Kita Pergi Hari Ini: Buku Terbaru Ziggy dan yang Lain dari Dunia Anak

Aku bilang ke Kakek Kia, sulit menemukan ‘kebenaran’ dalam kamus. Lalu, dia tampak sedikit sedih. Dan kata Kakek Kia, “Lebih sulit lagi menemukannya di dunia nyata.” -Novel Di Tanah Lada (halaman 210)

Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, salah satu penulis Indonesia yang memiliki ketertarikan khusus terhadap dunia anak-anak. Meski tidak pernah sekalipun melabeli dirinya sebagai penulis buku anak, namun dari beberapa bukunya, dia hampir selalu mengambil suara anak-anak sebagai suara dominan dalam karya-karyanya.

Penulis yang lahir di Bandar Lampung pada 28 tahun lalu ini telah menerbitkan lebih dari 25 buku fiksi. Sebelumnya, ia kerap memakai nama pena yang berbeda-beda. Hal ini karena ia belum nyaman ketika karyanya dibicarakan orang lain, dikenal sebagai penulis, dan sering merasa tidak nyaman jika kisah yang ia tulis dihubung-hubungkan dengan kehidupannya oleh orang-orang.

Novel Di Tanah Lada

Sebelum buku Semua Ikan di Langit yang memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016, ia menerbitkan novel Di Tanah Lada dengan memakai nama aslinya, dan dinobatkan sebagai pemenang kedua sayembara menulis novel Dewan Kesenian Jakarta 2014.

Dalam buku tersebut, Ziggy mengungkapkan bagaimana kekerasan dalam rumah tangga menjadi luka yang ajeg berdiam dalam benak kanak-kanak tokoh. Luka psikologis yang diderita dua tokoh Salva dan P, menapak begitu dalam di sanubari belia mereka. Derita psikologi sampai membuat mereka memandang hidup tanpa keyakinan utuh.

Hingga dalam benak Salva, si tokoh utama, tumbuh pesimistis untuk sulit menemukan ‘kebenaran’ dalam kamus. Namun lebih sulit menemukannya di dunia nyata.

Salva, gadis berusia 6 tahun, memiliki Papa yang gemar menyiksa dan bermain judi. Tinggal seatap namun disia-siakan seperti sampah. Tidak boleh tidur sekamar, dicaci, bahkan dikunci di kamar mandi.

Dalam benak Salva, tampang Papa memang seram. Mirip monster-monster atau raksasa, besar, gendut dan berwajah marah. -Novel Di Tanah Lada (halaman 210)

Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman dan teraman bagi anak berubah menjadi area berhantu dan menyeramkan bagi Salva. Maka sosok Kakek Kia, yang tampil sebagai pemeran pengganti ayah Salva, nengajarinya banyak hal, menjelaskan hal-hal baru, dan selalu menjadi rujukan Salva selain kamus Bahasa Indonesia yang selalu ditentengnya.

Hal unik yang sedari awal mencuri perhatian di novel ini adalah keberadaan kamus yang tidak pernah jauh dari sosok Salva. Diceritakan bahwa Salva sering kali tidak mengerti kata-kata yang diomongkan oleh orang dewasa.

Kepolosan dan keluguan tampak mendominasi tubuh novel. Seperti konyolnya Salva saat memandang pucuk Monas sebagai es krim, dan bertanya kepada Mama apa rasa es krim Monas. Tidak mendapatkan jawaban benar, maka Salva bertanya kepada Kakek Kia, dijawab seperti menjilat pagar besi.

Jadi, aku diam-diam menjilat pagar besi dan rasanya tidak enak. Sejak itu, aku berhenti berniat memakan monas. -Novel Di Tanah Lada (halaman 177)

Meskipun tampak polos, ada nganga luka di pikiran Salva dan P. Kekerasan dari ayah masing-masing, membuat keduanya beranggapan bahwa semua ayah di dunia ini kejam. Hanya mama, kakek, dan nenek yang baik. Hingga diam-diam mereka tidak pernah mau menjadi papa. Atau kalau ingin menjadi papa harus kejam dan keji seperti yang dicontohkan oleh kedua orang tuanya.

Kamu nggak perlu papa yang baik untuk bahagia. -Novel Di Tanah Lada (halaman 197)

Baca juga: Ini Dia Rekomendasi Buku Sastra Terpopuler Terbitan GPU


Novel Baru Ziggy, Kita Pergi Hari Ini

Novel terbaru Ziggy, Kita Pergi Hari Ini atau Tempat-Tempat Indah dalam
Mimpi-Mimpi Anak-Anak Baik-Baik
juga mengangkat kepolosan dan keluguan anak-anak untuk mengkritik banyak hal. Novel dengan menyoroti tokoh bernama Nona Gigi yang digambarkan sebagai Kucing Luar Biasa, yang membantu merawat tiga bersaudara, Mi, Ma, dan Mo ketika Bapak dan Ibu Mo keluar rumah mencari uang.

