Leila S. Chudori
13 Buku
Leila S. Chudori merupakan salah satu penulis novel yang mengangkat tentang sejarah Indonesia. Penulis novel Laut Bercerita ini berhasil membuat banyak orang terkesima atas sejarah yang pernah terjadi di Indonesia, hingga novel ini dicetak berulang kali. Dalam novel “Laut Bercerita” penulis mengisahkan kondisi politik tahun 1998. Lewat novel “Laut Bercerita” kita akan tahu bagaimana kondisi politik 1998 hingga kejamnya pemerintah pada masa itu. Sebagai seorang penulis, Leila S. Chudori memang memiliki latar belakang juga peran yang menarik, termasuk dalam dunia sastra. Saat kita bicara soal karya sastra Indonesia, tentu sangatlah banyak, mulai dari cerpen, puisi, hingga novel. Karya sastra novel memang merupakan salah satu karya yang cukup banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Setiap cerita yang dihadirkan dari novel sangat kompleks, karena penulis memiliki kemampuan dalam membangun cerita hingga membangun konflik dan diakhiri dengan akhir cerita yang pastinya tak terduga. Selain dari kemampuan membangun cerita, ternyata setiap penulis novel Indonesia juga memiliki karakteristiknya masing-masing, termasuk yang dimiliki oleh Leila S. Chudori. Leila S. Chudori merupakan seorang penulis yang sudah memiliki banyak karya sastra, ia lahir pada tanggal 12 Desember 1962. Karya-karya yang pernah dibuatnya pun bukan hanya novel saja, tetapi ia juga membuat cerpen hingga skenario. Kemampuan menulisnya sudah terlihat sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), lebih tepatnya, ketika ia masih berumur 11 tahun dan saat itu masih kelas 5 SD. Di usia itu, Leila S. Chudori sudah membuat cerpen yang sudah dipublikasikan di majalah, salah satunya adalah cerpen dengan judul “Pesan Sebatang Pohon Pisang”. Cerpen tersebut dipublikasikan pada majalah Anak-Anak Si Kuncung tahun 1973. Sejak saat itulah, Leila S. Chudori sudah mulai menghasilkan banyak karya sastra. Lalu, ketika tumbuh remaja, ia mulai menulis banyak cerpen yang sudah dimuat dalam banyak majalah, seperti majalah Gadis, Kawanku, dan juga Hai. Bahkan, di usianya yang masih remaja, ia sudah membuat kumpulan cerpen, yaitu Sebuah Kejutan, Seputih Hati Andra, serta Empat Pemuda Kecil. Leila S. Chudori merupakan anak dari seorang wartawan Antara dan The Jakarta Post, yaitu Mohammad Chudori. Bakat sang ayah dalam karya tulis pun turun kepada Leila S. Chudori dan juga beberapa kata-kata sang ayah pun dijadikan sebagai pedoman hidup oleh penulis “Laut Bercerita” itu. Selain terinspirasi dari sang ayah, kemampuan menulis Leila S. Chudori juga terus diasah dan ia juga senang membaca karya-karya dari penulis ternama, seperti Franz Kafka hingga Dostoyewsky. Franz Kafka itu sendiri merupakan salah satu penulis yang karyanya lebih sering mengangkat eksistensi manusia. Sementara itu, Dostoyewsky sendiri merupakan penulis klasik yang beberapa karyanya masih dibaca oleh banyak orang. Dostoyewsky merupakan penulis asal Rusia yang lebih sering mengangkat kisah dengan kondisi jiwa manusia. Tidak hanya sering membaca buku-buku dari penulis luar negeri saja, tetapi Leila S. Chudori juga senang membaca kisah Baratayudha. Lewat kisah-kisah Baratayudha ini, imajinasi sang penulis “Laut Bercerita” ini terus mengalami berkembang. Selain itu, lewat kisah-kisah Baratayudha, ia juga mengetahui kisah-kisah pewayangan. Pada tahun 1982, Leila S. Chudori berhasil memperoleh beasiswa dan ia melanjutkan pendidikan di Lester B. Pearson College of The Pacific (United World