“Nero Fiddled While Rome Burned”

Dua puluh tahun berlalu, sejak Asia dilanda krisis moneter yang merontokkan kesombongannya sebagai “Keajaiban Ekonomi Abad 20”. Waktu itu kita sedang berada di puncak kejayaan ekonomi. Namun tanpa disadari, semua itu dapat berubah dalam sekejap. Kita terhempas dari puncak masa keemasan ke jurang ekonomi terdalam, bahkan nyaris menjadi negara gagal.

Oktober 1987 Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi akibat hancurnya nilai minyak dan kejadian Black Monday, yang merontokkan pasar saham dunia. Setahun kemudian, Menteri Keuangan JB Sumarlin, mengeluarkan PAKTO 88 (Paket Oktober 88), yang memberi keleluasaan kepada pengusaha untuk membuka bank asal memenuhi persyaratan modal. Idenya adalah menarik dana dari golongan menengah dan kaya yang saat itu belum menyimpan uangnya di bank.

Bank pun bermunculan, cabang terus dibuka di mana-mana, promo bunga dan hadiah berhamburan. Dana dalam jumlah sangat besar yang semula tersimpan di bawah bantal, waktu itu mulai masuk ke sistem perbankan. Para pemilik bank akhirnya punya akses terhadap megadana tersebut; dari yang awalnya kesulitan finansial, kini kesulitan akibat terlalu banyak dana. Awalnya, para pemilik bank memakai dana itu untuk mendanai core business mereka. Akibat sistem pengawasan perbankan yang belum sebaik saat ini, selanjutnya mulai terjadi penggunaan dana tersebut untuk bisnis lainnya secara sembrono. Apalagi dengan adanya reformasi pasar keuangan tahun 1989, yang memungkinkan investor asing memiliki saham lokal hingga 49%. Dana asing maha besar pun masuk ke bursa saham.

Muncullah waktu itu sebuah resep cepat kaya: pinjam dana bank sebanyak mungkin, buat bisnis baru, lakukan go public, maka hutangmu lunas, lalu pinjam lebih banyak lagi.

Pesta berlanjut, ekonomi terus naik ke langit. Dengan dana maha besar dari luar negeri, masalah yang dihadapi bukan lagi kekurangan uang, melainkan kekurangan bisnis. Pengembangan bisnis pun semakin ngawur, etika diabaikan, jual beli bisnis melalui hostile take over dengan meminjam tangan kekuasaan dijalankan, intrik makin kejam, korupsi pun meraja rela. Begitu kasar dan kotornya praktik KKN waktu itu, hingga muncul ungkapan:

Orang miskin bilang: besok makan apa?
Orang biasa bilang: besok makan di mana?
Orang kaya bilang: besok makan siapa?

Akan tetapi, tak ada pesta yang tak usai. Pada pertengahan 1997, George Soros sang spekulan kawakan melakukan serangan mematikan di hari ketika mayoritas utang Asia jatuh tempo, hingga runtuhlah “rumah kartu” bernama Asia.

Krisis pun berlanjut, berawal dari krisis moneter berupa kehancuran mata uang, hingga ke krisis sosial, dan berikutnya krisis politik, lalu berujung pada Kerusuhan 98, sebuah gegar sosial dan revolusi yang meruntuhkan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Dalam kondisi chaos tersebut, muncul para elit keuangan, dengan kecerdasan di atas rata-rata, koneksi sangat luas, dan akses terhadap sumber dana yang melimpah, turut menyelinap ke dalam kekacauan dan melakukan pembantaian. Mereka mengorganisir operasi penyelamatan tokoh penting, sekaligus melakukan hostile take over paling rumit dalam sejarah Indonesia. Operasi mereka sangat rapi, sehingga mereka selalu dipandang sebagai pahlawan di masa krisis, sementara para korbannya malah tampak sebagai penjahat.

Cover Buku Taipan - The Winner Takes It All

Taipan – The Winner Takes It All mengupas para elit keuangan yang pada akhirnya menjadi pemenang, mengambil keuntungan dari semua kejadian di tanah air. Sama seperti Nero yang bernyanyi dan berpesta di tengah kota Roma yang terbakar. Kelompok ini masih ada. Mungkin orangnya berbeda, tetapi semangatnya tetap sama. Mereka muncul lagi untuk menyelamatkan tokoh-tokoh penting dengan menciptakan kambing hitam dari kalangan tidak bersalah dan pada saat yang sama mereka melakukan pembantaian untuk mengambil aset-aset bagus dengan harga sangat murah. Sebuah kisah tentang ambisi dan korupsi yang dilatarbelakangi peristiwa bersejarah di Indonesia.

Penasaran? Langsung baca dengan beli bukunya di Gramedia.com!

Taipan - The Winner Takes It All

Beli dan Baca Sekarang

Taipan - Di Bawah Bayangan Papi - Buku 2 (Sekuel dari Taipan)

Beli dan Baca Sekarang

Taipan - Lahirnya Para Konglomerat Indonesia (Buku Pertama)

Beli dan Baca Sekarang

Spesial untuk kamu yang sudah baca artikel ini. Beli buku Taipan di Gramedia.com dapat diskon 20%. Beli sekarang dan gunakan vouchernya, yuk!

Klik untuk Dapatkan Vouchernya!


Sumber foto header: Dok. Elex Media Komputindo