Pikiran, cerita, dan gagasan tentang buku dengan cara yang berbeda.

Sapardi Djoko Damono dan 5 Karya Terbaiknya untuk Literasi Indonesia

Sapardi Djoko Damono dan 5 Karya Terbaiknya untuk Literasi Indonesia

Buku Karya Sapardi Djoko Damono - Nama Sapardi Djoko Damono tentu sudah melekat baik di hati para penikmat puisi. Pujangga kelahiran Solo, 20 Maret 1940 ini sesungguhnya memang patut dijadikan panutan dalam kancah literasi Indonesia, sebab begitu banyaknya penghargaan dari dalam dan luar negeri yang ia tuai.

Sapardi Djoko Damono atau kini biasa disebut dengan SDD, tidak hanya dikenal melalui puisi-puisinya yang telah banyak dialihbahasakan. Ia juga telah menerbitkan sejumlah buku puisi, esai, fiksi, bahkan menerjemahkan karya sastra sejak 1969.

Senja usianya saat ini terbilang rentan untuk terkena penyakit khas orang tua, pikun. Tapi Sapardi tidak ingin membiarkan hal itu melanda dirinya, sebab itulah ia tetap menulis biarpun itu sedang pukul 3 dini hari.

Dan berikut inilah 5 buku terbaik karya Sapardi Djoko Damono versi Gramedia.com.

1. Hujan Bulan Juni

Hujan Bulan Juni merupakan salah satu novel trilogi dari Sapardi yang paling banyak diburu. Manis-getir kisah Sarwono dan Pingkan dituangkan begitu penuh makna oleh Sapardi. Hujan Bulan Juni tidak berhenti tenar sampai kumpulan kata, tapi juga dilirik untuk diadaptasi ke layar lebar, yang dengan apik diperankan oleh Adipati Dolken dan Velove Vexia.

Sebelum beralih menjadi novel, Hujan Bulan Juni terlebih dahulu terbit merupa kumpulan puisi, yang kemudian juga disisipkan ke dalam novel bersama dengan Sarwono untuk Pingkan, kekasihnya.

Kumpulan puisi Hujan Bulan Juni telah dialihbahasakan ke dalam empat bahasa yaitu Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.

2. Yang Fana Adalah Waktu

Bicara soal trilogi Hujan Bulan Juni, kisah Sarwono dan Pingkan usai dalam Yang Fana Adalah Waktu, setelah sebelumnya dijembatani oleh Pingkan Melipat Jarak.

Saat Yang Fana Adalah Waktu terbit, peluncuran bukunya diwarnai oleh pembacaan sajak oleh sang pujangga, dan musikalisasi puisi dari sajaknya yang dibawakan oleh Arini Kumara, Umar Muslim, dan Tatyana Soebianto.

Begitu apiknya trilogi ini dikisahkan oleh Sapardi hingga mendapatkan penghargaan dalam Anugerah Buku ASEAN 2018 di Malaysia, sebab dinilai sebagai karya sastra dengan mutu tinggi oleh para panel penilai profesional.

3. Duka-Mu Abadi

Pada 2017 lalu, bertepatan dengan usianya yang menginjak 77, Sapardi tidak melewatkan kesempatan untuk merayakannya dengan menerbitkan tujuh buku sekaligus, yaitu satu novel dan enam kumpulan puisi; Pingkan Melipat Jarak (novel kedua dari Trilogi Hujan Bulan Juni), Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, Kolam, Namaku Sita, Duka-Mu Abadi, dan Ayat-ayat Api.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Keenam buku kumpulan puisi ini mulanya sudah pernah terbit, dan kini mereka lahir kembali. Duka-Mu Abadi, yang berisi 43 puisi Sapardi pada tahun 1967-1968 menjadi salah satu yang paling diminati. Buku ini pun hadir dengan cd yang berisikan musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Sapardi.

4. Bilang Begini, Maksudnya Begitu

Lewat buku ini Sapardi sukses mencitrakan diri bahwa ia bukan sekadar pujangga yang pandai bermain kata, namun juga persona yang ingin mengajak mereka di luar sana yang belum dekat dengan sastra. Dalam puisi, bunga belum tentu kembang, biru belum tentu warna.

Hal inilah yang yang membuat Sapardi ingin menghadirkan buku untuk membuat pembacanya lebih dapat mengapresiasi puisi, selurus makna yang disampaikan penyair.

Buku ini merupa ajakan yang menyertakan contoh juga penjelasan, untuk mengerti ‘gaya’ yang seringkali digunakan oleh para penyair dalam ber-rima.

5. Manuskrip Sajak Sapardi

Pada 2017 lalu, Manuskrip Sajak Sapardi juga lahir mewarnai kebutuhan literasi Indonesia. Buku ini disebut-sebut sebagai harta karun yang berharga. Di dalamnya terdapat corat-coret sajak Sapardi semasa muda hingga dewasa. Buku ini dirancang serupa album kolase gambar yang dibagi dalam periode tahunan, sejak 1958 sampai 1968, juga 1970-an.

Lain di sketsa lain di buku. Dalam Manuskrip Sajak Sapardi kita dapat melihat sajak-sajak indah Sapardi yang spontan, mengalir apa adanya, sebelum lahir dalam bentuk buku. Sapardi berharap, artefak ini untuk bisa menjadi bahan studi dalam pembelajaran sastra.


Itu dia 5 karya terbaik dari Sapardi Djoko Damono. Penasaran dengan buku-buku lainnya? Cek di Gramedia.com ya!

Baca juga artikel lainnya juga :


Header image source: Detik.com


Meutia Ersa Anindita

Meutia Ersa Anindita

Content Writer for Gramedia.com

Enter your email below to join our newsletter