Lantas, mereka beserta Fifi dan Fufu selaku anak kembar tetangga baru, untuk ikut berpetualang mengunjungi tempat-tempat indah. Mereka berkelana ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa yang sangat luar biasa, bertemu dengan Kolonel Jagung, naik Kapal Air, bermain di Sirkus Sendu, dan lain-lain.

View this post on Instagram

A post shared by sastragpu (@sastragpu)

Tampak gemas dan lucu penuh petualangan sebagaimana novel anak. Sementara itu, sampul dan ilustrasi dalam buku ini juga buah karya Ziggy sendiri. Buku ini mengisahkan anak-anak yang pergi ke tempat-tempat indah, dalam mimpi-mimpi anak-anak baik-baik. Namun, sejatinya hal yang dikritik Ziggy terutama “hal-hal dewasa” di luar obrolan anak-anak sungguhlah kentara.

“Cukup banyak isu itu aku sentuh di dalam novel ini. Aku menggunakan sudut pandang anak-anak, jadi menyentil isu penting tapi dari sudut pandang anak-anak,” ujar Ziggy ketika soft launching novel Kita Pergi Hari Ini di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), 14 Oktober 2021 lalu.
View this post on Instagram

A post shared by sastragpu (@sastragpu)

Ada perkara stigma anak laki-laki dan anak perempuan yang berkembang di tengah masyarakat, ada eksploitasi binatang oleh manusia, juga bagaimana perbedaan kelas di tengah masyarakat. Sebuah kelindan isu yang tampak kontras dengan kegemasan sampul dan ilustrasi yang ada di buku.

Demikianlah kecerdasan Ziggy sebagai penulis. Selain menyusupkan isu-isu tersebut, Ziggy juga menyusun novel ini dengan kalimat yang unik sekaligus ajaib. Beberapa kata homonim ditubrukkan begitu saja, beberapa deskripsi “polos” ala anak-anak yang muncul, juga bagaimana catatan kaki fiktif yang menjadi pengalaman membaca yang baru.

Novel yang telah terjual hampir 1500 eksemplar, selama tidak lebih dari 24 jam pertama masa pra pesannya ini, tentu akan menghadirkan pengalaman membaca novel dengan suara anak-anak yang polos, tetapi juga meninggalkan gaung kuat.

Bahkan mungkin novel ini menjadi satu-satunya novel di Indonesia yang menggunakan alternatif judul, bukan sub judul. Ada dua judul di novel ini. Khusus untuk hal ini, Ziggy menyampaikan bahwa ini adalah keputusan setelah melakukan riset novel-novel klasik di tahun 1920-an.

“Itu sebenarnya dari hasil riset saya tentang penulis perempuan di tahun 1920-an. Di masa itu orang-orang sering menggunakan dua alternatif,” Ziggy menjawab ketika ditanya saat soft launching minggu lalu.
View this post on Instagram

A post shared by sastragpu (@sastragpu)

Novel Kita Pergi Hari Ini adalah sebuah hal langka sekaligus mejadi kesempatan membaca kisah Mi dan Ma dan Mo dan Fifi dan Fufu bersama Nona Gigi. Segera dapatkan bukunya di Gramedia.com atau langsung klik gambar di bawah ini.

Miliki Bukunya di Sini!

Jika kamu juga ingin mengikuti cerita Salva pada novel Di Tanah Lada, ada juga di bawah ini ya.

Miliki Bukunya di Sini!

Jangan lupa cek ini juga, ada bonus tambahan untukmu karena sudah membaca artikel ini hingga selesai. Ambil vouchernya sekarang dengan klik gambar di bawah ini!

Klik untuk Dapatkan Vouchernya!

Admin juga mau infoin untuk para #SahabatTanpaBatas. Saat ini kamu bisa menikmati banyak promo menarik di Gramedia.com. Klik gambar di bawah ini ya!

Temukan Semua Promo Spesial di Sini!

Saat ini belanja di Gramedia.com bisa dikirim dan diambil di beberapa toko Gramedia yang tersebar di Jabodetabek, lho. Belanja jadi makin asyik, tanpa ribet, hemat ongkir, dan cepat sampai rumah!


Penulis: Teguh Afandi - Editor Bidang Sastra Gramedia Pustaka Utama dan Tim Gramedia.com

Sumber foto header: Dok. Gramedia Pustaka Utama