Suka Duka Tawa: Ketika Panggung Komedi Menjadi Sarana Pelepas Trauma yang Tak Pernah Dibicarakan

Stand up comedy menjadi bentuk pertunjukan yang kian digemari dalam periode dasawarsa ini. Dengan konsep komedi tunggalnya, bentuk komedi ini menawarkan patahan-patahan tawa yang lahir dari sebuah tulisan dengan rumusan jenaka yang terkonsep, atau yang biasa disebut sebagai materi.

Sumber materi tentulah beragam. Akan tetapi, ada satu konsep yang dipercaya manjur, bahwa semakin dekat materi itu dengan pembawanya, maka akan semakin bagus. Dengan itu, materi komedi yang dibawakan juga akan terasa lebih jujur dan no guilt untuk ditertawakan. Malahan, ini juga bisa berarti sebuah tanda kedewasaan atau berdamai dengan peristiwa yang telah berlalu.

Berangkat dari premis inilah, film debut Aco Tenriyagelli memperkenalkan kita pada Tawa, seorang komika perempuan yang menjadikan pengalaman hidupnya sebagai sumber humor. Materi yang ia bawakan lekat dengan masa lalu, terutama relasinya dengan sang ayah—lengkap dengan nuansa khas “Bapak gue tuh ya!” yang akrab di telinga penonton stand up comedy Indonesia.

Kedengarannya menarik, ya, Grameds? Kalau kamu penasaran seperti apa luka yang diolah menjadi tawa, yuk kita telusuri lebih jauh kisah Suka Duka Tawa ini!


Seperti Apa Sinopsisnya?

Tawa adalah seorang komika muda yang tengah menanjak popularitasnya. Materi stand up-nya banyak bersumber dari kisah pahit masa kecil, termasuk relasinya dengan sang ayah, Pak Keset—seorang pelawak senior yang pernah menelantarkannya. Ironisnya, ketika karier Tawa melesat berkat kisah tersebut, kehidupan Pak Keset justru kian terpuruk.

Pertemuan kembali antara ayah dan anak ini membuka ruang yang tak pernah benar-benar mereka miliki sebelumnya. Demi membantu Tawa, Pak Keset rela membuka sisi hidupnya yang selama ini disembunyikan. Perlahan, hubungan yang sempat retak mulai mencair, menghadirkan perspektif baru bagi Tawa tentang sosok ayah yang selama ini hanya ia kenal lewat luka.

Di tengah proses itu, Tawa tidak berjalan sendirian. Ia dikelilingi sahabat-sahabat yang absurd, kocak, dan setia menemani—teman seperjuangan yang tahu caranya tertawa bersama, bahkan saat hidup terasa berat. Dari merekalah, Tawa belajar bertumbuh, menemukan keberanian, dan mengolah luka menjadi sesuatu yang bisa dibagikan kepada banyak orang.


Baca juga: Saat Restu, Agama, dan Waktu Menguji: Ke Mana Cinta Akan Berlabuh? Temukan Jawabannya dalam Patah Hati yang Kupilih!


Mengangkat Isu Fatherless Melalui Panggung Stand-Up Comedy

Suka Duka Tawa menyoroti isu fatherless yang dilempar ke panggung komedi. Alih-alih menjadikannya drama yang berat, film ini memilih tawa sebagai pintu masuk untuk membicarakan absennya figur ayah dan dampaknya terhadap proses tumbuh seorang anak.

Relasi Tawa dan Pak Keset tidak digambarkan hitam-putih. Ada amarah, kecewa, rindu yang tertahan, serta keinginan untuk dipahami—semuanya hadir berdampingan. Stand up comedy menjadi ruang aman bagi Tawa untuk mengungkapkan emosi yang tak pernah tersampaikan secara langsung.

Di sinilah komedi berfungsi lebih dari sekadar hiburan. Ia menjadi medium refleksi, bahkan terapi. Lewat tawa, penonton diajak melihat bahwa luka keluarga bisa dihadapi tanpa harus selalu dibungkus dengan kesedihan semata.

Baca Artikel Lainnya di Sini!


