Sukun, Superfood Asli Nusantara yang Hampir Terlupakan!
Selama ini kita khatam dengan istilah, “Orang Indonesia itu belum makan, kalau belum makan nasi”.
Akan tetapi, kalau bicara soal potensi sumber makanan pokok yang pernah dimanfaatkan oleh masyarakat di masa lalu, kisahnya jauh lebih kaya dari itu. Selain singkong, kentang, dan ketela. Ada satu lagi nama yang pernah menjadi legenda bagi dunia pangan nusantara.
Nama itu adalah Sukun!
Di masa kini, kita mengenal buah sukun hanyalah sebatas gorengan yang disajikan sebagai hidangan pelengkap; dulu buah ini disebut sebagai breadfruit yang kaya akan karbohidrat dan menjadi barang dengan nilai tawar yang besar.
Penasaran dengan kisah sukun di masa lalu? Yuk, kita bahas bareng-bareng di artikel ini!
Kenapa Sukun Disebut Breadfruit?
Buah Sukun juga dikenal sebagai buah breadfruit dalam bahasa Inggris, memiliki ciri khas kulitnya yang kasar dan berwarna hijau tua ketika masih muda, berubah menjadi hijau kekuningan saat matang.
Di dalamnya, buah sukun memiliki daging yang tebal, berwarna putih atau kuning muda, dan berbiji kecil (pada beberapa varietas), bahkan ada varietas tanpa biji sama sekali di dalam dagingnya. Teksturnya bisa lembut dan agak berongga seperti roti, itulah mengapa disebut sebagai "breadfruit" dalam bahasa Inggris.
Rasa buah sukun bisa bervariasi dari manis hingga sedikit hambar, tergantung pada varietasnya dan tingkat kematangannya.
Tanaman Multiguna
Selain buahnya yang kaya karbohidrat dan gizi, hampir semua bagian pohon sukun bisa dimanfaatkan. Kayunya digunakan untuk membuat perabotan, perahu tradisional, hingga alat musik. Uniknya, kayu sukun juga tahan serangga, jadi banyak dipilih untuk bangunan ringan dan kerajinan tangan yang awet tanpa bahan kimia.
Daun sukun yang besar dan tebal sering digunakan sebagai pembungkus makanan alami yang ramah lingkungan dan beraroma khas. Di beberapa tempat, daun ini juga dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional, misalnya untuk membantu menurunkan tekanan darah.
Bahkan, getah pohonnya bisa dijadikan perekat alami, sementara kulit dan akarnya dipercaya memiliki khasiat dalam pengobatan tradisional. Bisa dibilang, sukun adalah tanaman serba guna yang menyimpan banyak potensi. Bukan hanya untuk ketahanan pangan, tapi juga untuk ekonomi lokal dan pelestarian budaya.
Ketahanan dan Tumbuh Cepat
Pohon sukun bisa bertahan di berbagai kondisi tanah dan iklim, serta tumbuh relatif cepat, membuatnya menjadi sumber pangan yang berkelanjutan.
Selain itu, buah sukun mengandung banyak nutrisi penting seperti karbohidrat kompleks, protein nabati, serat, air, serta mineral seperti kalium, kalsium, magnesium, fosfor, dan zat besi.
Kandungan gizi yang lengkap ini menjadikan sukun sebagai alternatif pangan yang sangat potensial, terutama di tengah isu ketahanan pangan global. Nggak hanya mengenyangkan, tapi juga menyehatkan.
Dengan masa panen yang bisa terjadi beberapa kali dalam setahun dan perawatan yang tidak rumit, sukun bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat secara berkelanjutan.
Selain Bikin Kenyang Lebih Lama, Sukun Juga Punya Manfaat Lain!
Nggak cuma bikin kenyang, buah sukun ternyata punya segudang manfaat lain yang sayang untuk dilewatkan. Yuk, intip apa saja khasiat tersembunyi dari buah yang satu ini!
1. Punya Anti-Oksidan untuk Lawan Radikal Bebas
Buah sukun memiliki antioksidan alami yang berasal dari dua jenis senyawa utama, yaitu flavonoid dan fenolik. Kedua senyawa tersebut bertindak sebagai anti-oksidan untuk menangkal radikal bebas yang menyerang tubuh.
2. Melindungi Organ Tubuh yang Berhubungan dengan Darah
Banyak hal yang menyangkut dengan darah, seperti halnya tekanan darah, gula darah, kolesterol dan denyut jantung. Ternyata, buah ini kaya akan mineral seperti kalium dan zat besi yang penting untuk fungsi darah dan jantung.
