Pikiran, cerita, dan gagasan tentang buku dengan cara yang berbeda.

Buat Kamu yang Suka Fabel, Tonton 5 Film Keren Ini

Buat Kamu yang Suka Fabel, Tonton 5 Film Keren Ini

Fabel merupakan cerita mengenai watak dan budi manusia yang pelakunya seringkali diperankan oleh binatang. Di dalam narasinya selalu memuat pendidikan soal moralitas dan budi pekerti. Selain binatang, fabel juga menampilkan tanaman dan makhluk dari ranah legenda sebagai penghantar ajaran soal moralitas dan kebaikan itu. Hal-hal tersebut menjadi materi menjanjikan bagi industri film.

Berbekal kecanggihan teknologi-teknologi (computer-generated imagery atau CGI, animatronic, motion capture, dan sebagainya), maka berbagai fabel yang tadinya hanya dapat diimajinasikan di pikiran, kini bisa mewujud nyata di layar. Begitu pula kisah-kisah berciri fabel sekarang jadi dapat diterjemahkan lewat visual yang menarik. Bukti teranyar adalah film The Lion King garapan Jon Favreau yang mengombinasikan teknologi motion capture dengan virtual reality (VR) dan augmented reality (AR).

Bukan cuma The Lion King, lima film di bawah ini juga menjadi bukti bahwa fabel dan inovasi teknologi dalam filmmaking adalah paduan yang serasi.

Mowgli: Legend of the Jungle (2018)

Film
Film Mowgli: Legend of the Jungle ini memiliki visual lebih 'gelap' dan serius. (Sumber foto:The Financial Times

Siapa yang tidak mengenal karakter Mowgli dari cerita terkenal The Jungle Book karangan Rudyard Kipling? Sudah berulang kali fabel populer ini diadaptasi ke berbagai medium, seperti novel, audio book, musik, komik, dan tentu saja film. Pada November 2018, film adaptasi terbaru yang mengadaptasi fabel populer ini dirilis di jaringan bioskop secara terbatas dan layanan streaming Netflix.

Narasinya masih sama, yakni tentang Mowgli yang diasuh sejak bayi oleh kawanan serigala setelah diselamatkan oleh Bagheera, harimau kumbang, dan perseteruannya dengan harimau Bengal, Shere Khan. Menurut Andy Serkis (sutradaranya), suasana film Mowgli: Legend of the Jungle ini lebih ‘gelap’ dan serius ketimbang film-film adaptasi sebelumnya dan diklaim lebih mirip dengan cerita asli The Jungle Book.

Where The Wild Things Are (2009)

Film
Maurice Sendak memilih Spike Jonze sebagai sutradara film ini. (Sumber foto: Jerusalem Cinematheque - Israel Film Archive)

Dari tangan dingin sutradara terpuji Spike Jonze, lahirlah film adaptasi buku anak-anak klasik yang terkenal karangan Maurice Sendak ini. Film yang dirilis pada Oktober 2009 ini juga melibatkan aktor terkenal Tom Hanks sebagai ko-produser. Jonze memang langsung dipilih Maurice Sendak lantaran masih muda, memiliki visi yang menarik sebagai kreator, dan juga semangat yang tidak dimiliki oleh kandidat sutradara lainnya.

Seperti bukunya, film ini bercerita tentang seorang anak Max yang seorang diri berlayar ke sebuah pulau misterius yang dihuni oleh berbagai makhluk "Wild Things". Max kemudian ditahbiskan mereka sebagai rajanya. Proyek film ini dimulai sejak 1980-an oleh Disney, tapi beralih ke Universal Studios pada 2001 dan diserahkan kepada Warner Bros. Treatment produksinya pun berganti-ganti hingga akhirnya disepakati untuk membuat film ini secara live action dengan menggunakan animatronic dan computer-generated imagery (CGI).

