Pikiran, cerita, dan gagasan tentang buku dengan cara yang berbeda.

Pesan Sapardi Djoko Damono, Antara Film Adaptasi dan Bukunya

Pesan Sapardi Djoko Damono, Antara Film Adaptasi dan Bukunya

Adaptasi sebuah novel menjadi film layar lebar bukan hal asing lagi di Indonesia. Dalam perkembangannya, tak cuma novel dengan kisah cinta remaja saja yang difilmkan. Bahkan karya sastra dari sastrawan ternama seperti Sapardi Djoko Damono pun menjadi salah satu yang difilmkan. Karya yang difilmkan tersebut berjudul Hujan Bulan Juni.

Secara pribadi, Sapardi Djoko Damono merasa tidak keberatan dengan film adaptasi dari hasil karyanya. Penulis 78 tahun itu justru senang. Sambil bergurau, dia mengatakan, tentu mendukung selama ikut dapat untung dari pembuatan film tersebut.

SAPARDIDJOKODAMONO
Sapardi Djoko Damono dan penggemarnya di acara The Reader Fest. (Dok Gramedia.com)

"Biasanya kan produser juga lihat dulu, bukunya laris atau enggak, kalau buku yang laris pasti yang dibuat film, karena kan yang baca buku juga mau nonton filmnya. Kalau ada produser yang datang ke saya (untuk mengadaptasi buku jadi film), saya senang sekali, saya dibayarkan, kalau dibayar ya sudah," ungkapnya seraya tertawa saat mengisi acara The Reader Fest yang diselenggarakan Gramedia.com baru-baru ini.

Tapi bagaimana jika kemudian film hasil adaptasi tersebut dibandingkan dengan cerita di bukunya? Nah, untuk pertanyaan yang satu ini, sastrawan yang juga akrab disapa SDD ini memberikan pernyataan tegas. Dia mengatakan, untuk tidak sekali-kali membandingkan hasil karya seni yang jenis wahana atau medianya berbeda.

"Buku dan film itu berbeda, buku adalah jajaran kata-kata di atas kertas, film itu adalah gambar bergerak, ya nggak mungkin sama," tuturnya.

SDD kemudian sedikit membahas salah satu karyanya yang berjudul Alih Wahana. Di buku itu, ia membahas tentang perubahan bentuk sebuah buku menjadi media dan karya seni lainnya, baik itu menjadi drama, komik, ataupun film.

SAPARDIDJOKODAMONO
Sapardi Djoko Damono saat meluncurkan buku puisi terbarunya yang berjudul Perihal Gendis. (Dok Gramedia.com)

"Jadi kalau Anda baca buku saya, Alih Wahana, Anda akan tahu itu. Itu alasan saya menulis buku itu. Setiap karya sastra dipindah menjadi bentuk lain, komik atau film mesti berubah. Dunianya berubah. Kalau mau membandingkan film ya dengan film, jangan dengan novelnya. Kalau dengan novelnya nggak akan nyambung," begitu ucapnya.

Menurut Sapardi Djoko Damono semua akan diubah sesuai dengan porsinya, sesuai dengan target penonton, meski nantinya harus berbeda dengan bukunya.

"Sekarang kan mau ada film dari buku Pramoedya Ananta Toer, bingung itu pasti yang bikin film, ini buku sangat serius siapa yang mau nonton. Maka dibuat yang sesuai. Itu lah yang terjadi dengan Hujan di Bulan Juni (saat difilmkan)," lanjutnya lagi.

Karena itu, penulis buku Perihal Gendis itu tak keberatan jika karyanya yang lain kembali diangkat menjadi film layar lebar. Bahkan dia sendiri membocorkan bahwa akan ada karya lainnya setelah Hujan Bulan Juni yang akan diangkat ke layar lebar.

"Saya sudah menyerahkan, salah satu atau dua mudah-mudahan dibuat film. Salah satunya sajak Sepasang Sepatu Tua. Kapannya, saya nggak tahu, itu tergantung yang buatnya," tutup Sapardi Djoko Damono.


Buat yang jadi penasaran dengan buku Alih Wahana, bisa langsung dipesan ya di Gramedia.com. Biar lebih paham tentang film yang diadaptasi dari karya sastra.


Enter your email below to join our newsletter