Pikiran, cerita, dan gagasan tentang buku dengan cara yang berbeda.

Kenapa Pramoedya Ananta Toer Suka Bakar Sampah di Masa Tuanya?

Kenapa Pramoedya Ananta Toer Suka Bakar Sampah di Masa Tuanya?

Daya fisik Pramoedya Ananta Toer semakin berkurang di masa tuanya. Pendengarannya jadi kurang baik. Penglihatannya pun begitu, sehingga Pram jadi sulit untuk membaca. Sejak diserang stroke pada 2000, kondisi fisiknya memang terus menurun. Setelah itu, Pram mengaku tidak bisa dan tidak ingin lagi menulis. Rutinitas harian yang selalu dilakoninya setiap hari adalah membakar sampah.

Dalam artikel wawancara yang terbit di edisi perdana Majalah Playboy Indonesia pada 7 April 2006 (tiga minggu sebelum Pram meninggal dunia), penulis Tetralogi Buru ini mengungkapkan alasannya membakar sampah. "Ada kenikmatannya, aku bisa bilang: "lihat, aku bisa hancurkan kau!" Pramoedya tertawa saat mengatakan itu.

Alasannya membakar sampah mengingatkan kita pada sejumlah naskah Pram yang musnah dibakar tentara, tak lama setelah ia diringkus tentara pasca peristiwa 30 September 1965. Naskah-naskah tersebut, antara lain Panggil Aku Kartini Sadja jilid III dan IV, Sedjarah Bahasa Indonesia. Satu Pertjobaan, dua jilid terakhir trilogi Gadis Pantai, dan Wanita Sebelum Kartini.

Bukan cuma naskah, seluruh isi perpustakaan pribadi Pram juga musnah dibakar tentara. "Mereka membakar perpustakaan saya serta semua dokumen yang ada. Pada saat itu belum ada mesin fotokopi, jadi semua naskah dan dokumen diketik. Semua hilang musnah," ujar Pram dalam buku Saya Terbakar Amarah Sendirian! (2006).

Rutinitas harian Pram bukan cuma bakar sampah. Penulis kelahiran 6 Februari 1925 ini juga rajin membuat kliping berita koran bertema geografi.

"Pagi biasanya setengah lima saya bangun. Masih sepi semua dan belum tentu ada kopi. Saya nempel-nempel kliping. Sudah ada delapan meter mungkin kliping. Jadi nanti kalau orang cari apa-apa, klipingnya sudah disusun menurut abjad," kata Pram, seperti dikutip Majalah Playboy Indonesia.

Pramoedya
Pramoedya dari Dekat Sekali karya Koesalah Soebagyo Toer

Di usia senjanya, Pram tinggal di rumahnya yang asri di daerah Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat. Rumah ini merupakan hasil dari royalti bukunya yang sudah diterjemahkan ke 42 bahasa. Selain bakar sampah dan mengkliping koran, mengutip Majalah Playboy Indonesia, apa lagi yang dilakukan Pram setiap harinya?

Ia menjawab, "Jalan. Mondar-mandir. Membetulkan cabang-cabang yang nggak perlu, dibabat. Saya senang di sini, nggak terganggu keributan kota. Melihat ke sana lihat rumput, lihat kolam ikan, kolam renang. Nggak ada keinginan apa-apa lagi."


Sumber foto header: CNN Indonesia


Enter your email below to join our newsletter