Ya, zat tersebut menjadi komponen dalam menjaga tekanan darah maupun denyut jantung. Dan kandungan serat pada buah sukun pun bermanfaat untuk menjaga kestabilan kolesterol darah dan menurunkan gula darah.
3. Melancarkan Pencernaan
Seperti yang kita ketahui bahwa kandungan serat membantu melancarkan sistem pencernaan, sama halnya pada sukun. Kandungan serat pada sukun pun membantu melancarkan pencernaan dan mencegah gangguan seperti sembelit atau diare ringan.
4. Bantu Menutrisi Kulit
Kulit adalah bagian terluar dari tubuh dan menjadi pelindung tubuh. Kulit yang sehat pun menjadi dambaan setiap orang, terlebih wanita. Buah sukun ternyata membantu menutrisi kulit juga, berkat kandungan vitamin C pada buah yang satu ini. Antioksidan dari buah sukun pun berperan dalam menutrisi kulit, seperti penuaan dini.
5. Menjaga Kesehatan Rambut
Selain memberi nutrisi pada kulit, ternyata sukun pun bermanfaat menjaga kesehatan rambut seperti dari ketombe, kerontokan, serta menjaga akar rambut lebih kuat. Beberapa penelitian menyebut sukun mengandung asam lemak tak jenuh yang dapat membantu menjaga kesehatan rambut.
Temukan Lebih Jauh, Lewat Buku Buah Leluhur dari Pohon Kehidupan
Kisah tentang betapa fantastisnya sukun di masa lalu, termaktub dalam buku ini.
Dahulu, ketika pasokan beras—makanan pokok kita—semakin mengkhawatirkan akibat sering gagal panen karena perubahan iklim, kita perlu memanggil kembali pohon-pohon tua yang dilupakan, sumber pangan asli Nusantara. Sukun menjadi salah satu kandidat terpenting. Inilah pohon yang didomestikasi oleh leluhur kita, orang-orang Austronesia dan Papua sekitar 5.000 tahun lalu. Ia bisa menjawab masa depan karena memiliki daya tahan terhadap pemanasan global.
Di masa lalu, warga desa di Nusantara menjadikan sukun menjadi penolong kala musim paceklik tiba. Bahkan, di pulau-pulau kecil seperti Kepulauan Mapia, Papua, sukun menjadi sumber pangan utama. Kenikmatan sukun pun pernah memikat para bajak laut hingga naturalis Barat di masa lalu, sampai-sampai mereka menamainya breadfruit. Mereka menaruh hormat pada sukun yang bisa tumbuh di pulau-pulau kecil Samudra Pasifik.
Sayang, keajaiban sukun ini nyaris tak pernah masuk buku pelajaran. Ia hanya hidup dalam cerita-cerita lokal, dan itu pun hampir padam. Sukun terpinggirkan di meja makan kita, sebagaimana beragam pangan lokal lain seperti sagu, sorgum, keladi, dan beragam umbi-umbian.
Buku ini mendedahkan potensi sukun untuk menopang ketahanan pangan kita. Memanggil kembali sukun sebagai sumber pangan bukan berarti menggusur beras atau beragam pangan lainnya. Sebaliknya, ia menjadi strategi penting untuk memperkuat fondasi keberagaman pangan kita agar tidak semakin bergantung pada impor, terutama gandum.
Dapatkan Bukunya Selama Masa Pre-Order!
Dapatkan bonus tanda tangan penulis dan diskon 10% setiap pembelian buku Buah Leluhur dari Pohon Kehidupan selama masa Pre-order berlangsung!
Dengan harga Rp130.000 kamu akan disuguhkan dengan bacaan menarik seputar sukun yang pernah melegenda dalam sejarah di Nusantara!
Periode promo berlangsung mulai 15 Oktober hingga 10 November 2025. Jadi, segera dapatkan bukunya sebelum kehabisan!
Baca Juga: Mendadak Batik di Setiap Tanggal 2 Oktober, Ada Cerita Apa Di Baliknya?
Bacaan Lebih Lanjut Tentang Pangan dan Gastronomi!
Kalau kamu tertarik dengan topik terkait pangan, gastronomi atau pengen upgrade ilmu biar bisa menanam tanaman buah di lahan milik sendiri, Gramin punya beberapa bacaan yang bisa kamu jadiin rujukan nih. Intip daftarnya di bawah ini ya!