Colleges). Universitas itu berada di Victoria, Kanada. Tak sampai di situ, Leila juga melanjutkan pendidikannya dengan mengambil studi Political Science dan Comparative Development Studies. Studi itu, ia ambil di Universitas Trent yang letaknya berada di Victoria, Kanada. Setelah selesai menyelesaikan studinya, Leila S. Chudori pun kembali ke tanah air, Indonesia. Ketika sudah di Indonesia atau sekitar tahun 1989 dan sudah menyelesaikan pendidikannya, Leila S. Chudori melanjutkan karirnya sebagai seorang wartawan pada majalah Tempo. Di majalah Tempo inilah ia melakukan banyak wawancara dan juga menulis berita serta menulis resensi. Bahkan, pengalaman menjadi wartawan di majalah Tempo sangatlah berharga, karena ia bisa melakukan wawancara langsung dengan tokoh-tokoh ternama, seperti Robert Mugabe, Paul Wolfowitz, Corry Aquino, H.B. Jassin, Yasser Arafat, Bill Morison, dan Nelson Mandela. Dalam kurun waktu tersebut, ia disibukkan dengan tulisan berita hingga tulisan resensi. Meski begitu, keinginan untuk menciptakan karya fiksi terus ditanamkan dalam dirinya. Kesenangannya dalam menulis terus dituangkan ke dalam cerpen-cerpen yang memiliki jalan cerita lebih serius. Bahkan, karya cerpennya juga sudah dimuat dalam beberapa majalah dan surat kabar yang ternama. Misalnya pada majalah Horison serta majalan Zaman dan Mantra. Lalu, surat kabar yang pada masa itu menerbitkan cerpen Leila, seperti Sinar Harapan dan Kompas Minggu. Sudah ada banyak cerpen yang ditulis oleh Leila S. Chudori dan juga menyebar di banyak majalah dan juga surat kabar. Lalu, cerpen-cerpen yang sudah pernah diterbitkan itu mulai dikumpulkan dan diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen pada tahun 1989. Buku kumpulan cerpen itu berjudul Malam Terakhir dan diterbitkan oleh penerbit Pustaka Grafiti. Kemudian, setelah 20 tahun, buku kumpulan cerpen itu mulai diterbitkan kembali oleh Gramedia. Kumpulan cerpen Malam Terakhir itu di dalamnya terdapat sembilan cerpen, yaitu cerpen dengan judul Paris, Untuk Bapak, Ilona, Malam Terakhir, Air Suci Sita, Keats, Sehelai Pakaian Hitam, Sepasang Mata Menatap Rain. Bahkan, kumpulan cerpen yang penuh makna ini sudah diterbitkan dalam bahasa Jerman yang berjudul Die Letzte Nacht dan diterjemahkan oleh Horlemman Verlag. Mungkin bagi sebagian orang sudah mengenal Leila S. Chudori melalui karya-karya sastranya. Namun, sebenarnya karya tulis yang sudah pernah dibuat oleh Leila bukan dipublikasikan di surat kabar atau majalah saja, tetapi juga dipublikasikan dalam jurnal sastra. Misalnya, pada jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan juga Tenggara (Malaysia). Bahkan, salah satu karya sastra Leila S. Chudori juga pernah dibahas oleh seorang kritikus sastra, yaitu Tinneke Hellwig. Hasil kritik sastra itu ditulis dengan judul “Leila S, Chudori and Women in Contemporary Fiction Writing” dan ditulis dalam jurnal sastra Tenggara. Salah satu kamus sastra dari Prancis yang disusun oleh Jacqueline Camus dan berjudul Dictionnaire des Creatrices didalamnya terdapat nama Leila S. Chudori. Kamus ini merupakan kamus yang berisi tentang profil serta data perempuan yang sudah masuk dan menghasilkan karya di dunia seni. Editions des Femmes Prancis merupakan penerbit dari kamus ini. Tidak sampai di situ saja, Leila S. Chudori juga pernah makan siang bersama Lady Diana bersama dengan 11 wanita Indonesia lainnya. Namun, kesibukannya dalam dunia pers dan menjadi wartawan membuat Leila S. Chudori ini belum sempat melanjutkan untuk