam konteks teknologi, dan bagaimana teknologi digunakan oleh manusia untuk berinteraksi satu sama lain (hal. 109).

Salah satu praktik antropologi digital adalah social listening, yakni proses proaktif memantau percakapan tentang sebuah media di internet, khususnya di media sosial dan komunitas online.

Social listening digunakan dalam evaluasi pemasaran konten untuk memantau percakapan yang terjadi di seputar konten yang didistribusikan. Hal ini juga untuk meamantau percakapan berisi keluhan atau sentimen negatif tentang suatu merek. (hal. 110).

Dalam kehidupan sehari-hari kamu bisa memantau percakapan orang lain tentang dirimu, bisa dengan bertanya langsung atau terkadang ada yang menyindir kamu tanpa menyebut nama di medsos.

Selayaknya brand/merek kamu tak harus kesal atau marah. Upaya klarifikasi dan persuasi halus lebih efektif. Itu malah akan menambah nilai plus kamu di mata orang lain.


Masih banyak trik pemasaran lain yang terungkap di buku Marketing 4.0. Kamu wajib mencari tahu sendiri. Yuk, beli bukunya di Gramedia.com.


Sumber header foto: