Dibintangi Oka Antara, Film Tak Ada yang Gila di Kota Ini Kompetisi di Busan

Dibintangi Oka Antara, Film Tak Ada yang Gila di Kota Ini Kompetisi di Busan

Cerpen Tak Ada yang Gila di Kota Ini karangan Eka Kurniawan akan makin terpapar ke masyarakat setelah film pendek adaptasinya berhasil menembus Busan International Film Festival (BIFF) ke-24. Film arahan sutradara Wregas Bhanuteja ini bakal berkompetisi dan world premiere dalam program Wide Angle: Asian Short Film Competition pada salah satu festival film terbesar di Asia tersebut yang berlangsung pada 3-12 Oktober 2019.

Dengan diperkuat jajaran aktor ternama, seperti Oka Antara (Mencari Hilal, Aruna dan Lidahnya) sebagai pemeran utama, film pendek produksi Rekata Studio ini juga telah membuat penasaran orang-orang, baik yang belum maupun sudah membaca cerpennya. "WOW EKA KURNIAWAN + OKA ANTARA," tulis akun @megaticita. Sementara pengguna Twitter lainnya, @OMIIKK, mencuit, "Wregas bhanuteja dan oka antara. Aku harus menonton perpaduan ini."

Aktor
Oka Antara berperan sebagai Marwan dalam film pendek "Tak Ada yang Gila di Kota Ini". (Foto: Rekata Studio)

Wregas sendiri bukan sineas baru dalam perfilman Indonesia. Film-film pendek karya lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini telah berkompetisi di sejumlah festival film bergengsi dunia dan menggondol penghargaan penting. Sebut saja Prenjak yang menang sebagai film pendek terbaik dari 55th Semaine de la Critique, Cannes Film Festival 2016. Atau, Lembusura yang masuk kompetisi Berlin International Film Festival (Berlinale) 2015.

Dalam film Tak Ada yang Gila di Kota Ini, Wregas memilih Oka Antara untuk memerankan karakter utama, Marwan. Seperti cerpennya, Marwan bersama dua rekannya ditugaskan oleh sang bos hotel untuk mengangkuti Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang masih berkeliaran di jalan dan dibuang ke hutan. Sang bos tidak ingin mereka mengganggu turis dan merusak wajah kota. Akan tetapi, Marwan ternyata punya agenda rahasia.

“Pertama kali saya melihat performa Oka Antara adalah perannya sebagai Rasus dalam film Sang Penari karya Ifa Isfansyah. Di Jawa, ada istilah mendhem (artinya memendam). Itulah yang saya lihat dari wajah dan sorot mata Oka dalam film tersebut. Nuansa mendhem ini saya butuhkan untuk memenuhi karakter Marwan yang memendam dan menyembunyikan kompleksitasnya di belakang kepalanya saja," jelas Wregas, dalam keterangan tertulis yang diterima Gramedia Blog.

Menurut sutradara berusia 26 tahun ini, Marwan tidak menunjukkan kompleksitas pikiran dan perasaannya di depan orang lain karena adanya berbagai kepentingan. "Untuk itulah saya memilih Oka, dan nuansa memendam tersebut saya jadikan dorongan utama untuk kami berdua mengeksplorasi laku,” lanjut Wregas.

Buku
Buku kumpulan cerpen Cinta Tak Ada Mati terbit pada 2018.

Oka pun merasa klop dengan kisah film Tak Ada yang Gila di Kota Ini dan visi yang diusung Wregas. Ia menilai skenario film yang berdurasi 20 menit ini memiliki keunikan dan jarang ditemuinya dalam film panjang. Bagi aktor berusia 38 tahun ini, cerita Tak Ada yang Gila di Kota Ini hanya bisa diwujudkan melalui film pendek.

"Dan ketika tahu director-nya Wregas, karena saya pernah menonton film Prenjak, jadi saya merasa delivery-nya pasti akan sesuai. Sebab, karya yang dipilih oleh sutradara juga harus sesuai dan melengkapi film-film dia lainnya. Saya tahu Wregas pasti punya metafora-metafora yang bisa disampaikan ke penonton,” ungkap Oka.

Warna akting dalam film ini makin kuat karena adanya akting Pritt Timothy sebagai bos hotel. Selain mencuri perhatian berkat aktingnya sebagai Pak Agung dalam film laris Gundala, aktor teater ini sebelumnya juga memperkuat film Sang Kiai dan Moonrise Over Egypt. Film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini juga dibintangi oleh Sekar Sari (Siti, Doremi & You) dan Kedung Darma Romansha (Nyai, Perburuan).

Karakter-karakter yang dilakoni Oka dan Pritt memainkan peranan penting dalam plot film Tak Ada yang Gila di Kota Ini. Keduanya merepresentasikan orang yang mempunyai kuasa dan orang yang tidak memiliki kuasa akan dirinya. Perkara kuasa ini memang menjadi alasan Wregas dalam memilih cerpen Tak Ada yang Gila di Kota Ini untuk difilmkan.

Aktor
Pritt Timothy berperan sebagai bos hotel. (Foto: Rekata Studio)

“Saat membacanya, saya merasakan emosi kemarahan yang sama terhadap suatu hal, yakni kuasa. Di mana orang yang memiliki power yang lebih, akan menindas orang yang lebih lemah untuk memuaskan hasrat (pleasure) pribadinya. Yang di bawahnya, akan menindas yang di bawahnya lagi, dan yang paling tidak berdaya adalah orang yang sama sekali tidak memiliki kuasa, bahkan kuasa akan dirinya,” kata Wregas, juga menulis skenario film pendek ini bersama Henricus Pria.

Adapun bagi Adi Ekatama, produser dari Rekata Studio, berharap film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini bakal memicu produksi film Indonesia maupun film internasional yang mengadaptasi cerpen atau novel karya penulis Indonesia dari genre yang beragam.

Cerpen Tak Ada yang Gila di Kota Ini sendiri telah diiterbitkan dalam buku Cinta Tak Ada Mati karangan Eka Kurniawan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2018. Sebelumnya, Eka sudah melahirkan novel-novel ternama yang telah diterjemahkan ke puluhan bahasa, seperti Cantik itu Luka, Lelaki Harimau, dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.

Dalam BIFF ke-24 ini, film Tak Ada yang Gila di Kota Ini akan bersaing dengan sembilan film pendek dari berbagai negara Asia lainnya dalam Wide Angle: Asian Short Film Competition. Pada tahun ini, BIFF akan memutar sekitar 303 film dari 85 negara di 37 layar bioskop di Kota Busan, Korea Selatan.


Sumber foto header: Rekata Studio


Enter your email below to join our newsletter