membuat karya fiksi. Oleh sebab itu, dalam kurun waktu yang cukup alam atau sekitar 1989-2009, Leila S. Chudori ia belum sempat menciptakan hasil karya fiksi. Hingga akhirnya pada tahun 2009, ia menghasilkan kumpulan cerpen setelah dalam waktu yang lama belum sempat untuk membuat karya fiksi. Kumpulan cerpen itu diberi judul 9 Dari Nadira. Keinginan untuk menulis fiksi kembali hadir oleh dukungan dari anak semata wayang dan juga teman-temannya. Di dalam 9 Dari Nadira ini terdiri dari 9 cerita, yaitu “Mencari Seikat Seruni”, “Nina dan Nadira”, “Melukis Langit”, “Tasbih”, “Ciuman Terpanjang”, “Kirana”, “Sebilah Pisau”, “Utara Bayu”, dan “At Padder Bay”. Tidak hanya cerpen saja yang ditulis oleh Leila S. Chudori, tetapi ia juga menulis karya sastra novel dan juga skenario film. Pada tahun 2012, ia menghasilkan novel yang berjudul Pulang. Lalu, lima tahun kemudian, ia menulis novel dengan judul Laut Bercerita. Bahkan, novel ini sudah berhasil dicetak ulang beberapa kali. Jadi, dari beberapa karya tulis yang sudah dibuat oleh Leila S. Chudori, mana saja yang pernah kamu baca? Dalam berkarir di dunia kepenulisan, Leila S. Chudori pernah mendapatkan pengargaan. Berikut ini penghargaan yang pernah diperoleh Leila S. Chudori. Leila S. Chudori juga pernah membuat skenario film pendek dengan judul “Dunia Tanpa Koma”. Skenario film tersebut berhasil membawanya mendapatkan penghargaan Penulis Skenario Terpuji. Selain mendapatkan penghargaan dari pembuatan skenario, Leila S. Chudori juga berhasil memperoleh penghargaan terhadap kumpulan cerpennya yang berjudul 9 Dari Nadira. yang diberikan oleh Badan Bahasa Indonesia di tahun 2011. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa Leila S. Chudori memiliki banyak karya dalam dunia tulis menulis. Berikut ini karya-karya tulis yang pernah dibuat oleh Leila S. Chudori. Kelopak-Kelopak yang Berguguran merupakan sebuah novel yang terbit di tahun 1984. Novel ini diterbitkan oleh penerbit Gramedia yang di mana cetakan paling awalnya terdiri dari 160 halaman. Setelah menghasilkan karya sastra novel, Leila S. Chudori menghasilkan kumpulan cerpen yang di dalamnya terdiri dari 9 cerpen. Kumpulan cerpen ini diterbitkan oleh Pustaka Grafiti pada tahun 1989. Lalu, setelah 20 tahun, kumpulan cerpen ini diterbitkan kembali oleh penerbit Gramedia. Adapun judul cerpen yang ada di dalam kumpulan cerpen ini adalah Paris, Untuk Bapak, Ilona, Malam Terakhir, Air Suci Sita, Keats, Sehelai Pakaian Hitam, Sepasang Mata Menatap Rain. Selain cerpen dan juga novel, Leila S. Chudori juga menulis sebuah karya lainnya, yaitu skenario film yang berjudul “Dunia Tanpa Koma” dan dibuat pada tahun 2006. Benar sekali, skenario film ini berhasil mendapatkan penghargaan pada tahun 2006. Buku 9 dari Nadira merupakan kumpulan cerpen yang terbit pada tahun 2009. Kumpulan cerpen ini terdiri dari 9 cerita, dan kumpulan cerpen berhasil mendapatkan penghargaan dari Badan Bahasa Indonesia. Drupadi merupakan karya tulis berupa skenario film pendek yang dibuat pada tahun 2009. Pada tahun 2012, Leila S. Chudori membuat novel dengan judul Pulang. Novel ini berisi tentang drama keluarga, kisah cinta, dan juga persahabatan. Oleh sebab itu, ketika membaca novel ini, perasaan pembaca akan campur aduk. Laut Bercerita merupakan novel garapan Leila S. Chudori yang menggambarkan tentang kelamnya masa-masa politik 1998. Lewat novel ini, pembaca akan mengetahui bahwa pada masa itu, banyak orang yang menghilang bila mengkritik pemerintah.
Baca Selengkapnya