Bisakah Harapan Bertahan di Tengah Kehancuran? Temukan Jawabannya di As Long as the Lemon Trees Grow 🍋

“As long as the lemon trees grow, hope will never die.”
Kalau bicara soal pohon lemon, tumbuhan satu ini punya hal yang unik banget lho, Grameds. Pohon lemon itu punya kemampuan buat tetap tumbuh subur meski tanahnya keras dan kering.
Bahkan, di kondisi sulit sekalipun, buahnya tetap tumbuh dengan warna cerah disertai aroma yang segar. Bisa dibilang, dia tuh bisa bertahan di situasi yang kelihatannya nggak mungkin. Makanya, jadi nggak heran kalau lemon sering dipakai sebagai simbol harapan.
‎Nah, hal inilah yang jadi inspirasi dari novel As Long as the Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh. Di balik judulnya yang mengesankan, tersembunyi kisah tentang harapan bisa tetap ada, bahkan di tengah perang yang meluluhlantakkan segalanya.
Lewat bukunya itu, Katouh bikin kita melihat sisi manusia saat berada dalam konflik besar. Ketika ketakutan dan kehilangan muncul sebagai makanan sehari-hari; hadir pula keberanian dan cinta yang enggan untuk dipadamkan.
Menarik banget ya kayaknya? Daripada makin penasaran, yuk kita kupas kisahnya dalam artikel ini!
Sinopsis As Long as the Lemon Trees Grow
Novel ini bercerita tentang Salama, seorang mahasiswi farmasi yang hidupnya berubah drastis akibat perang di Suriah. Kehilangan keluarga dan rasa aman membuatnya harus menghadapi kenyataan pahit, seketika itu pula impian masa mudanya hancur dalam sekejap. Di tengah situasi tersebut, Salama dihadapkan pada pilihan besar. Ia mesti memilih satu persimpangan, antara bertahan di tanah air dengan segala resikonya atau pergi meninggalkan rumah yang penuh kenangan.
‎Konflik batin Salama menjadi pusat dari cerita ini. Ia bukan hanya berjuang melawan ketakutan dan trauma, tapi juga mempertanyakan arti keberanian dan pengorbanan. Keputusan yang ia ambil tak cuma menyangkut dirinya sendiri, tetapi juga orang-orang yang masih ia sayangi.
Baca juga: Sunrise on the Reaping: Novel Prekuel The Hunger Games yang Berasal dari Ide Filosofis!
Kenapa Karya Ini Layak Dibaca?
Salah satu kekuatan utama As Long as the Lemon Trees Grow adalah kemampuannya menampilkan realitas perang melalui kacamata yang sangat personal. Zoulfa Katouh tidak hanya menggambarkan kerusakan fisik akibat konflik, tetapi juga luka batin yang ditinggalkan pada mereka yang mengalaminya secara langsung. Hal ini membuat pembaca bisa merasakan kedekatan emosional dengan tokoh utama, Salama.‎
‎Selain itu, penggunaan simbol pohon lemon menjadi daya tarik tersendiri. Lemon yang asam sekaligus menyegarkan menjadi metafora yang indah tentang harapan di tengah kegetiran. Simbolisme ini membuat cerita tidak hanya berhenti pada kisah tragedi, melainkan juga memberikan ruang bagi pembaca untuk merenung tentang makna bertahan dan menemukan secercah cahaya di masa paling gelap.
‎Gaya penulisan Katouh juga patut diapresiasi. Ia mampu menggabungkan bahasa yang puitis dengan narasi yang lugas, sehingga cerita tetap mudah diikuti tanpa kehilangan kedalaman emosional. Perpaduan ini membuat novel terasa menyentuh, baik bagi pembaca yang mencari kisah reflektif maupun mereka yang ingin memahami pengalaman manusia di tengah konflik.
‎Dengan latar perang yang penuh kengerian, Zoulfa Katouh menghadirkan narasi yang merangkul tema seputar cinta, kehilangan, dan secercah harapan yang terus bertahan. Novel ini memperlihatkan bahwa bahkan di tengah kehancuran, selalu ada ruang untuk menemukan makna hidup.
Siapa yang Cocok buat Baca Ini?
As Long as the Lemon Trees Grow adalah bacaan yang cocok bagi siapa saja yang ingin melihat sisi lain dari sebuah konflik, khususnya mereka yang tertarik pada kisah-kisah kemanusiaan.
Novel ini mengajak pembaca untuk memahami bahwa perang bukan sekadar angka korban di berita, melainkan kisah nyata tentang orang-orang yang kehilangan keluarga, rumah, dan masa depan.