Siapa Aja Cast-nya? Ini Dia!

Berikut ini deretan nama yang akan menghiasi panggung Suka Duka Tawa di bioskop nantinya:

Rachel Amanda sebagai Tawa

Teuku Rifnu Wikana sebagai Keset

Marissa Anita sebagai Cantik

Myesha Lin sebagai Tawa kecil

Bintang Emon sebagai Iyas

Enzy Storia sebagai Adin

Arif Brata sebagai Nasi

Gilang Bhaskara sebagai Fachri

Nazira C. Noer sebagai Anggung

Mang Saswi sebagai Japon

Abdel Achrian sebagai Santos


Duka, Tawa, dan Bacaan Lainnya!

Nah, kalau kamu merasa bahwa konten dalam Suka Duka Tawa merupakan satu hal yang kamu banget, kamu bisa banget menemukan irisannya dengan nuansa serupa dalam buku-buku di bawah ini!

1. Dia, Ayahku? – Azila Khairunnisa

Temukan Di Sini!

Tidak semua ayah menjadi cinta pertama bagi anaknya. Bagi Amel, ayahnya adalah luka pertama yang sangat membekas. Ketika keluarga mereka hancur, ia hanya memiliki kebencian untuk ayah yang pernah dianggapnya sebagai pahlawan.

Namun, di tengah rasa sakit yang tak kunjung reda bahkan saat Amel beranjak dewasa, muncul rahasia yang selama ini terpendam. Bahwa sang ayah yang selama ini dibencinya, memiliki cinta yang luar biasa untuk Amel, belum lagi ia akhirnya bertemu sang ayah dalam kondisi yang memprihatinkan.Bagaimanakah akhir dari pencarian Amel terhadap ayahnya? Akankah dia menemukan akhir cerita bahagia dengan mengakui bahwa; Dia adalah Ayahku?


2. Seribu Wajah Ayah – Nurunala

Temukan Di Sini!

Malam ini, kamu dipaksa untuk menengok ke belakang sampai lehermu pegal. Kamu dipaksa untuk berkejar-kejaran dengan waktu untuk kembali memunguti potongan masa lalu.

Beragam ekspresi wajah ayahmu seketika hadir membayang: bahagia, sedih, bangga, marah, murung, kecewa, dan aneka ekspresi lain yang kamu terlalu lugu untuk mendefinisikannya. Meskipun begitu, kamu yakin betul, masih banyak wajah yang ia sembunyikan di hadapanmu.

Juga, yang tak benar-benar kamu perhatikan karena kamu terlalu asyik dan sibuk dengan duniamu. Ada sesal di sana, tentang ketulusan yang kamu campakkan. Tentang rindu yang dibawa pergi. Tentang budi yang tak sempat—dan memang tak akan pernah—terbalas. Seribu wajah ayah sekalipun yang kamu kenang dan ratapi malam ini, tak ‘kan pernah mengembalikannya.

Buku Seribu Wajah Ayah mengajak pembaca untuk merefleksikan kasih orang tua kepada anaknya. Di balik kasih orang tua, terdapat pengorbanan yang dilakukan orang tua agar dapat memberikan kehidupan yang bahagia bagi anak-anak. Selain merefleksikan, buku ini juga mengajak pembaca untuk bersyukur atas orang-orang tersayang yang Tuhan hadirkan di dalam hidup kita.


3. Furiously Happy – Jenny Lawson

“Orang-orang dengan depresi berat sebenarnya sudah mengembangkan kemampuan untuk mengalami emosi yang ekstrem, sehingga mereka mungkin dapat mengalami kegembiraan yang ekstrem dengan cara yang mungkin tidak akan pernah dimengerti oleh `orang normal`. Dan itulah yang dimaksud dengan furiously happy. Gembira secara gila-gilaan.”

Temukan Di Sini!