The Jungle Book (2006)

Film
Teknologi motion capture dari film ini kemudian dikembangkan lagi oleh Jon Favreau untuk film The Lion King. (Sumber foto: newstatesman.com)

Dua tahun sebelum Mowgli: Legend of the Jungle dirilis, Walt Disney Pictures sudah lebih dulu mengadaptasi lagi fabel terkenal Rudyard Kipling ini. Kisah The Jungle Book memang tak habis dimakan zaman, sehingga telah berkali-kali diadaptasi jadi film. Ia selalu menemui kecocokan dengan masyarakat lantaran memuat isu tentang keluarga, pengasuhan, kejujuran, keberanian, dendam, hingga cara bertahan hidup.

Disney kemudian memproduksi film The Jungle Book ini dengan cara memadukan versi film animasi dan cerita asli Rudyard Kipling. Jon Favreau, sutradara dan produser, menggunakan teknologi motion capture pada beberapa aktor di film ini untuk menangkap emosi yang lebih riil. Dua perusahaan efek visual, Moving Picture Company (MPC) and Weta Digital, juga membuat software baru demi menampilkan struktur otot hewan untuk film ini.

Zootopia (2016)

Film
Zootopia bukan hanya disukai banyak penonton, tapi juga dipuji-puji kritikus. (Sumber foto: wdwinfo.com)

Film animasi cerdas produksi Walt Disney Animation Studios ini dirilis pada awal 2016 dan mencetak rekor di box office. Secara total, film garapan Byron Howard dan Rich Moore ini mendulang 1,024 miliar dolar AS dari penjualan tiket bioskop di dunia. Para kritikus film dan penonton ramai-ramai mengapresiasi positif film ini. Narasinya tidak hanya dinilai lucu, menghibur, dan memiliki kualitas animasi yang bagus. Namun, yang juga lebih penting adalah film ini secara brilian mampu menyuarakan pesan yang inklusif.

Zootopia bertutur tentang Judy Hopps, polisi kelinci yang baru bertugas di kota modern Zootopia. Walau para senior yang kerap merisak dan meremehkannya, Jody bersikeras memecahkan kasus pelik tentang hilangnya para predator. Dibantu oleh Nick Wilde, rubah yang licin dan sulit dipercaya ucapan maupun perilakunya. Kisah fabel Zootopia ini boleh dibilang merepresentasikan xenofobia dan dehumanisasi yang tengah melanda dunia, terutama negara asal film ini: Amerika Serikat.

Finding Nemo (2003)

Film
Film animasi pemenang Oscar ini terinspirasi dari pengalaman masa kecil sutradaranya. (Sumber foto: pilotpmr.com)

Film animasi terbaik karya sutradara Andrew Stanton ini meraih 871 juta dolar AS saat dirilis global pada 2003. Seperti halnya kebanyakan film animasi Pixar-Disney, tema keluarga dan persahabatan tetap jadi bahasan cerita Finding Nemo. Alkisah, Nemo, ikan badut, hilang setelah tak sengaja tertangkap jaring manusia. Ayahnya, Marlin, pun nekat mencari Nemo. Dalam petualangannya ini, ia bertemu Dory dan berbagai penghuni laut lainnya.

Stanton mengakui ide cerita film ini berasal dari pengalaman dan perasaannya sebagai ayah. Sebuah kejadian membuatnya sadar bahwa ia terlalu protektif terhadap anaknya, sehingga hal tersebut malah mengurangi hubungan hangat dengan anaknya. Ia juga ingat masa kecilnya saat ia sering kunjungi dokter gigi dan mengamati ikan-ikan di akurium milik dokter. Stanton kecil menduga ikan-ikan tersebut ingin pulang ke rumahnya di lautan.

Nah, dari lima film tersebut, mana yang jadi favorit kamu? Atau, mungkin kamu punya film favorit lain, yuk share di kolom komentar di bawah.

Sumber foto header: Vox.com


Enter your email below to join our newsletter