‎Bagi pembaca yang menyukai cerita reflektif, novel ini menawarkan pengalaman emosional yang mendalam. Kisah Salama menyoroti dilema moral, rasa takut, serta keberanian yang muncul ketika semua jalan tampak buntu. Hal ini membuat pembaca dapat menemukan relevansi, meski tak pernah mengalami perang secara langsung.
‎Selain itu, novel ini juga tepat bagi pecinta sastra yang mengapresiasi simbolisme. Kehadiran pohon lemon sebagai lambang harapan memberi lapisan makna tambahan, yang bisa menjadi bahan diskusi menarik. ‎
Pohon Lemonnya Tumbuh, Muncul Pula Bonusnya!
‎Kalau kamu penasaran dengan perjalanan Salama dan makna di balik pohon lemon, novel As Long as the Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh bisa kamu temukan langsung di Gramedia.com maupun toko buku Gramedia terdekat.
Kamu juga punya kesempatan buat dapetin Pouch Eksklusif untuk pembelian dengan Special Offer As Long as the Lemon Trees Grow.
Oya, periode promo hanya berlangsung mulai tanggal 10 - 30 September 2025 aja ya! Segera dapatkan bukunya dan jangan sampai ketinggalan!
Selama Pohon Lemon Tumbuh, Selalu Ada Buku yang Bisa Dibaca!
Serupa dengan As Long as the Lemon Trees Grow, buku-buku di bawah ini juga punya nuansa serupa, lho! Tema tentang cinta, keberanian, dan harapan yang hadir dalam keadaan yang tak biasa juga bisa kamu selami dalam lembaran kisahnya.
1. Perang Opium (The Poppy War) – R. F. Kuang
Perang Opium (The Poppy War) merupakan debut memukau dari R. F. Kuang, yang berhasil memadukan elemen sejarah dengan fantasi epik. Terinspirasi dari Perang Opium antara Inggris dan Tiongkok pada abad ke-19, novel ini menghadirkan kisah yang gelap, penuh intrik, dan sarat pergulatan moral.
Tokoh utamanya, Fang Runin atau Rin, adalah seorang yatim piatu perang yang tumbuh dalam keterbatasan. Demi keluar dari lingkaran kemiskinan, ia menempuh ujian Keju dan berhasil menembus Sinegard, akademi militer paling bergengsi di Kekaisaran Nikan—sebuah pencapaian yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
Namun, kehidupan di Sinegard menghadirkan tantangan yang jauh lebih berat. Rin harus menghadapi diskriminasi karena latar belakangnya, sekaligus menemukan bahwa dirinya memiliki kekuatan syamanisme langka yang terhubung dengan dewa Phoenix—sosok yang menyimpan amarah dan dendam luar biasa. Ketika ancaman perang dari Federasi Mugen kembali membayangi, kekuatan Rin mungkin menjadi satu-satunya harapan bagi rakyat Nikan. Akan tetapi, semakin ia mendalami kekuatan tersebut, semakin besar pula risiko yang harus ia tanggung: kehilangan kemanusiaannya sendiri.
2. Palestina – Joe Sacco
Demi memahami pendudukan Israel dan dampaknya bagi rakyat Palestina, Joe Sacco, seorang komikus dan aktivis kemanusiaan, menyusuri tempat-tempat di Gaza dan Tepi Barat. Mewawancarai beragam wajah dan menyimak berbagai cerita tentang pengusiran dan kekerasan demi kekerasan yang menimpa rakyat Palestina.
Palestina—yang kini dianggap mahakarya dalam genre novel grafis atau jurnalisme komik—masih relevan hingga kini. Buku ini menjadi bukti bahwa tragedi yang menimpa rakyat Palestina telah berlangsung selama puluhan tahun. Buku ini juga menggambarkan ketangguhan rakyat Palestina yang tak mudah menyerah terhadap pendudukan Zionis.
Dengan gaya jurnalismenya yang nyeleneh sekaligus menusuk, Joe Sacco tidak hanya menyajikan fakta tentang realitas kekerasan dan penderitaan yang dialami rakyat Palestina, tapi juga menyuguhkan pengalaman autentik dan resiliensi rakyat Palestina di bawah kolonialisme Israel.
3. Haji Murad -- Leo Tolstoy
Manusia telah menaklukkan segalanya, tetapi yang satu ini tetap tidak mau tunduk. Haji Murad mengisahkan sosok pejuang Muslim karismatik dari Pegunungan Kaukasus yang berani menantang dominasi Kekaisaran Rusia. Terjepit di antara dua kekuatan besar—Kaisar Nicholas I dan Imam Syamil—Haji Murad akhirnya memilih bergabung dengan Rusia demi menghancurkan Syamil yang telah memburu dirinya sekaligus menyandera keluarganya. Namun, jalan yang ia tempuh penuh risiko.