1. Sorgum: Benih Leluhur untuk Masa Depan – Ahmad Arif
Sorgum memiliki jejak kultural dan sejarah panjang, tetapi belakangan keberadaannya makin terpinggirkan Di banyak desa di Flores, misalnya tanaman ini hanya menjadi kisah lama, padahal kebutuhan pangan di masa depan akan makin membengkak seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat, sementara lahan pertanian cenderung menyusut.
Tantangan semakin berat karena terjadinya perubahan iklim. Dibutuhkan tanaman yang mampu beradaptasi dengan beragam kondisi iklim dan lingkungan dengan baik. Sorgum bisa menjadi salah satu jawabannya.
Pengabaian ragam pangan lokal telah mengarahkan Indonesia ke dalam ancaman krisis. Selain kebergantungan pada impor gandum dan beras, beberapa daerah juga teridentifikasi rentan pangan. Kasus gizi buruk dan bencana kesehatan di Asmat, Papua, sehingga menewaskan 71 anak pada awal 2018 menjadi alarm adanya masalah pangan di negeri ini. Buku ini menyajikan selayang pandang mengenai awal mula masuknya sorgum ke Nusantara, arti pentingnya, dan tantangan yang dihadapi.
2. Kopi: Aroma, Rasa, Cerita – Seri Tempo
LIMA belas tahun setelah benih kopi arabika pertama kali ditanam Belanda di Jawa pada 1696, Bupati Cianjur Aria Wira Tanu mengirimkan empat kuintal kopi arabika varietas tipika ke Amsterdam. Ekspor kopi untuk pertama kalinya itu memecahkan harga di pasar Amsterdam. Pada 1726, sebanyak 2.145 ton kopi asal Jawa membanjiri daratan Eropa dan menggeser dominasi kopi Mocha asal Yaman. Sejak itu, kopi asal Jawa populer dengan sebutan Java Coffee.
Tak selamanya kopi arabika Nusantara berjaya. Menjelang 1880, jamur Hemileia vastatrix memakan daun kopi seperti karat menghabisi besi. Penyakit karat daun ini mengakibatkan Nusantara kehilangan potensi ekspor sampai 120 ribu ton. Dua puluh tahun kemudian, perusahaan perkebunan Soember Agoeng di Malang, Jawa Timur, mulai menanam 150 benih Coffea canephora var, Robusta. Kopi asal Kongo, Afrika ini dibeli dari Pembibitan Hortikultura Kolonial di Brussels, Belgia. Kini, robusta yang lebih tahan penyakit ini menguasai 73 persen produksi kopi Indonesia.
Lima tahun terakhir, demam kopi melanda Indonesia, kebanyakan dari varietas arabika. Kafe menjamur di kota-kota besar. Kopi bukan lagi sekadar kebutuhan, tapi sudah menjadi gaya hidup. Mereka tak hanya menyesap kopi, tapi juga mengulik sejarahnya, bagaimana kopi itu diolah, dan disajikan. Mereka tak lagi menginginkan kopi "bikinan" mesin, tapi menghendaki kopi yang diseduh manual (manual brew). Istilah single origin atau specialty sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari "upacara" minum kopi`.
Permintaan akan arabika pun kembali menggeliat. Banyak pekebun kopi yang kini kewalahan memenuhi permintaan arabika di pasar domestik. Gabungan Eksportir Kopi Indonesia mencatat, pertumbuhan konsumsi kopi dalam negeri mencapai delapan persen, lebih tinggi dibandingkan konsumsi dunia, juga lebih besar dari pertumbuhan produksi kopi dalam negeri. Maka, biji-biji kopi dari Gayo, Lintong, Malabar, Bali, Bajawa, Toraja, hingga Wamena menyebar ke seluruh penjuru Nusantara. Tak hanya ke kafe-kafe, tapi juga pojok-pojok kecil di rumah para penggemar "kopi gelombang ketiga."
3. Gastronomi Indonesia Jilid 2 – Murdijati Gardjito, Dkk.
Gastronomi Indonesia merupakan pengetahuan dasar untuk memahami hidangan indonesia termasuk cara dan siapa penikmatnya. Pemahaman akan gastronomi diharapkan dapat melengkapi upaya meningkatkan manfaat makanan bagi konsumennya.