Furiously Happy adalah sebuah memoar humor yang diwarnai dengan tragedi dan pengalaman ajaib Jenny Lawson (bersahabat dengan rakun mati, dikejar sekawanan angsa, dan perjuangan memeluk koala). Dia merefleksikan diri dari pengalamannya berjuang dengan depresi berat dan sejumlah penyakitnya, serta bagaimana hal itu justru menuntunnya untuk menjalani hidup sepenuhnya. Selain menarik bagi para penggemar sejati Jenny, Furiously Happy juga dinikmati banyak orang.

Buku ini dibuat untuk orang-orang di luar sana yang berjuang melawan depresi dan penyakit mental, baik diri mereka sendiri atau anggota keluarga mereka. Namun, meski berbicara tentang depresi dan penyakit mental, buku ini—jauh di dalamnya—adalah tentang kegembiraan. Dan siapa yang tidak menginginkan secuil kegembiraan?


4. Si Bungsu dan Luka – Ultramen Kirana

Temukan Di Sini!

Lavanya Elea Georgani gadis yang dikenal sangat ceria ternyata menyimpan banyak luka di hidupnya, keluarga yang seharusnya menjadi tempat pulang justru malah menjadi pencipta segala luka dan trauma yang Lavanya punya. Kasih sayang yang seharusnya Lavanya dapatkan, menghilang seperti terbawa arus ombak. Bahkan hinaan sudah menjadi musik sehari-hari bagi Lavanya, marga keluarga yang ada di belakang namanya sudah tidak boleh digunakan lagi. Karena keluarganya menganggap Lavanya adalah orang asing bagi mereka.

Uang yang begitu berlimpah tetap saja tidak menjamin kebahagiaan bagi Lavanya, anak bungsu yang biasanya paling dimanja justru harus melawan semuanya sendirian. Semua anggota keluarga mengeluh kepada si bungsu, lalu si bungsu harus mengeluh pada siapa? Badai sudah terlalu lama menerpa Lavanya lantas kapan pelanginya akan datang?


5. Mereka Bilang, Saya Monyet! – Djenar Maesa Ayu

Temukan Di Sini!

Buku Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu menjadi sebuah karya yang langsung merebut perhatian pembaca sejak pertama kali diterbitkan. Temanya yang berani, dengan cara bercerita yang lugas dan eksploratif membuat karya Djenar Maesa Ayu ini banjir pujian. Tulisan Djenar Maesa Ayu yang begitu berani dalam mengungkapkan apa yang dirasa ini dibuat dengan gaya bahasa yang unik. Penuh diksi dan imajinatif. Melibatkan perasaan dan latar belakang kehidupan yang bebas. Khas kehidupan malam yang dikenal dengan bagaimana hingar-bingarnya.

Penggambaran sosok monyet yang merupakan bahasa metafora yang ingin ditonjolkan bahwa manusia hendaklah bertindak layaknya manusia. Tidak seperti binatang, yang tidak bisa berpikir mana yang benar dan mana yang salah. Tidak seperti binatang, yang hanya menuruti nafsu tanpa banyak pertimbangan. Tidak juga seperti binatang, yang tidak akan pernah puas dengan apa yang sudah ada di hadapannya.


Pada akhirnya…

Komedi sering menjadi cara paling jujur untuk meluapkan emosi yang lama mengendap. Dalam Suka Duka Tawa, panggung stand up comedy menjadi medium Tawa untuk menyuarakan kekesalannya pada Keset—bapaknya—sekaligus upaya untuk berdamai.

Rasa sebal yang terakumulasi perlahan diolah menjadi lelucon. Luka yang semula menekan, diubah menjadi tawa yang bisa dibagikan. Barangkali di situlah kekuatan utamanya, ketika cerita personal mampu menjelma menjadi pengalaman kolektif.

Jadi, Grameds, kalau kamu penasaran seberapa jujur dan selucunya materi Tawa di layar lebar, Suka Duka Tawa siap disaksikan mulai 8 Januari 2026 di bioskop Indonesia.


Baca juga: Eternity: Dilema Cinta di Persimpangan Hidup Menuju Keabadian


✨ Oya, jangan lupa juga buat dapetin penawaran spesial dari Gramedia! Cek promonya di bawah ini agar belanja kamu jadi lebih hemat! ⤵️

Temukan Semua Promo Spesial di Sini!