Di tengah negosiasi alot untuk membebaskan keluarganya, Haji Murad menempuh jalan lain. Dia mesti menuntaskan perjuangannya meski harus mempertaruhkan segalanya, termasuk nyawanya.
Ditulis Leo Tolstoy di penghujung hidupnya dan baru terbit setelah sang maestro wafat pada 1912, Haji Murad dipuji sebagai salah satu karya terbaik sepanjang masa. Dengan narasi yang kuat dan penuh kedalaman psikologis, kisah ini menegaskan kembali kejayaan Tolstoy setelah karya-karya monumentalnya seperti War and Peace dan Anna Karenina.
4. The Count of Monte Cristo -- Alexandre Dumas
Sejak pertama kali terbit tahun 1844, The Count of Monte Cristo udah jadi salah satu karya klasik paling melegenda. Nggak heran kalau novel ini diadaptasi ke ratusan film, drama, sampai opera. Lewat tokoh Edmond Dantès, Alexandre Dumas ngasih kita cerita tentang harapan, pengkhianatan, dan hidup yang bisa jungkir balik dalam sekejap.
Dantès, seorang kapten muda yang berbakat, dijebloskan ke penjara karena fitnah kejam. Hidupnya hancur: ayahnya meninggal dalam kemiskinan, cintanya dirampas, dan masa depannya lenyap begitu saja. Tapi, justru di penjara itulah nasib ngasih kejutan. Dari seorang tahanan tua yang sekarat, Dantès tahu rahasia besar yang bikin dia bisa kabur sekaligus bangkit.
Dengan identitas barunya sebagai Count of Monte Cristo, dia mulai merancang balas dendam pada orang-orang yang udah menghancurkan hidupnya. Kisah ini penuh intrik, drama, dan plot twist yang bikin kita mikir soal keadilan, harga pengkhianatan, serta pertanyaan: apakah dendam bener-bener bisa bikin hati lega?
5. Warisan: Inheritance -- Christopher Paolini
Semua berawal dari seorang bocah petani miskin bernama Eragon dan berakhir dalam kisah epik Warisan. Dari seorang anak biasa yang menemukan batu biru di hutan, ia menjelma menjadi Shadeslayer, Penunggang Naga yang ditakdirkan mengubah nasib Alagaësia.
Bersama Saphira, naganya yang setia, Eragon menempuh latihan panjang, menaklukkan pertempuran demi pertempuran, serta memikul harapan seluruh umat. Namun, di balik kemenangan, selalu ada duka dan kehilangan yang membayangi setiap langkahnya.
Kini, pertempuran terakhir menanti. Ia mesti menghadapi Galbatorix, raja tiran yang kekuasaannya seakan tak tergoyahkan. Eragon dan Saphira harus mengerahkan segala kemampuan, sebab bila mereka gagal, tak ada seorang pun yang bisa menggantikannya. Pertarungan ini bukan hanya soal mengalahkan penguasa lalim, melainkan juga soal seberapa besar pengorbanan yang rela diberikan demi kebebasan.
Akankah mereka berhasil menggulingkan sang raja jahat dan mengembalikan keadilan bagi Alagaësia, atau justru tumbang di hadapan takdir?
Baca juga: Gelombang Aksi & Buku-buku yang Relevan untuk Kamu Resapi Lagi 🔥
Lebih jauh dari kisah seputar perang, As Long as the Lemon Trees Grow menggambarkan kisah tentang bagaimana manusia tetap bisa menemukan arti hidup di tengah kehancuran. 🌟💞
Melalui perjalanan Salama, kamu sebagai pembaca diajak melihat bahwa rasa takut, kehilangan, dan kesedihan bisa berjalan beriringan dengan cinta, keberanian, dan harapan.
‎Zoulfa Katouh menghadirkan cerita yang menyentuh, tapi tak berlebihan. Ia tidak cuma menuliskan tragedi, tapi juga memberi ruang bagi kehangatan dan refleksi. Kisah dalam buku ini mampu membuat pembaca merenung sekaligus terinspirasi, bahkan setelah halaman terakhir ditutup. 🌿🍋
Barangkali sama seperti ungkapan puitis yang sering disematkan pada karya-karya penyair Suriah, Nizar Qabbani:
“Every lemon shall bring forth a child, and the lemons will never die out”
✨ Jangan lewatkan penawaran spesial lainnya dari Gramedia hanya untuk kamu! Cek promonya di bawah ini agar belanja kamu jadi lebih hemat! ⤵️