Dalam buku Gastronomi Indonesia jilid 2 diuraikan tentang interaksi antara citarasa makanan dan reseptornya yaitu saraf pengecap. Cakupan pembahasannya antara lain meliputi faktor-faktor fisiologi yang menjelaskan bekerjanya organ pengecap, uraian tentang citarasa, hingga faktor-faktor yang berpengaruh dalam mencicipi hidangan yang disajikan, kemudian bahan yang mempunyai citarasa khusus seperti petai cina, petai, jengkol, serta bumbu khas dari berbagai daerah di Indonesia seperti rusip, petis, tempe fermentasi lanjut, dan sebagainya. Mengingat variasi hidangan Indonesia sangat besar, termasuk citarasanya; maka pengetahuan tentang hal ini diuraikan secara lengkap dalam buku Gastronomi Indonesia jilid 2.
Demikian pula uraian tentang kuliner Indonesia dan keunggulan hidangan Indonesia. Dengan demikian serba singkat dan padat buku ini seharusnya telah memberikan gambaran tentang betapa lebar dan luasnya pembicaraan tentang gastronomi Indonesia. Semoga kehadiran buku ini bermanfaat bagi pembacanya.
4. Mudahnya Bertanam Buah di Pekarangan – Ir. Wijaya, M. S. & Trias Qurnia Dewi, S. P.
Mau bertanam buah, tetapi punya pekarangan yang sempit? Ternyata kamu tetap punya kesempatan menanam buah dalam lahan sempit, lho. Gunakan pekarangan yang kamu miliki dan nikmati keuntungan ganda dari bertanam buah di pekarangan.
Buku ini menyajikan secara lengkap informasi tentang tanaman buah apa saja yang cocok ditanam di pekarangan, yang kamu miliki, sesuai dengan kondisi ketinggian tempat tinggal dan syarat tumbuhnya. Selain itu, buku ini juga menjelaskan budidaya menanam buah di pot dan lahan pekarangan secara langsung dengan tetap memperhatikan keindahan pekarangan.
Jangan khawatir, bahasan terkait teknik perawatan dan pemberantasan hama penyakit yang sering menyerang juga akan dijelaskan dalam buku ini. Selamat mencoba!
5. Teknik Hidroponik untuk Pemula – Ir. Jimmy Halim & N. S. Budiana
Hidroponik kini telah menjadi gaya hidup bercocok tanam di perkotaan yang dikenal dengan urban farming. Seiring dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat, budidaya ala teknik hidroponik juga dapat menjadi solusi masalah ketahanan pangan. Hidroponik memungkinkan kita untuk bercocok tanam di mana saja, bahkan di dalam ruangan alias indoor. Kelebihan hidroponik antara lain bersih, tidak tergantung musim, bebas hama, perawatan mudah, serta memiliki unsur dekoratif dan estetika. Hidroponik pun bisa dimulai dengan instalasi yang sederhana, murah, dan praktis.
Saat ini, dikenal 6 teknik dasar hidroponik, yaitu sistem sumbu (wick system), ebb and flow, irigasi tetes (drip irrigation), rakit apung (floating system), nutrient film technique (NFT), dan aeroponik (aeroponics). Tidak hanya tanaman sayuran; tanaman buah, herbal, dan bunga juga bisa ditanam secara hidroponik. Dengan perawatan intensif, hasil panen hidroponik dapat bermutu tinggi.
Buku ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai teknik hidroponik yang praktis dan mudah diaplikasikan untuk pemula. Pembahasannya dimulai dari pengenalan teknik, prinsip kerja, jenis tanaman yang cocok, perakitan instalasi, ragam pilihan media tanam, dan tips pemeliharaan dari setiap teknik.
Ingin tahu teknik mana yang sesuai dengan keinginan kamu? miliki buku ini segera!
Di berbagai budaya tropis, buah sukun diolah menjadi aneka hidangan seperti kari, sup, atau makanan penutup. Selain itu, buah sukun memiliki nilai ekonomi yang signifikan, terutama sebagai bahan pangan dan produk industri rumah tangga.
Buah sukun merupakan tanaman serbaguna dengan banyak manfaat dan keunikan. Selain menjadi sumber pangan yang bergizi dan berkelanjutan, sukun juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan berpotensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut. Baik dalam konteks kesehatan, kuliner, maupun ekonomi, sukun menawarkan banyak keuntungan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Dengan demikian, pengembangan dan pemanfaatan sukun secara optimal dapat berkontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan ekonomi.
Jadi jangan ragu untuk mencoba dan menikmati rasa khas dari buah sukun.